18

1K 179 31
                                    

Spesial double up terkhusus untuk kalian yang masih simpan cerita ini di library kalian & sudah menungguku dengan sangat sabar. Maaciiiww sangaatt, Bby!!!♥️

---

“Om, Askha bisa minta waktu untuk diskusi berdua sama Niana?” tanyaku setelah Om Hasta kembali mengutarakan niatnya untuk memberikan posisi Event Director untuk Niana.

“Oh tentu kalau itu memang perlu, Kha. Gimana, Rania?” Om Hasta mengalihkan keputusan akhir pada Niana.

Niana melirikku sekilas sebelum menjawab, “Okay, Om.”

Sebuah senyuman penuh makna kembali terukir di wajah Om Hasta.

“Isha, mau ikut sama Opa? Susul Mas Marshall?”

Isha yang sedari tadi anteng dalam pangkuanku menggelengkan kepalanya.

“Mau sama Apap.” jawab Isha sambil menempelkan badannya ke badanku.

Om Hasta lalu terkekeh pelan.

Tangan Niana terulur dan mengusap pipi Isha, “Kalau ada Apapnya, memang begitu dia, Opa. Yang lain nggak laku.”

“Biasa itu, Ran. Nuansa dulu juga gitu sama, Om. Anak Apap kok ya, Shaa.”

Kurasakan rasa nyaman dan hangat melingkupi dadaku.

“Yaudah kalau gitu Askha izin diskusi dulu sama Niana ya, Om.” ucapku sambil bangkit dari dudukku dengan Isha tetap berada di dekapanku.

Take your time. Bye-bye, Ishaa.”

Bubye, Opaa.” jawab Isha sambil melambaikan tangannya dengan semangat.

Aku lantas meninggalkan ruangan Om Hasta dengan Niana berjalan di belakangku.

“Turunin aja Ishanya, Mas. Biar dia jalan sendiri.” ucap Niana.

Mendengar itu, tangan mungil Isha semakin memeluk leherku erat. Badannya pun semakin menempel di badanku.

“Iya ndak diturunin. Apap kuat kok ya gendong Isha lama-lama ya.” ucapku pada Isha lalu kuakhiri dengan kecupan-kecupan di kepalanya.

Aku lalu menghentikan langkahku dan kurasakan Niana menabrak punggungku.

“Duh.”

“Eh sorry, Na.” ucapku sambil membalikkan badan.

It’s okay, Mas. Nggak apa-apa, aku yang jalan sambil liat hp jadi nggak sadar kamu berenti.”

“Mau ngobrol di mana?” tanyaku langsung.

“Terserah Mas Askha aja. Kalau private, better di ruangan sih. Kalau cuma santai, di belakang juga nggak apa-apa biar Isha bisa sambil main.”

“Isha mau Apap aja.”

Mata Niana membulat lalu ia tertawa pelan, “Ya ampun iya deh iyaa yang punya Apap.”

Tuhan, sungguh aku rindu dengan tawa perempuan di depanku ini. Bolehkah aku meminta untuk bisa melihat dan mendengar tawa ini setiap hari?

“Di ruanganku aja kalau gitu. Nanti pintunya biar tetap terbuka supaya kamu lebih nyaman.”

Senyuman manis itu terukir di wajahnya, “Thank you, Mas Askha.”

Tuhan.. Aku benar-benar merindukan wanita ini..

Kamipun berjalan menuju ruanganku. Beberapa anak-anak iDea menyapa kami dan sesekali ada yang menggoda Isha juga.

Begitu sampai di ruanganku, Niana langsung duduk di sofa tamu.

Just Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang