15

1.4K 247 27
                                    

Ulang tahun Marshall yang kelima akhirnya selesai dilaksanakan. Sesuai rencana, syukuran kali ini diadakan di sekolah Marshall. Temanya? Paw patrol. Kartun yang lagi digemari Marshall dan juga Isha. Figur favoritnya sudah pasti yang bernama sepertinya, Marshall si anak anjing berjenis dalmatian, yang menurutku karakternya suka ceroboh dan menimbulkan kehebohan. Meskipun karakternya sangat berbanding terbalik dengan Marshall kami yang kalem, tapi entah kenapa anakku itu menyukainya. Mungkin karena namanya sama? Entahlah..

"Isha, sama Amam yuk? Kasian tangan Apap pegal daritadi Isha digendong Apap terus."

Isha malah menempel padaku, "Apap Isha." gumamnya.

Aku tersenyum sambil menatap anak perempuan kesayanganku ini. Rasa sakit tiba-tiba menyusup ke dalam dadaku.

Setiap kami bertemu, Isha pasti akan selalu menempel padaku. Dan setiap kami harus berpisah, Isha pasti akan menangis dan berujung rewel selama beberapa jam berikutnya. Lalu jika beberapa hari ndak ketemu, Isha pasti akan uring-uringan. Setiap hari, paling ndak satu kali kami harus melakukan video call. Kalau ndak, ya balik lagi, Isha akan rewel. Jadi serba salah kalau kata Niana.

"Anak gadis Apap yaa, Sayang."

Bunda muncul dan mengusap kepala Isha yang masih bersandar di dadaku.

"Bunda sudah jadi makan, Bun?" tanya Niana.

"Sudah barusan. Barengan si kembar, Killa, sama Marshall."

"Alaia, Bun?"

"Tuh lagi nempelin Aaron. Nempelin Marshall tapi kesaing sama Killa. Jadi dia bergeser deh ke Aaron."

Bunda dan Niana lalu terkekeh bersama.

"Killa memang gitu, Bunda. Pokoknya kalau cari Killa mah gampang. Di mana ada Marshall, di situlah ada Killa. Padahal kakaknya pun cowo ya. Tapi tetep aja buntutinnya Marshall terus."

Mereka kompak tertawa lagi.

"Kalau Isha, nanti ikutin siapa nih? Mas Marshall atau Mas Aaron atau Mas Kembar?" tanya Bunda sambil mengusap kepala Isha lagi.

"Apap." jawab Isha polos.

Senyumku otomatis terukir dengan sempurna. Meskipun lagi-lagi ada rasa sakit yang menyusup di dalam dada. Seandainya saja, aku dan Niana ndak bercerai..

"Permisi, Pak, Bu."

Suara Miss Devi membuyarkan lamunanku.

"Acaranya kan sudah selesai. Ini teman-temannya Marshall sudah ada yang mau pamit pulang."

"Oh iya iya, Miss Devi. Tadi bingkisannya sudah dikasih semua kan ya, Miss?"

"Sudah, Bu. Aman. Semua sudah kebagian bingkisan dan makanan minumannya juga. Mari, Bu, Pak. Orang tua mereka mau berpamitan juga."

"Sebentar ya, Bunda." pamit Niana. "Mas Marshall! Ayo sini dulu!" sambung Niana berseru memanggil Marshall.

Aku dan Niana lantas mengikuti Miss Devi. Isha juga masih anteng dalam gendonganku. Kamipun mengucapkan terima kasih sambil melepas tamu-tamu kami pulang.

Setelah teman-teman Marshall pulang, kami langsung bersiap pulang juga.

"Ra, gue tinggal nih ya. Sorry nggak bisa nungguin kalian beberes."

"Santailah, Na. Lo kayak sama siapa aja. Lagian dikit lagi juga lo bakal kembali merasakan posisi gue ini. You'll be with me from dusk till down. Balik jadi seksi ribet!"

Aku langsung meninggikan antena radar di telingaku. Mencuri dengar obrolan Niana dan Alara yang posisinya hanya beberapa langkah dari tempat dudukku.

"Duh gue jadi makin kangen kerja. Sabar, sedikit lagi. Tunggu Isha nggak nyari-nyari Amamnya. Sekarang udah nggak kecarian banget sih kalau gue nggak ada. Tapi kalau menurut dia udah kelamaan, langsung deh dia uring-uringan."

Just Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang