20

978 177 19
                                    

"Semua kebutuhan Isha sudah ada di dalam tas ini ya, Mas."

"Okay, Na."

"Kalian beneran pulang ke rumah Bunda kan? Kamu nggak sendirian kan?" tanya Niana dengan nada khawatir.

"Iya. Memang kenapa kalau aku ajak anak-anak pulang ke rumah kita?"

"Rumah Mas Askha." ralat Niana.

"Okay. Rumah anak-anak." gantian aku yang meralat.

"Ya itu lah namanya. Khawatir Isha rewel dan kamu kewalahan nggak ada yang bantuin aja."

"Kamu ndak percaya aku bisa urus anak-anak sendirian?"

Niana berdecak, "Bukan gitu juga, Mas Askha. Aku percaya kamu sudah bisa diandalkan urusan anak-anak. Cuma aku lebih tenang kalau ada Bunda atau Andien dan Aluna yang nemenin kamu sama anak-anak."

Kuhela nafasku pelan. Menurutku, itu sama saja Niana ndak percaya kalau aku bisa urus Marshall dan Isha dengan baik walau sendirian.

"Biar kamu lebih tenang lagi, sekalian aja kamu ikut." ucapku.

Niana tertawa ringan.

"Yaudah berangkat deh. Itu Isha udah nggak tenang banget duduk di carseatnya. Jemput Marshall sekalian kan, Mas?"

Aku hanya menganggukkan kepalaku sebagai jawaban.

"Apap, go go goo!" seru Isha dari kursi belakang.

Isha memang sudah duduk di singgasananya. Sedangkan aku dan Niana masih mengobrol di luar mobil.

"Kalau bingung atau ada yang perlu ditanya, WA atau telepon aku aja." ucap Niana sambil mengulurkan tas yang penuh dengan perlengkapan kebutuhan Isha.

Tanganku pun terulur dan mengambil tas Isha dari tangan Niana, "Okay, Mam."

Entah apa yang lucu, Niana terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.

"Berkabar ya, Mas Askha."

"Okay. Anything else?"

Niana berjalan mendekat ke mobil. Dibukanya lagi pintu mobil di sebelah Isha.

"Isha jadi anak baik yaa. Jangan repotin Apap sama Eyang." ucap Niana yang masih bisa kudengar.

"Okay, Amam! Amam baik-baik juga yaa."

"Siaapp, Tuan Puteri."

Niana lalu menundukkan badannya dan mencium kepala, kedua pipi, hidung, dan bibir Isha. Setelah itu, Niana kembali menegakkan badannya dan menutup pintu mobil.

"Take care yaa, Mas Askha. Salam untuk Ayah dan Bunda."

"Well noted. Kami pamit ya, Na."

Niana hanya mengangguk sebagai jawaban. Akupun segera masuk ke dalam mobil.

"Bye, Ishaa!"

"Bubye, Amaaammm!"

--

"Mas Marshall, Apap mana?"

Samar-samar kudengar suara Andien di luar sana.

"Lagi di kamar mandi. Mandiin Isha, Onty."

"Really? Apap kamu?"

Lalu kudengar derap langkah kaki mendekat ke arahku. Saat ini aku memang sedang memandikan Isha. Marshall sudah bisa mandi sendiri dan saat ini sudah rapi sehabis mandi. Gantian gadis kecilku ini yang mandi.

"Eh ternyata beneran Apap mandiin Isha. Butuh dibantu nggak, Mas? Biasa juga Bunda atau aku yang mandiin."

Aku menggeleng, "Mas bisa."

Just Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang