Siang hari, aku dan Hendra sedang bersantai-santai di taman kampus. Letaknya berada di tengah bangunan kampus. Di sana terdapat meja dan kursi yang terbuat dari semen.
"Dra, Wildan mana?" tanyaku pada Hendra yang sedang menatap layar ponselnya.
"Kagak tau, kayanya masih ada kelas. Gw chat kagak dibales," balas Hendra.
"Oh, pantesan gw chat juga kagak bales."
Kuedarkan pandangan mengamati deretan kelas. Mataku tertuju pada sosok daritadi mondar-mondir tak jelas. Siapa lagi kalau bukan si Dina. Hantu genit kampusku.
"Dra," panggilku.
"Oit!" sahutnya masih menantap ponsel di atas meja taman.
"Lu tau si Dina?"
"Dina?"
"Iye."
"Dina versi manusia apa setan?"
"Setan."
"Ya tau lah, kan dia setan lejen kampus ini," balas Hendra.
"Yang lehernya meletoy, Kan?" sambungnya.
"Hahaha, meletoy. Ada-ada lu, Dra."
"Yeee ... kan lu pernah bilang lehernya patah. Jadi miring terus."
"Bener sih. Tapi ...." Kulihat Dina menoleh, lalu terbang ke arah kami.
"Tapi apaan?"
"Dia ngedenger ghibahan kita."
"Ih, masa?"
"Iye! Tuh lagi berdiri di belakang lu."
"Siang-siang gini? Ngapain?"
"Kayanya kesel dibilang lehernya meletoy. Tuh dia lagi jambak rambut lu."
"Pantesan leher gw merinding. Suruh pergi, Mir!"
Aku menatap wajah Dina sambil tersenyum.
______
"Ih kesel!" ucapnya dengan wajah cemberut.
"Udah sana pergi!" perintahku melalui batin.
"GAK!" Dina masih berusaha menjambak rambut Hendra.
"Dasar setan baperan," pikirku.
"APA!" Dina melotot ke arahku, tentunya dengan kepala yang masih miring 60 derajat. Bukannya serem, malah lucu.
"Hus!" Aku melotot balik.
______
"Napa lu, Mir?" tanya Hendra bingung.
"Kagak mau pergi tuh si Dina. Pengen ikut sama lu kayanya. Dendam dibilang lehernya meletoy," jelasku.
"Lu sih ah! Mancing-mancing ngomongin dia. Jadi gimana ini?" Hendra terlihat kesal.
"Bentar, pake cara paksa!"
______
Aku memejamkan mata. Mempertajam indra penglihatan sampai menembus sebuah lemari. Di sana ada sosok yang sedang tidur nyenyak.
"Bo! Bangun!" ucapku.
Genderuwo berbadan tambun, berbulu lebat berwarna hitam kehijauan itu bangun dari tidurnya. Membuka matanya yang berwarna merah menyala.
"Apa, Mir?" balasnya.
"Sini deh!"
Dalam sekejap, si Tebo sudah sampai di kampus. Sontak si Dina yang melihat kehadirannya langsung mundur perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA AMIR (Sudah Terbit)
HorrorKumpulan cerpen dan mini cerbung, bedasarkan kisah nyata yang dimodifikasi ulang. Dikemas menggunakan bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Dengan sentuhan unsur komedi. Berkisah tentang perjalan hidup seorang remaja bernama Amir. Kehidupannya beru...