Sore ini, aku — Amir, Hendra dan Wildan sedang duduk di taman depan kampus. Tak jauh dari jalan raya.
Aku nenatap jalan, melihat ada sesuatu yang menarik. "Dra ... Dra, liat deh," ucapku pada Hendra yang sedang menatap layar ponsel.
"Apaan, Mir?" balasnya.
"Coba lu liat ke sana!" Aku menunjuk ke arah jalan raya.
"Wanjrit, apaan itu. Hahaha ...." Hendra tertawa kencang.
"Lu pada ngomongin apa sih?" tanya Wildan.
"Biasa nge-ghibahin setan," sahutku.
"Hadeh, kebiasaan." Wildan kembali sibuk dengan ponselnya.
"Kok itu setan aneh sih, Mir? Masa jalannya mundur," ucap Hendra.
"Coba tanyain aja langsung, kenapa jalannya mundur," balasku.
"Ogah."
"Dan, lu mau kenalan gak sama setannya?" tanyaku pada Wildan.
"Nggak, ntar gw dikerjain lagi. Kemaren aja gw ampe gak bisa tidur, gara-gara setan cewe yang nyariin emaknya."
"Ya ampun, masih inget aja."
"Ya gimana gak inget, orang tuh setan duduk di kasur ampe subuh."
"Siapa, Dan? Si Masni ya? Kan cantik itu," ucap Hendra.
"Gak usah disebutin juga namanya, HENDRA! Ntar dia datang."
Selagi Wildan dan Hendra ribut, kucoba memanggil hantu itu. Aku pun penasaran, kenapa dia berjalan mundur. Namun, dia menolakku. "Duh, dianya gak mau, Hen."
"Si Setan Mundur?"
"Iya, dia gak mau ngedeket. Apa coba di mediumisasi aja."
"Terus siapa yang mau mediumisasi?" tanya Hendra.
"Ya siapa lagi kalau bukan lu, Hen."
"Ih, males banget liat bentukannya begitu. Kaya lelaki tulang lunak."
"Ayolah, demi Wildan. Biar dia juga bisa denger."
"KOK GW?" balas Wildan ngegas.
"Oke deh." Hendra pun setuju. Dengan cepat, hantu itu kutarik paksa, masuk ke dalam tubuh Hendra.
"Loh ... hahahaha." Wildan tertawa saat melihat Hendra tiba-tiba berdiri dan berjalan mundur.
"Tahan lah, Dan! Lu malah nontonin doang," perintahku. Aku dan Wildan berusaha menahan tubuh Hendra. "Dra, jangan diikutin kemauannya. Lawan aja!" Tidak lama kemudian, Hendra sudah berhenti jalan mundur.
"Iiiihh, apaan sih? Ganggu guweh aja," ucap Hantu yang berada di tubuh Hendra.
"Jangan jalan mundur terus, Mas. Nanti temen saya nyemplung ke kolam," balasku.
"Abieznya, guweh lagi maen TikTok malah lu tarik ke sini."
"Coba tanyain gih, Dan. Sensi kayanya nih setan sama gw," ucapku.
"Setan? Pala lo setan!" balas Si Hantu.
"Mas, kenapa jalannya mundur?" tanya Wildan dengan suara lembut.
"Ih beib, kan akuh tuh lagi rekam video TikTok," balasnya halus.
"Tuhkan, kalau ke lu cara ngomongnya beda," timpalku.
"Apaan sih, Loe? Ganggu ih," balas Hantu itu masih ngegas.
"Akuh juga gak tau beib, kenapa begini. Seinget akuh sih lagi bikin video TikTok di deket lampu merah. Eh, tiba-tiba gelap," jelasnya sambil menatap ke arah Wildan.
"Tanya namanya, Dan!" bisikku.
"Nama kamu siapa?" tanya Wildan.
"Orang-orang sih panggil akuh Nayla," balasnya manja.
"Nama asli, woi! Kan lu cowo," timpalku kesal.
"Siapa sih, Lu? Daritadi ganggu aje!" hardiknya.
"Nama aslinya siapa?" tanya Wildan.
"Ih akuh tuh, malu."
"Gak usah malu." Wildan berusaha merayunya.
"Sunarya," balasnya sambil senyum-senyum manja.
"Ya Allah, jauh banget. Nyesel gw narik dia," batinku. Daripada pusing lihat kelakuan tuh makhluk. Aku memilih fokus, melihat masa lalunya.
***
Malam hari, Sunarya bersama teman-temannya sedang nongkrong di dekat lampu merah. Mereka mengobrol sambil bercanda. Entah dari mana dia memiliki ide untuk membuat video TikTok yang sedang viral.
Dengan sigap, Sunarya menyuruh teman-temannya untuk berbaris. Sedangkan dia berdiri agak di depan, menghadap barisan sambil memegang ponsel. Satu teman lainnya merekam dari arah samping.
Mulai lah, mereka melakukan aksinya. Berjalan agak membungkuk dengan pinggul bergoyang ke kiri dan kanan, sambil menyebrang jalan.
Tiba-tiba ada sepeda motor melaju dengan kencang. Saking asiknya berlenggak-lenggok sambil mundur, Sunarya tidak sadar kalau sepeda motor itu mengarah padanya.
"Nayla, awas!" teriak teman-temannya. Harusnya itu menjadi momen mengharukan, tapi setiap kali mendengar nama itu aku selalu ingin tertawa.
Duag!
Motor itu menabrak Sunarya. Tubuhnya terpelanting, hingga kepalanya mendarat di trotoar. Seketika itu, dia langsung menghebuskan nafas terakhir.
***
"Aduh pusing," keluh Sunarya yang masih ada di tubuh Hendra.
"Kenapa?" tanya Wildan.
"Kepala aku pusing banget beib," balasnya sambil memegang kepala.
"Ya pusing pasti, orang kepalanya kejedot trotoar," selaku.
"Bantuin dong," ucapnya memelas padaku.
"Dih, tadi ngegas sekarang malah memelas."
"Liat nih, netes terus," balasnya sambil menunjukan luka menganga di kepalanya. "Ini apa sih, lembek-lembek," sambungnya sambil memasukan jari ke luka itu.
"Itu otak lu. Pantesan gesrek, otaknya bocor," ledekku.
"Jahat ih, bantuin dong," pintanya lagi.
"GAK! Dah ... dah, pergi sana!"
"Tadi dipanggil, sekarang diusir."
"Dah keluar! Kasian itu temen gw."
"Setel lagu dulu baru akuh keluar."
"Lagu apaan?"
"Lagu TikTok lah, gak gaul banget sih."
"Coba lu cek, Dan. Gw gak ada aplikasinya." Wildan langsung membuka aplikasi TikTok.
"Yang mana?" tanya Wildan.
"Itu yang biasa dipake orang yang baris sambil mundur-mundur," balasku.
"Oh ya, yang ini." Wildan memutar lagunya. "Inikan?" tanya Wildan ke Sunarya.
"Iya, Beib. Makasih."
"Tuh, Dan. Pelajaran buat lu, kalau bikin video TikTok jangan yang aneh-aneh," pesanku sambil menghadap ke Wildan.
"Gw gak pernah bikin yang begituan, Mir."
"Lah terus biasanya ngapain?"
"Bikin TUTORIAL HIJAB. Puas lu?"
"Dih emosi dia, Hen." Aku menoleh ke kanan, tetapi Hendra sudah tidak ada. "Wah ke mana si Hendra?"
"Itu, Mir. Lagi jalan mundur." Ternyata si Sunarya belum ke luar dari tubuh Hendra. Spontan kami berlari mengejarnya. Sayangnya sudah terlambat.
Byur!
Hendra pun tercebur ke kolam.
"Mampus dah kita, Dan," gumamku sambil berdiri mematung.
Hendra pun tersadar dan berkata. "AMIR ... WILDAN ... AWAS LO YA!"
SEKIAN
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA AMIR (Sudah Terbit)
HorrorKumpulan cerpen dan mini cerbung, bedasarkan kisah nyata yang dimodifikasi ulang. Dikemas menggunakan bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Dengan sentuhan unsur komedi. Berkisah tentang perjalan hidup seorang remaja bernama Amir. Kehidupannya beru...