Portal Gaib di Pemandian Air Panas #4

4.4K 580 3
                                    

Aku pun mencoba berkomunikasi dengan sosok menakutkan itu. Bagaimana tidak menakutkan? Selain matanya yang merah menyala, kainnya yang berwarna merah darah, wajahnya pun hanya menyisakan tengkorak berwarna hitam.

"Mau apa kamu mengikuti kami terus?" tanyaku marah.

"Maaf ... saya hanya diperintahkan untuk menjagamu selama di pegunungan ini," balasnya.

"Siapa yang menuruhmu? Ratu?"

"Bukan."

"Lantas, siapa? Jawab dengan jujur, atau ...," ancamku.

"Salah satu penjagamu."

"Hah?"

Aku semakin bingung dengan jawabannya, entah dia berbohong atau tidak. Satu-satunya cara untuk mengetahui kebenarannya adalah bertanya ke Si Hitam, yang daritadi sedang berguling-guling di tanah.

"Hitam," panggilku.

"Ya, Mir?"

"Kamu yang manggil Pocong Merah itu?"

"Tidak."

"Kamu tau ini kerjaan siapa? Gak mungkin Si Belang kan?"

"Bukan dia juga."

"Hmm ... berarti kamu udah tau siapa." Si Hitam pun tertawa.

"Tuhkan, ini pasti kerjaan Si Kingkong."

"Saya tidak bilang begitu."

"Dari tingkahmu sudah terlihat jelas." Dia pun kembali tertawa.

"Saya adalah syarat yang diberikan penjagamu itu, agar dia mengizinkanmu untuk menemui Ratu di sini," ucap Si Pocong Merah.

"Syarat yang aneh, emang dasar Si Kingkong gak ada kerjaan," keluhku.

"Apa kamu tidak melihatnya?"

"Lihat apa?"

"Baiklah saya tunjukan."

Dia menunjukan sebuah gambaran yang menakutkan. Dimana banyak 'makhluk lain' sedang berkumpul menunggu waktu yang tepat untuk menyerangku.

"Darimana mereka berasal?" tanyaku.

"Dari pegunungan ini, mereka semua 'makhluk' buangan, tugasnya untuk mengganggu manusia seperti kalian. Kedatanganmu ke sini, sudah diketahui oleh pemimpin mereka. Jika lengah, maka kamu bisa celaka."

"Tapi kamu pun hampir membuat kami celaka, liat temanku sudah pucat dan gemetaran."

"Itu bukan salah saya, tapi ide penjagamu dan penjaganya."

"Mang Genta? Berarti dia sudah tau. Pantas kabur duluan."

Pocong Merah itu pun tertawa. Suara tawa yang membuat Hendra semakin gemetaran.

"Kenapa harus Pocong Merah?" tanyaku.

"Saya adalah tanda kematian. Jika saya ada di sekitarmu, maka 'makhluk' seperti mereka tidak akan berani mendekat."

"Selain itu, ini ujian bagimu dan dia. Kelak akan banyak lagi 'makhluk' yang lebih menyeramkan dariku," sambungnya.

"Hmm ... berarti ini bukan wujud aslimu," tebakku.

Pocong Merah itupun tertawa, lagi-lagi membuat Hendra ketakutan.

"Saya akan memperlihatkannya nanti," balasnya lalu menghilang.

*

"Udah, Dra. Dia udah pergi," ucapku. Hendra pun langsung celingak-celinguk mengecek keberadaan Pocong Merah itu.

CERITA AMIR (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang