Aku menutup mata.
"Kong kalau kamu gak balikin anaknya. Andi bisa meninggal!" ucapku pada Si Kingkong.
Si Kingkong terdiam. Matanya berubah menjadi merah, diikuti bulunya yang menjadi merah. Ia memperbesar ukuran tubuh berkali-kali lipat. Bahkan melebihi ukuran tubuh si Genderuwo Merah.
"Titip anak ini." Si Kingkong meminta anak perempuan itu berdiri di dekatku.
"Lepaskan dia! Atau saya geprek!" Ancam si Kingkong.
"Emang kamu tau artinya geprek?" ledekku.
"Diam, Amir. Saya lagi serius! Lagian saya sudah sering liat kok kamu makan makanan yang digeprek!"
"Oh ... dah pinter sekarang."
"Sst!"
Si Kingkong mengepalkan tangannya, tanda bersiap untuk bertarung. Begitu pula si Genderuwo Merah, sudah siap menyambut tantangan si Kingkong.
BRUG!
Hanya dalam hitungan detik, mereka sudah mulai adu pukul. Sayang di sini tak ada yang jualan popcorn. Padahal pertarungan ini sangat seru, layaknya pertandingan gulat.
BRUG!
Benturan keras terjadi. Membuat anak perempuan itu bersembunyi di balik tubuhku. Selain itu, Kuntilanak yang sedang mandi pun berhamburan, masuk ke dalam hutan.
"Lama kali ah!" komentarku.
"Aku masih bermain-main dengan boneka lucu ini!" sahut Si Kingkong.
Seandainya aku jadi Genderuwo Merah, pasti akan kesal mendengar ledekan si Kingkong. Namun sayang, si Kingkong sudah mengikatnya terlebih dulu.
"Tolong lepaskan saya!" rengek Genderuwo Merah itu.
"Makanya jangan macam-macam!" ucap Si Kingkong yang sudah menyusutkan ukuran tubuhnya.
"Kalian boleh bawa anak itu, tapi lepaskan saya."
"Janji tidak akan macam-macam?"
"Saya janji."
Si Kingkong melepaskan ikatannya. Si Genderuwo Merah itu langsung lari ke dalam hutan.
"Udah, Dek. Jangan megangin tangan saya terus. Pegel!" Aku meminta anak perempuan itu untuk menjauh.
________
"Udah bisa berdiri, Kan?" tanyaku saat membuka mata.
Wilson dan Hendra membantu Andi berdiri.
"Tadi itu diapain sih, Mir? Sampe segitunya?" tanya Hendra.
"Diinjek sama dipeluk si Genderuwo Merah," balasku.
"Padahal gw kagak ngapa-ngapain," ucap Andi.
"Ya, dia ngerasa keganggu aja sama kehadiran kalian. Apalagi kalau ngobrolnya berisik. Ini tempat kan biasanya sepi."
"Bener. Lagian orang gak ada kerjaan mana yang datang ke sini tengah malem," sahut Wildan.
"Kita, Dan .... K-I-T-A!" balas Hendra.
"Yu! Ntar ada yang marah lagi repot," ucapku.
Kami semua pergi meninggalkan tempat itu. Sesampainya di mobil, Andi mengeluh lemas. Padahal kami berjalan tidak terlalu jauh. Ia pun duduk di dekat mobil dan meminta minum.
Hendra mengambil minum di mobil, kemudian menyerahkannya. Namun, Andi malah menangis.
"Huhuhuhu ... pulang, pulang." Andi merengek seperti anak kecil minta mainan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA AMIR (Sudah Terbit)
HorrorKumpulan cerpen dan mini cerbung, bedasarkan kisah nyata yang dimodifikasi ulang. Dikemas menggunakan bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Dengan sentuhan unsur komedi. Berkisah tentang perjalan hidup seorang remaja bernama Amir. Kehidupannya beru...