Sstt!
Sstt!
Amir ...."Apaan sih, Hen."
"Dih ... kok lu tau sih!" Kepala Hendra muncul dari balik pintu.
"Ya tau lah, kan gak mungkin Wildan juga."
"Heeh. Ngomong-ngomong lu udah ngejenguk Wildan?" tanya Hendra, sembari masuk ke kamarku dan tiduran di kasur.
"Belom, kan lu bilang besok siang. Gimana sih? Masih muda udah pikun."
"Argh! Lu kagak ngerti kode dari gw."
"Maksudnya?"
"Gak usah besok, sekarang aja yuk!"
"Idih ... sekarang udah jam 7 malem, Hendra! Ngapain ke rumah sakit malem-malem."
"Ya sekalian itu."
"Oohhh ... gw paham. Lama-lama lu stress juga ya, nyari begituan mulu. Entar giliran diikutin sampe kosan, teriak-teriak minta tolong."
"Hahaha, namanya juga anak baru, Mir. Masih penasaran lah sama 'mereka'. Yuk, cabut sekarang. Sekalian kita nginep nemenin Wildan. Katanya dia sendirian doang, kasian."
"Gw masih baca Slide Kuliah ini, Hen," ucapku sambil menatap layar laptop.
"Bawa aja laptopnya ke rumah sakit. Baca di sana!"
"Ni anak maksa banget dah."
"Yuk! Yuk!" Hendra mengangkat alisnya sambil tersenyum.
"Jijik, Hen! Gw mau, asal pake motor lu. Kan lu yang ngajak."
"Beres kalau itu sih. Gw tunggu di depan ya." Hendra bangkit dari kasur dan ke luar kamar.
Aku ganti baju dan memasukan laptop ke dalam tas. Setelah itu, pergi ke parkiran motor. Hendra sudah menyalakan motornya.
"Gerak cepet amat lu, Hen."
"Wooh, iya dong."
"Yuk! Cepetan, ntar kemaleman." Aku naik ke atas motor. Hendra pun langsung memacu sepeda motornya.
Sebenarnya jarak dari kosan ke rumah sakit lumayan jauh. Kira-kira butuh waktu 45 menit, jika menggunakan sepeda motor. Hanya saja, hasrat Hendra untuk berkenalan dengan 'Penghuni Rumah Sakit' sudah tak terbendung lagi. Begitulah sifatnya, semenjak bisa melihat 'mereka'.
"Biasanya di rumah sakit ada apaan aja, Mir?" tanyanya sedikit berteriak, karena suaranya hampir tenggelam dalam hembusan angin yang kencang.
"Banyak lah, Hen," balasku ikut berteriak.
"Contohnya?"
"Nanti juga lu liat sendiri! Yang penting sekarang konsen bawa motornya."
"Siap, Bos!"
Jujur saja aku deg-degan melihatnya mengendari motor dengan cepat dan mata batin terbuka. Khawatir akan terjadi benturan dengan 'mereka' yang tidak sengaja lewat atau menyebrang. Bisa-bisa dia kaget dan malah bikin celaka. Jadi saja aku harus menugaskan Si Tebo untuk mengamankan jalan. Dari 'Wanita-Wanita Centil' yang hobi mondar-mondar di jalan.
*
Kurang dari setengah jam, kami sudah sampai di depan rumah sakit. Lumayan cepat, mungkin karena Hendra memacu sepeda motor seperti orang kesetanan. Didukung dengan jalan yang agak sepi.
"Lu tunggu di sini dulu ya! Gw parkir bentaran." Hendra menurunkanku di depan lobi rumah sakit.
Tak lama, Hendra sudah kembali dari parkiran.
"Yuk, masuk! Anggap aja rumah sendiri."
Aku hanya bisa mengerutkan dahi. Mungkin temanku ini perlu dirawat di rumah sakit juga. Rumah Sakit Jiwa.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA AMIR (Sudah Terbit)
HorrorKumpulan cerpen dan mini cerbung, bedasarkan kisah nyata yang dimodifikasi ulang. Dikemas menggunakan bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Dengan sentuhan unsur komedi. Berkisah tentang perjalan hidup seorang remaja bernama Amir. Kehidupannya beru...