Selama seminggu ini, Kakek Yaman tidak pernah muncul. Aku jadi menyesal sudah menolak tawaran penjaga dari Mbah Gempol.
Kriet!
Pintu terbuka, wajah Wildan muncul dari balik pintu. "Loh, ternyata lu ada di kamar," ucapnya.
"Kagak ada," sahutku yang sedang rebahan di kasur.
"Terus lu siapa?"
"Setan."
Wildan buru-buru masuk kamar. "Jangan sompral, Mir."
"Emangnya kenapa?"
"Lu emang nggak denger berita yang beredar di kosan?" Wildan duduk di kursi.
"Berita apaan?"
"Si Niko dicegat Kuntilanak pas mau masuk kosan."
"Dicegat gimana?"
"Pas dia buka pager, itu Kuntilanak lagi duduk di teras."
"Kayak lu dong hobi duduk di teras."
"Itu dulu! Sekarang gue nggak mau lagi duduk di sana."
"Hahahaha." Aku tertawa sembari berpikir. Memang, akhir-akhir ini suasana kosan agak berubah. Anehnya aku tidak melihat kehadiran Kuntilanak itu.
"Woi, Mir. Malah bengong," tegur Wildan.
"Untuk sementara waktu, lu jangan pulang dulu. Takutnya entar dicegat terus pingsan. Repot angkutnya."
"Sekarang sih batasnya jam sembilan udah ada di kosan."
"Bagus lah." Aku bangkit.
"Mau ke mana, Mir?" tanya Wildan.
"Ke kamar mandi. Mau ikut?" sahutku, seraya ke luar kamar.
Posisi kamar mandi berbatasan langsung dengan lapangan. Sehingga ada ventilasi yang mengarah ke sana. Dari awal masuk aku sudah melirik ventilasi itu, khawatir ada sesuatu yang muncul di sana.
Kekhawatiranku pun terjadi, mulai tercium aroma bunga melati yang menyengat. Aku kembali melirik ke arah ventilasi, ada mata putih menyala dari balik kegelapan. Ingin membaca doa, tapi posisi sedang berada di dalam kamar mandi. Spontan aku menundukkan kepala, fokus mengosongkan kandung kemih. Setelah itu, bergegas ke luar dari kamar mandi.
"Napa muka lu cemberut gitu, Mir?" tanya Wildan.
"Nggak apa-apa." Aku langsung menjatuhkan diri ke kasur.
"Jangan tidur, Mir. Malam minggu."
"Ya, terus kenapa kalau malam minggu?"
"Waktunya jalan-jalan lah!"
"Malam minggu di Bandung tuh bisa tua di jalan, Dan."
"Ya jangan pake mobil. Pake motor aja."
"Motor siapa?"
"Si Abdul, orangnya lagi pulang ke rumah."
"Lah, gimana cara minjemnya kalau dia pulang ke rumah."
Wildan mengodok kantong celananya. "Nih, kuncinya ada di gue!"
"Kok bisa?" tanyaku, heran.
"Gue minjem pas sebelum dia pulang."
"Oke deh kalau naek motor."
"Lu yang nyetir, ya!"
"Hooh."
Sekitar pukul delapan malam, kami berangkat dari kosan. Niat awalnya hanya jalan-jalan di sekitar kampus. Entah kenapa, malah bablas sampai ke daerah Lembang.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA AMIR (Sudah Terbit)
HororKumpulan cerpen dan mini cerbung, bedasarkan kisah nyata yang dimodifikasi ulang. Dikemas menggunakan bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Dengan sentuhan unsur komedi. Berkisah tentang perjalan hidup seorang remaja bernama Amir. Kehidupannya beru...