Penari Ronggeng di Lantai Dua Pasar #2

3.5K 500 11
                                    

Rombongan terbagi menjadi dua. Aku, Hendra, Caca dan Manda, ikut di mobil Wildan. Sedangkan Galih dan Erwin, menaiki mobil lain. Katanya, Erwin masih mau menjemput beberapa temannya lagi.

"Tumben Dan, lu mau ikut penelusuran," sindirku.

"Kan hari ini Manda ulang taun. Udah ditraktir masa gw gak ikut sih," balasnya sambil mengemudi.

"Jangan sampe kesurupan, Ya! Gw capek ntar ngangkat badan lu."

"Yeee ... dulu juga kan gara-gara lu!"

Kami pun tertawa. Obrolan ringan terus berlanjut. Tak terasa, kami sudah tiba di tempat tujuan. Kulihat jam di layar ponsel, sudah hampir tengah malam.

Di parkiran, kami masih harus menunggu mobil Erwin tiba. Sekitar sepuluh menit kemudian, mereka sudah tiba. Erwin membawa dua orang temannya. Namanya, Fadil dan Taka. Jadi totalnya kami bersembilan.

Perasaanku sudah tak enak, saat kami mulai berjalan dari tempat parkiran menuju tangga lantai dua. Kondisi pasar menjelang tengah malam agak sepi. Apalagi bagian depannya di dominasi toko pakaian yang sudah tutup.

Dari kejauhan aku sudah melihat tangga menuju lantai dua. Bagi orang kebanyakan mungkin terlihat biasa saja. Namun, tidak bagiku. Jelas sekali aku melihat banyak makhluk yang sedang duduk di anak tangga. Apakah mereka menyambut kehadiran kami? Entahlah.

_____

Semakin mendekat, energi 'mereka' semakin kuat. Badanku pun mulai bereaksi, mengeluarkan hawa panas.

"Kok gw udah merinding aja," keluh Manda.

"Sama gw juga," timpal Hendra.

Namun, aku tak menjawab keluhan mereka. Mataku terus menatap tajam ke depan. Berusaha mengusir makhluk-makhluk itu dari anak tangga.

Awalnya 'mereka' tidak mau pergi. Namun, saat jarakku tinggal beberapa langkah di depan tangga, 'mereka' pun berhamburan ke lantai dua. Seketika itu, energi aneh mulai terasa. Energi negatif yang sangat kuat, arahnya dari lantai dua.

"Sekarang kepala gw malah pusing," ucap Manda, sambil memegang keningnya.

"Iya, sama," balas Hendra.

"Sama-sama mulu si Hendra daritadi," sahut Wildan.

"Beneran, Dan. Kagak bohong gw."

Sebenarnya itu efek standar bagi orang-orang yang memiliki sensitivitas tinggi. Apalagi energi yang dipancarkan dari penghuni lantai dua ini sangat besar.

"Duluan, Mir!" Wildan memintaku naik lebih dulu.

______

"MAU APA KE SINI." Baru satu langkah menaiki anak tangga, tiba-tiba terdengar suara menggema dari atas. Aku menoleh ke belakang, khawatir terjadi sesuatu pada teman-temanku.

"Ada apa, Mir?" tanya Hendra curiga.

"Gak," balasku seraya lanjut melangkah. Pura-pura tidak dengar suara dari atas.

"Hati-hati," ucapku memperingatkan teman-teman yang mengikuti di belakang. Soalnya tangga agak licin dan tidak ada pegangan.

Aku pun sampai di lantai dua. Kondisinya gelap, tak ada sama sekali penerangan. Hanya ada pendar cahaya lampu dari luar, yang menembus jendela tanpa kaca.

Kuedarkan pandangan mengamati setiap sudut lantai dua. Terlihat banyak makhluk halus yang sedang bergerombol di pojokan. Tepatnya di area yang benar-benar gelap.

"Rame, Mir?" tanya Hendra.

"Rame," balasku.

"Ada apa aja?" tanya Erwin.

CERITA AMIR (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang