Seperti dugaanku sebelumnya, Wildan kesulitan untuk mencari tempat parkir. "Kan!" Satu kata ini cukup untuk membuatnya sedikit menyesal.
"Tuh ada yang kosong!" seru Wildan.
"Anda beruntung sekali saudara Wildan," balasku.
Setelah memarkirkan mobil, kami jalan-jalan santai sembari mencari resto yang agak sepi.
"Di sini aja?" tanya Wildan.
"Iya," sahutku, sembari melihat sekitar. Takut ada sesuatu di dalam resto. Ternyata aman-aman saja.
Kami melangkah masuk dan disambut oleh seorang pramusaji. Wildan memilih tempat duduk agak pojok dan langsung memesan makanan.
Setelah menunggu 15 menit, pesanan kami datang. Wildan makan dengan lahap, seperti belum makan tiga hari. "Ngebut apa, Dan. Mau ke mana?" tegurku.
"Ini kan cuman makanan pembuka," balasnya.
"Pembuka?" Aku melirik Nasi Bebek pesanannya.
"Iya, abis ini kita cari tempat lain," sahutnya tanpa beban.
"Kita? Lu aja, Dan. Gue dah kenyang."
"Seriusan lu nggak mau ikut?" tanyanya, sembari menyelupkan potong daging bebek ke sambal yang berwarna merah.
"Hooh." Aku sudah memesan Ayam Katsu berukuran jumbo. Rasanya tak kuat jika harus makan lagi. Selain itu, tak mau menghabiskan uang banyak untuk satu hari makan.
"Yah ... padahal gue pengen traktir."
"Traktir? Dalam rangka apa?" tanyaku.
"Kemaren kan gue ultah," balasnya.
"Hah? Sorry gue nggak tau, Dan."
"Ya, makanya gue kasih tau."
"Ya udah kalau mau traktir, sepuluh kali makan juga gue siap."
"Nggak sampe segitunya juga kali, Mir."
"Hahaha, iya. Gue ucapin selamat ulang tahun. Semoga panjang umur dan semua harapan lu terkabul."
"Aamiin! Makasih, Mir. Sekarang kadonya mana?"
"Wah ternyata ada maksud terselubung."
"Canda, Mir."
Selesai makan, kami berpindah ke resto lain yang tak begitu jauh. Kali ini menunya berupa camilan dan minuman beraneka rasa.
"Makannya pelan-pelan aja, sambil nunggu magrib," ucap Wildan.
"Emang lu mau ke mana lagi?" tanyaku.
"Pulang ke kosan."
"Kalau mau balik sebelum magrib, Dan. Tuh liat jalanan udah macet parah."
Wildan menoleh ke jalan, "Berarti diundur aja pulangnya. Agak maleman."
"Wuih! Bakal ada traktir tahap tiga dong."
"Hooh, santai."
Akhirnya kami sampai ke kosan pukul 10 malam. Punggung ini rasanya pegal sekali, karena terlalu banyak duduk. Perut pun kembung karena terlalu banyak makan dan minum. Aku langsung membaringkan tubuh di kasur.
"Amir." Terdengar suara seseorang memanggilku.
Aku membuka mata, cukup terkejut melihat Kakek Yaman sedang berdiri di samping kasur. "Kakek!" seruku, seraya bangkit.
Anehnya tubuh ini malah melayang. "Loh? Saya kenapa, Kek?" Aku bertanya pada Kakek Yaman.
"Kamu harus tenang," balasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA AMIR (Sudah Terbit)
HorrorKumpulan cerpen dan mini cerbung, bedasarkan kisah nyata yang dimodifikasi ulang. Dikemas menggunakan bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Dengan sentuhan unsur komedi. Berkisah tentang perjalan hidup seorang remaja bernama Amir. Kehidupannya beru...