Memutus Jerat Pesugihan #6

4.1K 558 15
                                    

Sebulan kemudian ... tepat di malam jumat. Aku sedang bermain game mobile bersama teman komplek di lapangan.

Hihihihihi ....

"Lu denger gak, Mir?" tanya Dudi yang duduk di sebelahku.

"Denger apaan?"

"Coba lepas earphonenya." Dudi menarik earphone-ku hingga terlepas.

"Apaan sih, Dud? Gak ada apa-apa juga." Aku tidak mendengar suara apapun.

"Ih ... tadi ada yang ketawa, Mir."

"Ah, salah denger kali."

Hihihihihi ....

"Tuhkan! Merinding gw asli dah."

Aku melihat sekitar, mencari sumber suara itu. Oh ... ternyata itu ulah si Canih, Kuntilanak penghuni toren. Dia sedang duduk sambil memelintirkan rambutnya di atas sutet.

"Lu dah liat, Mir?" tanya Dudi.

"Udah, tuh lagi nangkring di atas sutet. Bentar deh, Dud, gw mau tanya ngapain dia kemari." Aku mulai berbicara melalui batin.

"Canih! Kan gw dah bilang jangan keliaran di sini. Lu mau bikin heboh satu perumahan lagi?"

"Amir, abisnya gak betah di sana."

"Gak betah gimana? Kan biasanya lu suka-suka aja nontonin Dani mandi."

Hihihihihi ....

Canih tertawa cekikikan.

"Jangan ketawa, Canih! Itu mulut mau gw jait?"

"Jahat ih ... tapi bener Amir, aku lagi gak betah di sana."

"Kenapa sih?"

"Kamu liat aja sendiri, rumah kamu lagi ramai."

"Ramai?"

"Iya, cepat pulang, Mir! Mereka sudah datang." Si Hitam tiba-tiba muncul di hadapanku.

"Mereka siapa?"

"Kamu lihat saja sendiri!"

Aku beranjak dari kursi.

"Mau kemana lu, Mir?" tanya Dudi.

"Gw balik dulu ya."

"Beuh, cepet amat."

"Iya ada urusan mendadak."

"Oh ... ok."

Aku pun bergegas pulang ke rumah. Sedangkan si Canih dan Hitam sudah pergi duluan.

Sambil berjalan pulang, kuedarkan pandangan melihat situasi perumahan. Tidak seperti biasa, makhluk-makhluk gaibnya bisa terbilang sepi. Bahkan Kuntilanak yang biasa nongkrong di pohon kayu putih pun tidak terlihat.

Suasananya berubah ketika aku berbelok ke jalan depan rumah. Di sana sudah ramai dipadati 'mereka'. Mereka berjajar, di depan rumahku layaknya sedang berdemo. Didominasi oleh gerombolan Kuntilanak dan Pocong.

"Rame amat ini, tumben," ucapku ketika melewati kerumuman pocong yang berbaris.

"Ada apa sih, Kong." Aku bertanya pada Si Kingkong yang sedang duduk di atas atap.

"Kamu bikin ulah lagi? Sampe pada demo gini," imbuhku.

"Bukan saya, tapi kamu," balasnya.

"Kok aku?"

"Dukun itu sudah mati. Sekarang anak didiknya ingin membalas dendam."

"Berapa orang?"

"Hitung saja sendiri!" Si Kingkong terbang, masuk ke kamarku.

CERITA AMIR (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang