Rambut di Mangkuk Mie Ayam

4.4K 604 7
                                    

Rasa lapar di malam hari, membuatku dan Wildan terpaksa berkeliling kota, mencari tempat makan. "Makan di mana, Mir?" tanya Wildan, seraya mengemudikan mobil.

"Di Pujasera aja kali, Ya? Banyak pilihan makanan."

"Sip!" Wildan mengarahkan mobil ke Pujasera di tengah kota. Sesampainya di sana, ia menurunkanku tepat di depan Pujasera. Kemudian ia menuju tempat parkir di sampingnya.

*

"Yuk!" ajak Wildan setelah memarkirkan mobil.

Kami berjalan mengelilingi Pujasera, melihat-lihat menu makanan apa yang dijual. Ada belasan resto, yang menjual aneka makanan dan minuman. Aku pun mengamatinya satu persatu.

"Jadi mau makan apa, Dan?" tanyaku.

"Hmm ... gw lagi males makan nasi. Makan mie aja, Yuk!" sahutnya.

"Ya udah lu pilih yang mana, gw sih bebas."

"Yang itu aja." Wildan menunjuk resto di pojok kiri, yang cukup ramai.

"Kenapa gak yang itu aja." Aku menunjuk resto di sebrangnya, yang agak sepi.

"Sepi gitu, berarti kurang enak makanannya."

"Ah sok tau, kalau rame gw males antrinya. Dah laper banget nih."

"Gw ngalah dah. Tadi katanya bebas, tetep aja lu yang milih," keluh Wildan seraya berjalan ke arah resto rekomendasiku. Sementara aku mengikutinya dari belakang.

Di depan resto, terpampang menu olahan mie. Kami berdiri sebentar sambil melihat menu dan harganya.

"Cocok?" tanyaku.

"Ya udah." Wildan masuk ke dalam.

"Selamat malam," sapa salah satu pekerja resto. Kami pun hanya membalasnya dengan senyum.

Setelah memilih tempat duduk. Tidak lama kemudian pramusaji pun datang, memberikan kertas menu.

"Langsung aja, Mbak." Sebelumnya Wildan sudah memilih menu duluan.

"Mie Ayam Bakso plus Ceker pedas ya."

"Saya yang tanpa Ceker," pesanku.

"Minumnya?"

"Es teh manis aja, dua."

"Ditunggu ya, Mas." Pramusaji itu menuju kasir dan memberikan daftar pesanan kami.

*

"Kenapa gak yang itu aja si, Mir?" bisik Wildan, yang masih mengingikan makan di resto sebrang.

"Yang rame belum tentu enak."

"Kalau gak enak, gak mungkin rame."

"Lu gak inget makan Soto di jembatan dulu? Enak dan rame tapi ...."

"Ada bocah kencingin kuah sotonya. Huek, jadi jijik kalau inget itu, Mir." Wildan memotong ucapanku.

"Makanya."

"Di sini aman, Kan?"

"Insya Allah."

"Kalau di sana?"

"Argh ... lu mancing-mancing."

"Aman?"

Aku menggelengkan kepala.

"Oh ... ya sudah lah sekarang gw ikhlas makan di sini." Wildan pun tertawa.

Pramusaji mengantarkan dua mangkuk mie ayam beserta minumannya. Setelah itu kembali ke tempat duduknya di dekat kasir.

CERITA AMIR (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang