20. Latihan Sebelah Kaki

2.6K 499 14
                                    

Amna: Checking my status. Someone tried to kill me.

Alex: Hold on! I already told Rindi about that.

Rindi: Give me a day more!

---

Balkon kamar ini begitu indah menghadap sisi kanan rumah. Di sana, ada dua kolam renang sekaligus yang berdampingan. Kolam dewasa dan kolam anak. Siapa lagi jika bukan untuk Raniya. Kududukkan badan di kursi rotan beralaskan bantal empuk. Ditemani suara hewan yang terbangun di malam hari, pun temaram lampu balkon. Kubuka ponsel demi membaca ulang pesan yang kukirim beberapa hari lalu.

Mengetahui fakta bahwa ada seseorang mengincarku, membuat tidurku tak nyenyak, meski ranjang mewah menjadi alas setiap malam. Tama berjanji akan mengungkap siapa dalang yang berada di balik penembakan kala itu, usai memastikan bahwa aku tak akan kemana-mana dari janji satu bulan yang kubuat padanya. Ia pun memenuhi janjinya untuk tak menyentuhku hingga pernikahan dihelat. Perhelatan yang bagiku mustahil adanya. Jika terpaksa aku tak bisa mencegah acara itu berlangsung, aku telah mengikrarkan diri dari hati, akan kabur apapun resikonya. Aku telah menjadi milik Arya Abikama, dan itu ... akan terjadi selamanya. Meski kini, hidupku adalah kepura-puraan, dan ia serba tak bisa kubaca pergerakannya.

Lantas, haruskah kali ini aku bisa mempercayakan semuanya pada seorang Wiyatama, perihal bantuan yang ia tawarkan? Ia sendiri yang menuturkan sebuah petuah agar aku tak boleh menaruh kepercayaan pada siapapun di rumah ini.

---

Seminggu lebih terlewat tanpa hasil kudapat. Rindi diam. Ia mengaku tidak menemukan data apapun, meski hanya semudah jejak kamera pengawas. Mungkinkah telah disingkirkan oleh Tama? Atau sang dalang penembakan? Pun Alex dan Om tidak memberi informasi sekecil apapun. Aku tahu, Alex memang pemimpin misi kali ini. Ia memegang kendali akan segala yang akan kami lakukan. Namun, bukankah aku juga berhak tahu? Nyawaku dipermainkan di misi ini.

Seminggu pula, aku tak keluar dari rumah ini. Hanya sebatas kamarku, kamar Raniya, juga taman belakang. Aku sempat hampir berjalan ke gudang misterius itu, dengan alasan berlatih berjalan. Aku ingin segera berlari. Hingga sebelum mencapai mulut pintu gudang, dua orang penjaga bertubuh besar berbalut setelan hitam mencegahku.

"Kenapa jalan-jalannya jauh banget? Taman bawah saja, saya rasa cukup," periksa Tama.

Tiap usai makan malam, Tama mengetuk pintu menghampiri kamarku. Dengan dalih, mengantar Raniya yang akan tidur bersama. Seminggu ini Raniya resmi menjadi peneman tidurku. Shenny tetap menjalankan tugasnya, di sofa peninggalanku di kamar Raniya, bersama Panjul menjadi penjaga pintu. Dua lagi tambahan penjaga untukku bernama Mona–yang sudah aku kenal baik–, dan seorang lagi bernama Reno. Entah apa tugas mereka. Menjagaku dari segala ancaman yang ada, atau justru menjadi mata Tama mengawasi agar aku tak bertingkah dan kabur dari rumah ini.

"Mau jawaban jujur?"

Tama yang duduk di kursi sebelah ranjang, mengedikkan bahu. Ia memperingatkanku setiap masuk kamar ini, agar aku tak berlama-lama berdiam di balkon. Ia selalu tahu gerak-gerikku. Pastinya, juga mengetahui apa yang akan kukatakan. Belakangan, aku menjadi jujur soal apa yang akan dan telah kulakukan pada Tama. Tama tak bisa ditipu. Membohonginya, berarti merusak kepercayaan. Kecuali, satu hal. Statusku.

"Saya penasaran. Hanya itu satu tempat yang saya belum pernah tahu isi ruangannya."

"Tidak ada urusannya sama kamu. Sampai nikah pun, rasanya kamu tetap tidak akan punya kepentingan main ke sana."

"Om-om bodyguard suka bawa kotak-kotak besar Ma, masuk ke sana," aku Raniya. Ya, aku sudah menduganya. Hanya saja itu bukan fokus utamaku. Pencarianku adalah pusat data informasi barang-barang tersebut dikelola.

Sulit Akur (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang