31. Diam-diam

2.7K 598 113
                                    

Konon, bagi kebanyakan penghuni dunia ini, bisnis yang takkan tergerus oleh inflasi adalah bisnis logam mulia. Menyimpan emas, jual beli emas adalah pilihan tepat berinvestasi. Aku sempat bertanya-tanya, mengapa pria yang sedang menekan beberapa tombol angka password di depan, amat serakah ingin menguasai segala bisnis. Termasuk, ilegal sekalipun. Padahal ia telah menguasai apa yang orang kejar dalam berburu keuntungan masa depan.

Menurut informasi awal yang kudapat dari Om kala itu, dalam sirkulasi Gold Mining Tbk. memang sedang terjadi penurunan hasil tambang konsentrat dalam 3 tahun terakhir. Dari 12 ton menjadi 9 ton emas saja. Peringkat yang sejak zaman Orde Baru terus bertahan di urutan kedua setelah Freeport, kini turun dikalahkan oleh Martabe dan Batu Hijau.

Sembari menghafal kombinasi sandi masuk ke pintu besi khusus di depan, aku masih tak habis pikir apa yang pemilik tambang dengan luas area konsesi 80 ribu hektar di Sumatera Selatan ini, lakukan. Sebangkrut-bangkrutnya kerajaan Wiyatama, ia masih menjadi pemilik saham terbesar Rastari Air.

"Kenapa?"

Kenapa membawaku ke sini, maksudnya. Ke gudang kayu yang ternyata hanya kamuflase. Di dalamnya, masih terlapisi dinding tebal kedap suara. Ruang pertama yang kulewati, hanya ruang kosong dengan satu set sofa dan meja kaca. Ada seorang pria bagai resepsionis menyambut kami. Lainnya, penjaga di setiap ujung. 6 meter ke depan, kami dihadapkan pada pintu besi bersandi ganda. Tama harus memasukkan delapan angka acak dan sidik 5 jari untuk bisa masuk ke dalam ruang di balik pintu itu.

"Bapak mau memangsakan diri sama saya?"

"Kita sedang taruhan kepercayaan, Am. Siapa tahu, jika kamu sudah melihat segalanya, kamu akan membuka isi kepala ini sama saya tanpa tersisa," usapnya lembut sedetik di kepala. Sekilas, aku mencoba menghindar. Ada sirat jengah dari senyum Tama. Ia hafal sekali jika aku anti disentuh siapapun.

"Jangan berspekulasi."

"Otak pebisnis memang full sama spekulasi." Tama mendekat dan berbisik di depan telingaku. "Spekulasi ... yang penuh perhitungan."

Aku tak menjawab. Manikku lebih takjub mengamati kecanggihan semacam SPYDER berada di kediaman seseorang. Kuaktifkan diam-diam kamera perekam super mini di kancing baju yang terhubung langsung pada Gandhi, pengintai dari tim Bang Roni. Ia mengirimiku balasan sehari setelah si Bos Sopir Pura-Puranya menerima alamat email yang kutinggalkan dalam selembar kertas di rest area. Aku bermain sendirian. Gandhi hanya support tambahan dari Bang Roni di saat Rindi telah menendangku keluar dari tim. Sekarang, kurasa Alex pasti sedang menggeram tak terima, aku mendapat akses yang hanya dimiliki Tama dan Demian.

Berkotak-kotak senjata rakitan menumpuk di kanan-kiri, sepanjang aku berjalan mengikuti Tama. Ada sebuah ruangan kecil berkaca di depan dengan beberapa layar datar menampilkan CCTV area yang aku belum tahu letaknya. Tama melewati begitu saja. Aku terus diajak ke ruang kaca selanjutnya yang lebih besar lagi, dimana 10 operator duduk di depan masing-masing layar. Entah apa yang mereka operasikan. Satu keanehan nampak dari seorang pria tambun di bangku ujung. Aku ingat betul tinggi badan, ukuran perut barunya, dan tatap mata menyipit di balik wajah palsu yang ia samarkan menggunakan kacamata. Pria itu mengamati lekat sejak tadi aku menepakkan kaki pertama kali di ruang kendali ini.

"Ini pusat transaksi bisnis hitam yang mau kamu tahu. Orang-orang di sini rela mati demi mengejar gaji besar."

"Benarkah?" tanyaku mengejek tak percaya.

Aku menahan tawa. Antara riang mendapat jackpot, sekaligus tak habis pikir apa yang ada di benak Tama. Tujuanku jujur pada Tama, memang memancing pria sejuta rencana ini agar menyelidiki SPYDER. Untuk apa SPYDER menginginkan data transaksi seluruh bisnis Wiyatama dan memasukkan nama seseorang yang belum aku ketahui siapa dia, karena nyatanya misi ini kacau di tengah jalan. Aku sedang mencapai satu titik puncak dimana amat menginginkan informasi SPYDER dan seisinya. Sama sepenasarannya seperti dulu ketika Bima mengetahui satu rahasia Om sebelum meninggal. Menyodorkan nyawa tepat di taring singa Wiyatama yang siap mengoyak sampai habis atau memilih menyimpanku sebagai hidangan penutup. Nyatanya, singa itu menyiapkan calon istrinya ini sebagai menu lezat terakhir.

Sulit Akur (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang