Taman belakang Rumah Wiyatama di Lembang berubah dalam semalam menjadi venue pernikahan mewah serba putih. Bunga mawar putih, tulip, berpadu daisy warna senada, memenuhi dekorasi pelaminan. Di tengahnya terukir huruf A dan T, inisial pengantin sore ini.
Kursi kayu, meja kayu, pagar kayu buatan, dipercantik oleh tempelan karangan bunga kecil di setiap ujungnya. Orang-orang berbaju serba putih. Termasuk aku, yang memandang dari balkon kamar. Gaun cantik elegan nan modern rancangan Anneke Hera, membalut sempurna di tubuh. Serangkai tulip segar telah kugenggam.
Aku bersiap turun, menunggu seseorang memanggil.
Langit amat cerah tak seperti pernikahanku Desember lalu yang sendu. Kuusap dada yang degupnya mulai mengencang.
Ini hari penentuan.
Mengapa setiap aku menjadi pengantin, suasana hati amat tak nyaman? Seharusnya ini menjadi momen paling membahagiakan bagi setiap wanita di dunia yang bergelar mempelai.
Aku berharap ukiran huruf A di sana mewakili Amna, karena Ami takkan pernah menikah lagi. Aku juga berharap, rencana Bang Roni yang Raya bisikkan padaku tadi pagi, benar terlaksana.
Khusus meminta tolong Raya, Bi Sumi, dan Ishak untuk menjaga Raniya. Orang-orang yang paling kupercaya di saat sisa keyakinan di hati mulai tandas.
Beberapa hari menjelang pernikahan, Ishak benar mendekatiku. Kami merancang banyak hal dalam mengumpulkan bukti kasus Rumana. Sekaligus berusaha melindungi dari ancaman yang sewaktu-waktu bisa merenggut nyawa kami. Tama terlalu sibuk mengurus semua bisnisnya sendirian, sampai tak ada waktu mengawasi kami. Kecuali, ketika konsekuensi bagi Ishak kembali muncul. Ia menemukan visa keluaran terbaru tujuan Polandia atas namanya tadi pagi. Dua hari setelah acara pernikahan, Tama akan memberangkatkan adik bungsunya ke negeri antah berantah. Lagi-lagi. Rencana ... yang mungkin akan batal hari ini.
Bang Roni akan melakukan penyergapan dan penggeledahan tepat acara pernikahan dimulai. Waktu akurat karena sebagian besar daftar undangan adalah nama-nama yang tercantum di data yang ada.
-----
Tiga hari lalu, Alex benar membekapku di kamar mandi. Tempat teraman tanpa penyadap.
"Besok pagi jadi hari pemakaman lo, Am, kalau malem ini gue nggak dapet yang Om mau, ada di tangan gue."
Aku terbahak dalam pasokan oksigen yang mulai menipis. Tersudut di ujung jacuzzi dalam posisi Alex mencekik erat leher.
Hanya sebentar, karena setelahnya lelaki itu melepas. Ia mengajakku meneruskan baku hantam kami, demi skenario melepas sambungan komunikasi yang terhubung pada Rindi.
Kami tertawa getir bersama. Meratapi nasib, bersandar di lantai basah akibat kran patah. Aku menanyai ulang penawaran kala itu. Akan dipihak siapa ia berdiri. Nyatanya, demi keselamatan, Alex tetap akan melanjutkan misinya. Namun, ia mau berbaik hati sekali akan membantuku menyelidiki kasus Bima.
Keselamatan keluarga juga masih harus terjamin sampai aku kembali pulang. Pada akhirnya, kuserahkan salinan versi asli data rahasia Tama. Tak perlu lagi ada di genggamanku. Arya telah memiliki semua info. Termasuk pola kombinasi password yang kemungkinan malam itu bisa Alex gunakan untuk menyusup.
Misi Alex dan Rindi tuntas hari itu juga.
"Nama yang harus gue hapus, Ram Omar. Nama baru yang harus gue input, Banu Wijaya Wongso. Dan lo tahu ini artinya apa?"
Aku tak habis pikir. Ini gila!!! Ram Omar ingin menghabisi karir Pimpinan BNPK? Mungkinkah ini ada hubungannya dengan kasus korupsi yang sedang memanas di media massa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sulit Akur (COMPLETED)
RomanceAmna dan Raden. Nama samaran dari dua orang mata-mata, yang berasal dari dua agensi berbeda, namun mempunyai misi yang sama. Menaklukan gembong mafia, dan mengungkap semua bisnis terselubungnya. Bagai kucing dan anjing, mereka tak pernah akur. Salin...