4. Genggaman Turbulensi

5.4K 851 30
                                    

"Kenapa lepas baju? Gak dingin?"

"Ini 'kan malam pertama kita, Bang. Abang gak ... mmm ... " tanyaku ragu menatap matanya. 

"Gak apa?" tantangnya berdiri di hadapanku yang sudah hampir melepas kemeja tidurku sendiri di tepi ranjang. Aku hampir saja melucuti sendiri bajuku itu untuk menghadapi malam ini, hingga kedua tangannya menghentikan tanganku di tiga kancing terakhir. 

"Gak usah kalo belum mau."

"Hah? Bukannya harusnya ... ini tugas Ami?"

"Abang gak mau ini cuma jadi tugas Ami. Tapi Abang mau Ami juga menginginkan ini."

"Trus ngapain dong kita malem ini?"

"Ya terserah. Tidur boleh, baca boleh, main handphone juga boleh. Apa aja boleh," jawabnya yang kembali mengancingkan kemejaku satu per satu hingga paling atas. 

"Dah. Abang mau tidur. Ngantuk."

Hap! 

Hampir saja aku terperanjat. 

Dia melompat melewati kakiku dengan satu tangan sebagai tumpuan, menuju sisi ranjangnya sendiri. Sedetik kemudian, dirinya sudah menarik selimut dengan cepat, lalu tidur memunggungiku. 

Aneh. 

Dia memang lelaki aneh yang baru kusadari sejak beberapa bulan lalu ketika kami dijodohkan. Pria lain sudah pasti akan langsung menerkam diriku yang seksi ini begitu lampu hijau aku nyalakan. 

Pun ketika dulu aku mengerjakan misi menaklukan koruptor mesum yang aku dan Vava jebak di sebuah club malam, mata buaya sang target seketika terbuai, hingga akhirnya takluk dalam jebakan kami. 

Jebakan palsu yang dibuat seolah-olah semua nyata terjadi. 

Padahal tidak. 

SPYDER lebih sering memberiku misi-misi baik, yang sekiranya lama dieksekusi melalui jalur hukum atau tertahan birokrasi yang bertele-tele. Di kehidupan nyata, semua bisa terproses hingga berbulan-bulan. Namun dengan kami, semua terselesaikan hanya dalam jentikan jari. 

Sejurus dengan itu, SPYDER melindungi secara penuh identitas dan keamanan diri agen rahasianya. Semua misi sudah dirancang dengan jumlah personil dan amunisi khusus yang mengutamakan penyelamatan nyawa para agennya. Termasuk, misi yang mengancam kesucian kami para agen wanita. 

Lantas, bagaimana dengan suami baruku ini? 

Mungkinkah dia menderita disorientasi seksual? 

Jika itu benar, aku bisa menarik benang merahnya bahkan sejak kami sekolah dulu. 

Dia tidak pernah sekalipun berpacaran atau tertarik dengan salah satu perempuan yang mengejarnya. 

Dia juga masih saja tidak punya pasangan hingga di usia tiga puluh satu tahunnya ini. 

Dan sekarang, dia bahkan menolakku yang jelas-jelas sudah berstatus halal menjadi istrinya. 

Aku tidak peduli. 

Misiku hanya menikah, hamil, memberi cucu, lalu kembali menjadi Amna Arisa. 

---------------

Tiga hari kami memperpanjang waktu liburan kami di Bali. Keluarga inti sudah pulang di hari kedua setelah pernikahan digelar. 

Aku dan Arya menghabiskan waktu dengan menikmati beberapa kado voucher tempat wisata yang kami dapat dari rekan-rekan kerja Arya.

Di pernikahan kemarin, hanya aku sendiri yang tidak punya daftar tamu undangan asli. Semua undangan kebanyakan adalah tamu orang tuaku, orang tua Arya, dan teman Arya. Sedangkan tamu undanganku, semua adalah orang sewaan. Om membantuku menyewa sekitar sepuluh pasang orang untuk mengaku sebagai teman kerja divisiku di perusahaan IT terkenal di Bandung yang menjadi kamuflaseku selama ini.  

Sulit Akur (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang