17. Pergi

1.6K 141 45
                                    

-o0o-
H A P P Y
R E A D I N G
-o0o-

Alfi baru saja menyelesaikan bacaan Al-Qur'an-nya, kini dia bersiap untuk shalat subuh. Dia memakai mukenanya, setelah dirasa sudah rapi, Alfi keluar dari kamarnya menuju masjid gede.

Saat Alfi melewati asrama putri, dia tidak sengaja mendengar bisik-bisik para santri tentang lamarannya. Tanpa dia duga, ternyata seluruh warga pesantren sudah tau tentang hal itu.

Alfi melanjutkan perjalanannya, dia memekik kala seseorang meraih pergelangan tangannya.

"Eh, Afwan, Ning. Tadi ada ulat nempel di lengan Ning Alfi," ujar orang itu yang sepertinya santriwati.

Alfi mengangguk ramah, dia segera berjalan lebih jauh. Dia merasa risih menjadi buah bibir santri-santrinya. Bagiamana bisa, kabar sebesar ini sudah melebar ke mana-mana.

"Eh, Ning. Selamat ya, Ning. Semoga lancar sampai pernikahan," ucap salah satu ustadzah saat berada di serambi masjid.

Alfi tersenyum canggung, dia mengangguk dan bergegas masuk ke dalam masjid. Untuk sesaat, biarkan dia melupakan semua ini. Sebenarnya dirinya bingung, kenapa dia tidak bahagia? Kenapa hatinya merasa ada yang hilang. Setelah peristiwa di taman kemarin, pikirannya tidak bisa tenang. Kenapa takdir mempermainkan perasaannya?

Dikala dia mencintai seseorang, takdir menjauhkannya. Namun, ketika hadir orang lain, takdir mengembalikan masa lalunya. Kenapa semua berjalan seolah memutar tanpa arah?

Alfi bersimpuh di atas sajadah, menadahkan tangannya memanjatkan doa. Doa kebaikan dunia dan akhirat. Doa meminta petunjuk dan jalan terbaik menurut Allah.

Seusai shalat Subuh berjamaah dan tadarus hingga pukul tujuh pagi, Alfi segera beranjak meninggalkan masjid. Namun, dia dibuat kaget ketika melihat seorang wanita bercadar duduk di kursi teras rumahnya sambil membaca Al-Qur'an melalui mushaf kecil digenggamannya. Tunggu, bukankah itu perempuan yang sama saat di Rumah Sakit? Perempuan yang berbeda satu ruangan bersama Raihan.

"Assalamualaikum, em, maaf. Cari siapa, mbak?"

Perempuan itu menyudahi bacaan Al-Qur'annya, dia menatap Alfi dengan mata menyipit—sedang tersenyum.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah, saya cari kamu. Kamu, Alfi, 'kan?" Tanya perempuan itu. Alfi mengangguk.

"Saya ingin bicara." Alfi mengerutkan keningnya. "Tentang adik saya, Raihan," sambung perempuan itu.

Alfi terhenyuh mendengar ucapan perempuan di hadapannya. Jadi, dia sudah salah paham? Ternyata, perempuan bercadar ini kakaknya Raihan? Argh! Hanya karena hal kecil, Alfi menerima lamaran Farhan.

"O-oh, silahkan masuk." Alfi membuka pintu rumahnya, namun ditahan oleh perempuan itu.

"Di luar saja, saya tidak lama." Alfi mengangguk dan menempatkan diri di samping perempuan itu.

"Nama saya Khanza, kakak Raihan dan Farhan," ungkap Khanza menatap Alfi.

"Mungkin, di antara kita terjadi kesalahpahaman, ya?"

Alfi tersenyum. "Iya, karena ego saya lebih tepatnya."

"Bukan, bukan kamu. Tapi memang sudah jalan-Nya. Ah iya, ternyata kamu cantik. Lebih cantik dari cerita Raihan," ujar Khanza sambil terkekeh pelan. Hal itu membuat Alfi salah tingkah, pipinya memanas entah karena apa.

Dokter Kampret ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang