-o0o-
H A P P Y
R E A D I N G
-o0o-Di kursi besi itu, Alfi duduk sembari terus merapalkan doa. Ia mengusap wajahnya gusar, ingin masuk ke dalam namun tidak diizinkan. Ia hanya bisa memejamkan mata di depan ruangan berbau obat-obatan itu. Masih menggunakan gamis yang sama, ia duduk sambil berharap tidak terjadi apa-apa. Hm, semoga saja.
"Raihan kecelakaan pagi tadi, kata Khanza jangan kasih tau Alfi dulu. Bagaimana menurut Abah?"
"Kamu benar, Nay. Abah takut Alfi syok nanti."
"Ya, Ummi juga setuju."
Namun mereka semua terkejut ketika sosok yang sedari tadi mereka bicarakan sudah berada di ruang tamu dengan napas tercekat.
"Kenapa mbak nggak bilang? Apa Alfi nggak berhak tau? Alfi pengen ke sana, Abah ayo ke sana! Pasti dokter Raihan butuh dukungan. Ayo Abah!" Rengek Alfi sambil terduduk di bawah kaki abahnya. Tentu saja, Kyai Hasyim tidak tega melihat keadaan putrinya. Lantas mereka memutuskan untuk pergi ke rumah sakit siang itu juga.
"Astaghfirullah." Alfi mengusap wajahnya kasar, ia menyandarkan kepalanya pada dinding. Ia tidak berhenti berdoa, karena ia yakin, Allah mempunyai skenario terbaik. Tentang rasa cemas, tentu itu menyergapnya. Rasa takut kehilangan sangat menganggu pikiran Alfi. Pikirannya berkelana entah ke mana. Apakah ini akhir dari segalanya?
"Kenapa bisa kecelakaan?" Tanya Abah memecah suasana. Farhan yang awalnya duduk sambil memeluk Khanza, kini mendongakkan kepalanya.
"Tadi pagi, Raihan bilang katanya mau beli cincin dulu buat Alfi. Awalnya dia ngajak kak Khanza, tapi gak jadi karena kak Khanza tiba-tiba perutnya kram. Karena nggak dapat contoh, akhirnya kak Khanza kasih cincinnya ke Raihan. Dia pergi sendiri beli cincin, sampai satu jam, kita khawatir kok dia belum balik. Padahal dia bilang jam delapan langsung otw. Umma yang habis shalat Dhuha juga tiba-tiba nangis sendiri. Aku juga khawatir sama Raihan, hampir dua jam akhirnya aku susul dia ke tempat dia beli cincin. Sampai di perjalanan, aku liat ada kecelakaan mobil dan truk barang di jalan depan pasar Senin, sebelum lampu merah. Aku ke sana buat cek karena mobil yang jadi korban mirip banget sama mobil Raihan. Dan ternyata benar, itu mobil Raihan. Mobil Raihan tabrakan sama truk barang dari Jakarta. Tapi dilihat dari rekaman cctv, ini kayaknya udah disusun rapi, kayak tabrakan berencana. Polisi masih urus semuanya, semoga aja pelaku bisa segera ditangkap," jelas Farhan sendu. Bagaimanapun juga, nalurinya sebagai seorang kakak masih tertanam dalam hati. Apapun yang pernah terjadi di masa lampau, itu sudah menjadi jalan terbaik antara dirinya dan sang adik.
Dua keluarga itu hanyut dalam keheningan, mereka masih tidak menyangka peristiwa tidak terduga ini akan terjadi. Tadi pagi Raihan masih sempat bercanda dengan Farhan dan Khanza, mereka pun masih sempat menggoda Raihan. Memang seperti inilah takdir, tidak bisa ditebak. Semua tersusun rapi tanpa ada seorang pun yang tau. Kecuali Allah tentunya.
Alfi menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia tidak tahan dengan takdir yang seakan mempermainkan perasannya. Kenapa Tuhan tidak ingin ia bahagia? Walau hanya sedetik saja. Apa yang telah Alfi perbuatan sehingga Tuhan melakukan ini semua? Tidak cukup kah kesedihan di masa lalu, hingga Tuhan tambah dengan kesedihan yang baru? Luka lama saja masih belum sembuh sepenuhnya, kini? Alfi menghembuskan napas kasar, ia segera beristighfar karena ia sadar apa yang barusan ia pikirkan. Ia memilih berdiri meninggalkan Lorong yang dipenuhi dua keluarga itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Kampret ✓
Fiksi Remaja[Ar-Rasyid Family2] Dunia Alfi harus jungkir balik ketika tanpa sengaja dirinya mengenal sosok Raihan Alfarisi, dokter ahli bedah yang memporak-porandakan hatinya. Tidak, Alfi tidak terpesona dengan laki-laki itu, hanya saja hatinya yang kadang tida...