-o0o-
H A P P Y
R E A D I N G
-o0o-Jalanan kota Jakarta selalu padat, tidak kenal waktu. Maklum saja, kota metropolitan ini merupakan kota kebanggaan Indonesia. Di malam hari pun jalanan tidak pernah lenggang, sama halnya sekarang.
Sudah pukul sembilan malam, namun mobil yang dikendarai Raihan terjebak macet. Malam ini, rencananya ia akan kembali ke Semarang. Setelah perdebatan kecil dengan Dokter Bagas, akhirnya ia diizinkan untuk kembali ke tanah kelahirannya. Ia tidak sendiri, di sampingnya sudah ada Khanza, di belakang ada Alfi dan Kanaya. Sebenarnya Khanza tidak ingin ikut ke Semarang bersama Raihan, namun karena suaminya harus bertugas akhirnya Khanza kembali ke Semarang. Selain itu, juga karena ia sedang hamil besar, Haris meminta Khanza untuk tinggal di rumah Ummanya, takut Khanza kenapa-napa, biasalah contoh calon ayah protektif.
"Jangan ngebut atuh, Rai. Pinggang kakak pegel ini."
"Makanya biar cepet sampai, emang kakak mau semalaman di dalam mobil?"
Khanza mendengus, jengah dengan jawaban sang adik. Akhirnya ia memutuskan untuk memejamkan matanya.
Beralih pada Raihan, laki-laki itu melirik kakaknya yang sudah terlelap, lalu ia menatap spion depan yang menampakkan wajah Alfi yang tertidur di bahu Kanaya. Satu senyuman terbit dari bibir Raihan, ia menghela napas lega melihat wajah Alfi yang tenang.
"Kamu ngantuk, Rai?" Tanya Kanaya yang masih terjaga, ia tidak mengantuk karena sudah biasa menempuh perjalanan jauh.
"Eh, enggak mbak. Mbak tidur aja kalau ngantuk."
"Mbak gak ngantuk, kalau kamu ngantuk bilang aja. Nanti gantian Mbak yang nyetir."
"Loh? Mbak bisa bawa mobil?"
Kanaya terkekeh, "Bisa, mbak sering bolak-balik Surabaya-Semarang, maklum aja, supir pribadi mbak lagi istirahat," balas Kanaya dengan sorot mata sendu.
Raihan tau siapa yang dimaksud Kanaya, tentu saja itu Gus Aqmal. Salah satu orang yang pernah menjadi idolanya ketika ia sedang kulaih dulu.
"In syaa Allah, Gus Aqmal akan segera menyudahi Istirahatnya. Dulu Raihan sering ikut tausyiah Gus Aqmal, kadang juga nonton di media sosial waktu kuliah. Keren Mbak, jadi pengen ngobrol langsung sama beliau."
"Tenang aja, Rai. Mas Aqmal bakal jadi kakak ipar kamu," goda Kanaya sambil tertawa untuk mengurangi rasa canggung. Hal itu membuat Raihan ikut tertawa.
"Mbak bisa aja, Raihan minta doanya aja, Mbak. Semoga semua lancar."
Kanaya tersenyum sambil mengaminkan perkataan Raihan, ia tau perjuangan Alfi dan Raihan. Ia ingin adik iparnya itu bahagia, sudah cukup Alfi dipatahkan oleh cinta, adiknya harus merasakan indahnya cinta yang Allah berikan.
Kanaya mengusap hijab Alfi, melihat wajah Alfi mengingatkannya kepada sang suami. Dari mata hingga bibir sama persis. Tak terasa, satu air mata jatuh membasahi pipinya. Kanaya tergagap, lalu segera mengusap pipinya.
Hal itu tidak luput dari pengelihatan Raihan, Laki-laki itu ikut tersayat melihat Kanaya yang begitu rapuh, ia hanya berdoa, semoga semua lekas membaik.
-o0o-
Pondok Pesantren Nurul Huda, pondok pesantren yang terakreditasi A ini menyimpan banyak sejarah. Salah satunya masjid yang berada di tengah-tengah asrama putra dan putri. Masjid yang berumur tidak muda lagi itu memberikan kesan khas bagi masyarakat mengenai pondok pesantren Nurul Huda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Kampret ✓
Teen Fiction[Ar-Rasyid Family2] Dunia Alfi harus jungkir balik ketika tanpa sengaja dirinya mengenal sosok Raihan Alfarisi, dokter ahli bedah yang memporak-porandakan hatinya. Tidak, Alfi tidak terpesona dengan laki-laki itu, hanya saja hatinya yang kadang tida...