21. Kita sahabat?

1.4K 120 44
                                    

-o0o-
H A P P Y
R E A D I N G
-o0o-

Seorang gadis berjas putih baru saja keluar dari ruang operasi. Sudah empat jam lebih, gadis itu berusaha menyelamatkan nyawa pasien di dalam sana.

Menjadi seorang dokter, merupakan mimpi gadis itu sejak kecil, terlebih ketika kakak satu-satunya meninggal dunia akibat penyakit jantung koroner yang semakin hari semakin parah. Sebagai seorang adik, dia hanya mampu menangis melihat tubuh kakaknya yang terbaring kaku tak bernyawa. Itu salah satu alasannya menjadi seorang dokter. Karena dokter, pekerjaan yang mulia.

"Dokter Gisel, ibu anda menunggu di ruangan." Gisel mengangkat kepalanya, dia mengangguk paham. Kakinya melangkah pergi menuju ruangannya.

Sesampainya di ambang pintu, kedua mata Gisel menangkap sosok wanita paruh baya yang duduk di sofa merah tua.

"Mama, ada apa?"

Wanita paruh baya itu menoleh, dia bangkit dan berlari memeluk Gisel erat. Sangat erat, bahkan Gisel sulit bernapas akibat pelukan sang mama.

"Ada apa, Ma?"

"Gisel," bisik Maudy—mamanya Gisel.

"Iya, Ma?"

"Tolong jangan marah apapun yang terjadi kedepannya, ya?"

Gisel menyergitkan keningnya tidak paham, gadis dua puluh dua tahun itu memegangi pundak mamanya dan melerai pelukannya. Dia menatap lekat mata wanita kebanggaannya.

"Maksudnya apa, Ma?"

Maudy menunduk, dia menyeka air matanya. Hembusan napas berat terdengar di telinga Gisel. Gisel merasa akan ada kabar buruk hari ini.

"Mama ... Memutuskan bercerai sama Papa."

Bagai disambar petir, hati Gisel remuk mendengar ucapan Mamanya. Gisel mematung, berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya.

Keluarganya di dunia hanya tersisa mama dan papanya, dan sekarang, mereka memutuskan untuk berpisah? Gisel duduk di sofa sembari memejamkan matanya mencari ketenangan.

"Gisel, maafin mama."

Tidak ada sahutan, Maudy menangis tersedu-sedu melihat putri semata wayangnya menangis tanpa suara. Hatinya merasa iba, namun ini adalah keputusan yang tepat.

"Tapi kenapa, ma?"

"Mama ... Mama selingkuh," lirih Maudy nyaris tanpa suara.

Gisel semakin terisak, dia merasa asing dengan orang yang duduk di sampingnya. Di mana mamanya yang selalu mendukungnya? Di mana mamanya yang selalu baik hati tanpa memandang derajat? Di mana mamanya yang selalu mencintai papa tanpa rasa pamrih? Di mana bidadari tanpa sayap yang berhasil melahirkannya? Gisel melepas genggaman tangan Maudy. Dia tidak sanggup, dia memilih keluar dari ruangannya. Meninggalkan mamanya di waktu seperti ini mungkin keputusan yang salah, namun Gisel hanya manusia biasa. Dia bisa merasa kecewa pada orang yang mengkhianati kepercayaannya, dan itu, mamanya sendri.

Saat ingin membuka pintu yang sedikit tertutup, Gisel dikejutkan dengan kehadiran dokter muda di depan ruangannya. Tanpa aba-aba, Gisel memeluk manusia di depannya.

Dokter muda itu tidak berontak namun juga tidak membalas. Hanya diam, seolah tau bagaimana suasana hati gadis di depannya.

"Rai, A-Aku salah apa? Kenapa semua orang yang aku sayang pergi? Kenapa Rai?"

Laki-laki yang tidak lain adalah Raihan tidak menjawab. Dia meminta Gisel untuk melepaskan pelukannya karena Raihan tidak nyaman.

Akhirnya, dengan berat hati, Gisel melerai pelukannya. Kini, mata sembab dokter cantik itu terlihat, Raihan merasa iba, bahkan dia paham betul bagaimana rasanya.

Dokter Kampret ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang