26. Penculikan berencana

1.4K 131 13
                                    

-o0o-
H A P P Y
R E A D I N G
-o0o-

Awan mengeluarkan bulir air yang sedari tadi ia tahan. Air jatuh mengguyur wilayah kota metropolitan yang begitu padat penduduk. Mungkin tetesan air tidak menjadi alasan orang-orang menghentikan aktivitasnya. Masih banyak kendaraan yang berlalu lalang, ada pula pejalan kaki yang berjalan menggunakan payung sebagai pelindung diri.

Di bawah guyuran hujan, ada makhluk Tuhan yang sedang mengalami sakitnya patah hati. Mungkin ini bukan yang pertama kalinya, namun ini patah hati yang mematahkan hatinya sepatah-patahnya. Seperti tidak ada lagi harapan untuk maju dan berjuang. Mungkin benar, jarak mampu mengubah segalanya.

Gadis bergamis mocca itu duduk di sebuah halte. Dia tidak ingin menaiki bus, dia hanya mencari tempat istirahat walaupun itu tidak berlaku pada hatinya.

Sebuah perjalanan panjang hingga dirinya bisa berada di ibu kota. Namun nyatanya, perjuangan untuk meyakinkan orang terkasihnya kini sia-sia. Entah karena hadir orang baru atau mungkin perasaan yang berubah.

Gadis itu mengusap sisa air matanya yang jatuh bersama dengan guyuran hujan. Bajunya basah kuyup, begitupun dengan tasnya. Ia memejamkan matanya, menetralkan emosi yang bergejolak. Ia tidak ingin kelepasan dan berteriak di halte bus. Pasti banyak orang akan menganggapnya gila. Gadis itu ingat betul perjalan panjang hingga berada di sini. Ia hanya tersenyum miris, mengasihani dirinya sendiri.

"Saya ingin ... Kamu memikirkan ini baik-baik. Saya akan memberikan kamu waktu agar kamu bisa berpikir."

Alfi mengerutkan keningnya tidak paham. "Maksud kakak bagaimana?"

Farhan mengambil napas panjang. "Saya mendengar pembicaraanmu dengan Kak Khanza."

Alfi bungkam, tiba-tiba muncul rasa bersalah. Pengakuan Farhan barusan, membuat Alfi merasa menjadi perempuan egois. Gadis itu meremas erat tangannya, menyalurkan kegelisahan yang ia rasakan. Sungguh, semua ini di luar dugaannya.

"Saya tau, kamu pernah mencintai saya. Namun, sepertinya itu dulu, sebelum kamu bertemu dengan adik saya. Jujur, saya merasa marah dengan diri saya sendiri ketika kamu mengatakan itu. Bagaimana bisa saya tidak tau jika gadis yang saya cintai ternyata mencintai adik saya? Saya menjadi laki-laki paling egois, Fi. Memang saya mencintaimu, namun tidak denganmu. Percuma cinta sepihak di antara kita, kamu akan menjadi orang paling dirugikan."

"Lalu, kakak mau saya melakukan apa?"

Farhan tersenyum. "Kejar Raihan, buktikan padanya kalau kamu juga mencintainya. Saya tidak mau pernikahan ini terjadi tanpa cinta, saya lebih bahagia ketika melihatmu bahagia walau itu bukan karena saya."

"T-tapi---"

"Demi Allah saya ikhlas lahir batin, saya akan merasa bersalah jika kita tetap menikah. Tolong Alfi, anggap saja ini permintaan saya, setelah ini saya tidak akan meminta apapun. Saya ingin kamu pergi temui Raihan. Saya tidak ingin melihatmu tersiksa terus-menerus dengan keadaan ini."

Alfi memejamkan matanya, kejutan hadir lagi. Tidak pernah terpikirkan di benak Alfi, jika hal seperti ini akan terjadi.

"Jangan khawatir tentang undangan dan persiapan yang telah terjadi. Saya akan mengurusnya. Lagipula, itu bukanlah hal yang sulit. Sekarang, saya ingin kamu pergi ke Jakarta. Saya pesankan tiket paling awal," final Farhan tidak bisa dibantah.

Dokter Kampret ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang