Epilog

2.5K 141 25
                                    

-o0o-
H A P P Y
R E A D I N G
-o0o-

Allah itu selalu adil, walaupun dilihat dari sudut pandang manusia bahwa semua tidak adil, tetapi semua adil di mata Allah. Adilnya Allah berbeda dengan adilnya manusia. Sebagaimana rasa sayang manusia kepada Allah yang berbeda dengan rasa sayang Allah kepada manusia.

Alur hidup manusia sudah diatur sedemikian rupa, sejak dalam kandungan hingga masuk ke dalam tanah, Allah sudah menulis semuanya. Baik kejadian buruk maupun kejadian baik, semua sudah ditulis oleh Allah. Tinggal bagaimana manusia menanggapinya, entah dengan rasa syukur ataupun dengan kufur.

Raihan yakin tentang semua itu, tentang takdir yang membawanya berlabuh menuju hati perempuan cantik sekaligus seorang Ning di salah satu pondok pesantren ternama daerah Jawa tengah. Dan Raihan pun yakin akan takdir Allah, yang membawa kekasih hidupnya pergi menuju kehidupan baka yang kekal abadi.

Alfinya pergi...

Secepat itu waktu berputar, terasa begitu singkat seolah kemarin ia baru saja memiliki Alfi seutuhnya. Dan kini, cintanya telah pergi. Meninggalkan berjuta kenangan juga segudang harapan yang kian pupus akibat hantaman kenyataan.

"Kami memiliki kabar baik dan buruk untuk anda. Kabar baiknya, anak anda sudah lahir dengan selamat, sehat dan begitu cantik. Walaupun prematur, namun dia sangat sehat dibanding bayi seusianya. Dan kabar buruknya ... Maaf Istri anda tidak bisa kami selamatkan akibat perdarahan hebat pasca melahirkan. Selamat, dan turut berdukacita."

Air mata jatuh membasahi pipi Raihan, semua harapannya hancur. Alfi pergi ... Pergi untuk selamanya. Di saat itulah ia baru menyadari, betapa pentingnya rasa kasih sayang dan perhatian bagi pasangan. Raihan tau dia salah, dia menyia-nyiakan Alfi. Sakit. Hatinya sakit menerima kenyataan yang begitu menyayat. Satu kata yang tidak pernah lepas dari benaknya, maaf.

Raihan tersenyum memandang wajah damai istrinya, bibir mungil itu tersenyum seolah menemukan kebahagiaan abadi, mata yang sering mengerjap lucu kini terpejam tanpa beban. Alfinya sudah tenang.

Pelan-pelan, Raihan mendekatkan wajahnya pada kening Alfi yang sudah membiru. Lantas ia mengecup lama kening bidadarinya penuh cinta.

"Kamu hebat, sayang. Aku bahkan tidak bisa berkata-kata selain kata maaf dan tangisan air mata. Kamu berhasil melahirkan bidadari kecil yang begitu cantik, mirip sepertimu. Senyumnya sama sepertimu, matanya juga bibirnya. Wajahmu begitu mendominasi wajah putri kita. Sayang, kamu tau? Aku menyesal telah menyembunyikan semuanya. Kata andai selalu aku ucapkan ketika mengingat kenangan tentang kita. Aku begitu merindukan senyumanmu, aku rindu masakanmu, aku rindu semua tentang dirimu. Tapi, aku tidak bisa berbuat apa-apa selain mendoakanmu. Doaku akan terus menyertaimu, istriku. Sekarang kamu tidak perlu menungguku pulang kerja, kamu tidak perlu mengatakan jika aku berubah, kamu tidak perlu mengeluh pegal dan nyeri. Kamu sudah bahagia di samping Tuhan kita. Aku tidak tau sebesar apa rasa cintaku kepadamu, namun yang aku tau, cintaku padamu akan abadi. Tidak akan pernah ada yang bisa menggantikanmu. Aku berjanji."

Raihan mengelus surai hitam Alfi, ia memaksakan senyum lagi. Senyuman penuh luka. "Alfi, aku ingin anak kita nanti sepertimu, cantik, baik, penyayang, sabar, murah senyum, Sholihah, juga bermanfaat bagi semua orang. Panggil saja dia Fina. Alfina Harisa Salsabila."

-o0o-

"Alfi, tunggu! Jangan lari!"

Dokter Kampret ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang