35. go to Jogja

1.3K 134 31
                                    

-o0o-
H A P P Y
R E A D I N G
-o0o-

"Anjir Lo! Gue udah ganti tas tiga kali ya, gara-gara lo tumpahin kopi!" Geram perempuan berambut sebahu itu. Ia memukul lelaki di depannya menggunakan tas yang basah akibat tumpahan kopi.

"Woy lah, gue gak sengaja Met! Astaga, kdrt lo!"

Perempuan itu melotot. "Kdrt matamu! Sumpah, benci bat gue sama lo!" Ia memukul lelaki itu lagi hingga ringisan keluar dari mulut laki-laki itu.

"Udah lah Ta, kasian si Tama lo gebukin mulu." Alfi akhirnya angkat bicara, ia jengah dengan perdebatan antara Meta dan Tama yang tidak ada habisnya.

"Iiih, Alfi. Lo belain orang gila ini?"

"Gue bukan orang gila ya!"

"Kalian yang gila!" Timpal cewek berhijab yang sedari tadi menyimak kehebohan teman-temannya.

"Bodo lah, gue ngambek." Tama merengut sambil menarik kursi yang ada di dalam Restoran itu.

"Baperan," gumam Meta pelan.

"Udah guys, di sini kita mau makan-makan bukan gelud. Mending kita makan, noh makanannya udah sampe." Hilda melirik teman-temannya tajam.

"Oh iya, besok kita kan free, gimana kalau kita jalan-jalan?" Tanya Rizki.

Meta mengangguk. "Ayo aja kalo gue mah."

Sedangkan yang lainnya masih diam.

"Boleh sih, kalo gratis," ucap Tama menyebalkan. Tentu saja semua yang ada di sana menatap Tama sengit.

"Gue bercanda elah, jangan melototin gue gitu, ntar mata kalian loncat baru tau rasa!"

"Kita ke Jogja aja, gue pengen ke Malioboro."

"Gue setuju sama Hilda, gimana? Indah, Meta, Alfi, Tama? Kalian setuju kan?" Tanya Rizki sambil menatap mereka satu-persatu.

Keempatnya mengangguk bersamaan, mereka sudah jenuh dengan skripsi yang hampir saja membuat kepala mereka meledak. Fyuh, akhirnya setelah berminggu-minggu mengerjakan skripsi, kini mereka telah menyelesaikannya.

"Besok kita kumpul di Rumah gue jam delapan, nanti naik mobil gue aja," jelas Rizki, lalu mereka semua memulai acara makan siang yang sedari tadi tertunda.

-o0o-

Alfi meletakkan Al-Qur'an ke atas rak, ia baru saja menyelesaikan Muroja'ah-nya. Ia sempat lupa mengulang hafalannya akibat terlalu sibuk di dunia perkuliahan, ia juga sadar bahwa ia terlalu jauh dari Allah. Orang yang jauh dari Allah pasti akan tersesat, tentu saja Alfi enggan itu terjadi padanya.

Alfi merebahkan tubuhnya ke atas ranjang, ia menatap langit-langit kamar yang bercat putih.

"Udah satu tahun lebih kamu pergi, tapi aku masih enggan melangkah meninggalkanmu. Apa aku egois?"

Alfi tersenyum kecut. "Aku emang bodoh, mempertahankan kamu yang bahkan aku sendiri gak tau kamu ingat aku apa enggak."

"Setiap malam, aku selalu berharap kamu datang lalu meminta kita mengulang semua dari awal. Tapi kayaknya aku terlalu berharap, nyatanya kamu gak pernah kasih kabar apa-apa, padahal di sini aku nunggu notif dari kamu. Mungkin, kamu benar. Aku harus melupakan kamu dan membuka hati untuk orang yang lebih baik dari kamu. Penantian satu tahun ini kayaknya gak berarti buat kamu."

Dokter Kampret ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang