Terungkap!!

724 14 2
                                    

Sesampainya di rumah, ku dapati jika Mama tak ada di rumah, sebab rumah terlihat sepi tak ada penghuni kecuali mbak Santi yang ada di belakang. Tak mempedulikan itu, aku pun masuk ke dalam kamar untuk mengganti bajuku. Namun tiba-tiba aku ingat jika kepulanganku ada keharusan yang aku jalani. Minum obat! Mengingat itu aku pun segera meminum obat. Karena takut jika sakit itu datang lebih awal sebelum aku meminumnya. Selesainya minum obat, lagi-lagi aku di ingatkan dengan sesuatu yang ada di dalam tasku dengan tiba-tiba. Kotak, kotak tadi!! Aku pun segera mengeluarkannya dari dalam tas. Kemudian aku mengambil posisi duduk di meja belajarku dengan mengotak-atik mengamati kotak tersebut. Perlahan aku kemudian membukanya karena keingintahuanku memuncak. Dan teraaamat terkejutnya aku saat tahu jika di dalam kotak itu adalah kalung. Aku shok berat, saat melihat kalung itu sama dengan kalung pemberian Digo untukku. Benar-benar sama, perbedaannya hanya pada warna permatanya. Di dasar kotak, aku pun menemukan selembar kertas di dalamnya. Dengan rasa penasaran yang teramat tingginya, seketika itu pun aku membuka dan membacanya.
Thea, aku harap kamu suka, meski sama tapi rasa ini beda. Maaf jika aku belum seutuhnya jadi milik kamu. -Digo

Jedduuuuaaaaarrr!!!! ⚡⚡⚡⚡ Serasa ada petir yang tiba-tiba menyambarku. Tak bisa mengeluarkan kata-kata apapun untuk mewakili perasaanku saat itu. Air mataku pun mengalir begitu saja saat membaca isi surat yang ada di dalam kotak itu. Sulit mengira, sulit untuk di mengerti, semuanya terungkap dengan tiba-tiba. Aku yang akhir-akhir ini merasa ada keanehan, ternyata semua itu firasat buruk.

"Digooo...." ucapku lirih yang kemudian menyembunyikan wajah kecewaku di atas lipatan tanganku. (个_个) Tangisku pun tak henti-hentinya mengalir, memberi tanda jika aku kecewa. Aku sedih, aku merasa jika aku adalah perempuan paling bodoh. Tak pernah tahu jika di balik hubunganku dengan Digo, ada hubungan terlarang di dalamnya.

"Digoo, aku pernah salah apa sama kamu...!?" ucapku dalam tangis. Hanya bisa menangis merasakan kepedihanku saat itu. Semua itu begitu tiba-tiba, layaknya aku di haruskan membawa bongkahan kayu tanpa aku mempersiapkan tenaga sebelumnya. Blleeeeegghh,, tak kuat aku membawanya seorang diri. Begitu pun terungkapnya semua ini, aku tak kuasa menahan bebannya yang membuatku merasa lemah.

Tak lama setelah itu, aku yang merasa tangisku mereda, aku pun  terbangun dan kemudian mencari sesuatu yang ada di meja belajarku. Kemudian aku meraihnya saat aku berhasil menemukan sesuatu itu.

"Thea, jika Digo bukanlah takdir gue, gue akan melepasnya jika dia adalah takdir lo! Tapi gue tetep berusaha mempertahannya demi cinta gue sama Digo..." dengan memandang foto Thea yang tengah ku pegang, aku mengucap kata-kata itu untuk meyakinkan jika nantinya Digo hanyalah untukku.

"Tapi, sebelum Digo sendiri yang melepas gue, gue nggak akan pernah melepas dia untukku.." tambahku. Aku pun kemudian mengusap air mataku dengan cepat. Karena aku rasa tak perlu mengeluarkan air mata itu jika pada akhirnya takdir memang menyatukanku dengan Digo. Dengan berusaha melupakan semuanya, aku pun tersenyum menghadapi kenyataan ini. Tuhan, aku tahu Engkau adil. Aku tahu Engkau akan memberi jalan...

Meski tak benar-benar melupakan masalah itu, aku pun keluar kamar untuk mencari ketenangan. Dan akhirnya, aku mendapatkan ketenangan itu dari bermain piano. Perlahan aku duduk di kursi yang ada di depan keyboard. Ku pandangi tuts tuts piano yang ada di depanku. Maksudnya sih lagi mikir, mau mainin lagu apaaa gitu.. Tak lama setelah itu, jari-jari kecilku satu-persatu menekan tuts tuts piano itu. Dengan rasa yang cuampuuurr aduk, aku pun mulai memainkannya.

"If there were no words, no way to speak, i would still here you.. If there were no tears, no way to feel in side i'd still feel for you.. And even if the sun refused to shine, even if romance run out of rhyme. You would still have my heart until the end of time. You're all i need my love my valentine...." belum selesai memainkan satu lagu, tiba-tiba aku mendengar tepukan tangan saat aku memainkan piano. Aku pun seketika menghentikan permainkan piano ku.

"Selalu suka sama permainan piano kamu sayang.. Nggak akan pernah ada kata bosan untuk mendengarnya.." ucap seseorang dari belakangku. Aku pun seketika menoleh dan mencari sumber suara itu. Dan ternyata tanpa aku sadar mungkin Mama telah berdiri lama mengamatiku yang tengah bermain piano. Ia pun kemudian mendekatiku dengan tersenyum.

"Mamaa, bikin kaget deh!!Sejak kapan Mama berdiri di situ?!" tanyaku padanya.

"Sejak kamu mulai memainkannya!! " jawab Mama sambil menunjuk piano. Ok, untung nggak lihat sesi tangis menangisku tadi yaa... Fiuuhh..

"Ok, Sisi mainin satu lagu lagi yah buat Mama.. Tapi ntar bikinin teh manis buat Sisi.." ucapku manja. Mama yang merasa tak keberatan, ia pun kemudian mengangguk dengan senyum.

"Aku tak kan pernah berhenti, Akan terus memahami, Pasti terus berfikir, Bila harus memaksa, Atau berdarah untukmu, Apapun itu asalkan mencoba menerimaku..

Dan kamu hanyaerlu terima, Dan tak harus memahami, Dan tak harus berfikir, Hanya perlu mengerti, Aku bernafas untukmu, Jadi tetaplah di sini dan mulai menerimaku

Cobalah mengerti semua ini mencari arti, Selamanya takkan berhenti... Inginkan rasakan rindu ini menjadi satu, Biar waktu yang memisahkan...." mendengar lantunan itu, Mama tersenyum padaku sembari mengelus rambutku dengan lembut. Aku pun merasa terjaga meski Mama tak tahu dengan apa yang tengah aku alami. Bukan bermaksud untuk tidak terbuka, tapi aku tak mau jika Mama sedih karenaku. Senyum Mama terlalu manis untuk di nodai dengan kesedihanku..Maaa, Sisi sayang Mamaa...

My Love. My Life [ Tuhan, kenapa harus aku!? ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang