Kesal.

291 13 1
                                    

Tiga hari kemudian...
Hari itu adalah hari terakhir dimana aku dihadapkan dengan alat-alat medis di rumah sakit. Ya, Dokter mengijinkan aku pulang hari itu juga. Mengetahui itu, aku benar-benar bahagia meski aku masih diharuskan mengonsumsi obat sampai aku benar-benar sehat. Bukan pekara sulit dari pada aku harus berlama-lama di rumah sakit hanya untuk tidur dan makan. Rumah sakit bayarnya mahaaall,, mending rawat jalan dan tidur di rumah. Lebih nyaman kanak... (ヘ。ヘ)
Bahkan selama di rumah sakit, merasa tak nyaman, gelisah yang tak kunjung hilang, membuatku semakin menginginkan untuk pulang ke rumah. Bagaimana tidak, orang tuaku satu-satunya tak sekalipun menjengukku di rumah sakit. Ia tak menjengukku meski hanya sebentar. Menghubungiku lewat telepon juga tak ia lakukan untuk mengetahui keadaanku.
Pikiran buruk akan orang tuaku pun bermunculan dari otakku. Merasakan ketakutan tersendiri saat aku tak mengetahui keberadaannya. Meski Ega, Digo atau yang lainnya memberitahuku jika orang tuaku dalam keadaan yang baik. Hanya saja ia tengah bekerja di luar kota. Dan kesibukannya membuatnya tak sempat menghubungiku. Lalu apa aku harus percaya penjelasan mereka sementara aku tahu Mama tak akan melakukan hal itu. Aku tahu jika ia sibuk dengan pekerjaannya, tapi bagaimana bisa ia membiarkanku sendiri dalam keadaan seperti itu? Membiarkanku tanpa memberiku kabar apapun. Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan orang tuaku.
Sempat aku mendesak Ega dan yang lainnya untuk berkata jujur, tapi mereka tetap menjawab dengan jawaban yang sama. Aku merasakan kecurigaan, tapi mereka tak memperlihatkan jika ada hal yang tengah ia sembunyikan dariku. Hanya saja rasa ini tak mempercayai kata-kata mereka.
----
Melupakan kegelisahan itu, saat perjalan pulang dari rumah sakit, aku berharap jika Mama berada di rumah dan menunggu pulang. Aku sangat mengharapkan itu. Aku tak akan merasa kecewa kalau aku bertemu dengannya nanti.
Namun kemudian saat hampir mendekati kompleks rumahku, tiba-tiba laju kendaraan Digo berkurang seketika. Ia seperti dengan sengaja memperlambat laju mobilnya. Dan bagiku itu sangat terlihat aneh saat aku tahu jika raut wajahnya juga ikut berubah. Ia nampak berbeda saat masih di rumah sakit. Tapi kenapa sekarang dia tiba-tiba berubah?
"Digo, kenapa dipelanin mobilnya?" tanyaku heran. Tapi sepertinya ia tak mendengar pertanyaanku. Atau dia tidak memperhatikanku? Mengetahui itu aku pun mengamati setiap lekuk wajahnya yang terlihat aneh bagiku. Dan raut wajah itu memperlihatkan jika ia gelisah. Gelisah? Kenapa? Sebelumnya ia tak bersikap seperti itu?
"Digo!!" ucapku memanggilnya. Mungkin nada itu sedikit keras yang sampai akhirnya membuatnya tersentak.
"Hah? Kenapa?" tanya Digo tersentak. Astaga, dia mengendarai mobil dalam keadaan melamun. Untung aku segera membuayarkan lamumannya, jika tidak pasti akan terjadi hal buruk yang menimpa kita.
"Digo, kok ngelamun sih?! Bahaya..." ucapku mengingatkannya. Digo pun celingukan mengamati jalan yang sebelumnya ia abaikan. Dan tak lepas dari pandanganku, ia juga memperlihatkan jika ia panik karena keadaan.
Sementara Kribo yang sedari tadi duduk di belakangku juga terlihat anteng. Aneh, tak biasanya dia duduk manis seperti itu. Dia sibuk dengan gadget di tangannya itu. Bahkan ia tak tahu kalau Digo sempat melamun saat mengendarai kendaraannya.
"Kribo, kasih tahu temen lo nih, kalau nyetir jangan pake ngelamun!! Lo mah tahu dia gitu diem aja!!" teriakku kesal. Namun Kribo tak menghiraukanku yang tengah emosi. Dan dia masih tetap memainkan gadgetnya itu. Aneh, benar-benar aneh melihat tingkah laku Digo dan Kribo saat itu. Dan sikap aneh mereka itu membuatku tiba-tiba merasakan jika ada suatu hal yang tengah mereka sembunyikan dariku. Tapi apa? Aku merasakan keanehan, tapi aku tak tahu apa yang mereka sembunyikan dari keanehan itu.
"Kriboo!!!" teriakku lagi memanggilnya. Dan kali itu, tak hanya Kribo, Digo pun tersentak karena kaget mendengar teriakkan kencangku itu. Bahkan Digo seketika menginjak pedal remnya itu karena saking kagetnya.
"Astaga!!" ucap Kribo yang saat itu sedikit terpental dari tempat duduknya. Mengetahui itu aku hanya terdiam merasa tak bersalah karena tindakanku.
"Siii...." ucap mereka bersamaan. Aku tahu mereka memberitahuku jika aku salah. Berteriak sekencang itu dan membuat mereka kaget. Mereka terdiam, tapi raut wajah mereka menunjukkan ekspresi yang aku tahu jika mereka sedikit kesal. Dan aku yang merasa tak bersalah sedikitpun karena itu juga terdiam sembari menatap mereka secara bergantian. Mungkin kali itu, raut wajahku lebih terlihat menyeramkan daripada raut wajah yang diperlihatkan oleh mereka. Bagaimana tidak, aku merasa tak nyaman dengan sikap mereka. Iyaa,, mereka semakin terlihat jelas jika ada suatu hal yang tengah mereka sembunyikan dariku. Dan hati ini juga semakin yakin jika ada hal buruk yang terjadi. Entah pada siapa, yang pasti semua ada kaitannya denganku.
"Kenapa kalian diem??" tanyaku sinis. Dan nada sinisku itu membuat mereka membuyarkan pandangannya masing-masing. Celingukan, hanya itu yang bisa mereka perlihatkan padaku. Belaga sok memperlihatkan jika tidak ada hal yang mereka sembunyikan dariku. Heii,, aku tahu mereka bohong. Aku tahu mereka berusaha untuk tetap diam. Meski aku tak tahu apa yang tengah terjadi, setidaknya aku tahu jika mereka memang menyembunyikan sesuatu.
"Ok,, gue nggak akan banyak tanya. Tapi setidaknya gue tahu jika ada hal yang kalian sembunyiin dari gue. Tinggal kalian aja, mau cerita sama gue, atau gue sendiri yang cari tahu!!" lanjutku. Masih dengan nada yang sinis, aku berusaha untuk tetap tenang meski sebenarnya aku kesal dengan sikap mereka. Kesal karena sikap mereka itu seolah-olah mengisyaratkan jika hal buruk tengah terjadi. Dan lebih kesalnya lagi, aku tak tahu hal buruk itu terjadi pada siapa. Ya Tuhan, semoga semua baik-baik saja!
------
Tak butuh waktu berjam-jam lamanya untuk tiba di rumahku. Karena jaraknya hanya beberapa puluh meter dari tempat Digo memberhentikan kendaraannya beberapa waktu lalu. Kikuk, saling diam satu sama lain, bahkan suasana terasa sedikit tegang setelah aku melontarkan rasa curigaku pada mereka. Digo dan Kribo diam seribu bahasa layaknya bibir mereka tengah terekat oleh lem. Aku tak tahu, mereka bersikap seperti itu karena apa. Karena merasa bersalah atau karena hal lain. Entah.. Aku tak mempedulikan itu, yang pasti aku akan mencari tahu apa yang tengah disembunyikan oleh mereka.
Sesaat setelah itu, belum perasaan ini tenang karena sikap Digo dan Kribo, tiba-tiba aku diherankan dengan keadaan yang berbeda dari biasanya. Digo pun juga memberhentikan kendaraannya dengan tiba-tiba. Bahkan dia memberhentikan kendaraannya itu dengan jarak beberapa rumah dari rumahku. Karena di pinggiran jalan dekat rumahku terlihat jika kendaraan mobil dan motor tengah berbaris parkir di sekitarnya.
Banyak orang! Banyak orang-orang di sekeliling rumahku saat itu. Terlihat jika orang-orang itu tengah sibuk mempersiapkan sesuatu. Suatu pemandangan yang aneh bagiku. Karena sebelumnya tak pernah rumahku atau orang tuaku mempekerjakan orang-orang sebanyak itu. Iya, mereka semua mondar-mandir sembari menenteng alat-alat yang tak ku mengerti kegunaannya.
"Kenapa rumahku ramai banget??!" tanyaku bingung. Sempat terlintas dalam benakku, apa semua ini rencana mereka? Apakah mereka tengah mempersiapkan sesuatu untukku? Apa iya..??
Mataku pun juga terus mengamati pergerakan orang-orang itu dengan kesibukannya masing-masing. Sedangkan Digo dan kribo, aku tak tahu bagaimana ekspresi mereka saat mengetahui itu. Karena aku lebih sibuk mengamati orang-orang di luar sana dari pada mempertanyakan hal aneh itu pada mereka.
Namun kemudian perasaan aneh akan Digo dan Kribo muncul kembali dalam benakku, sebab mereka masih tak bersuara sedikitpun. Hanya sekedar mengajakku untuk turun dari mobil juga tidak. Dan hal itu pun akhirnya membuat pandanganku mencari raut wajah mereka. Dengan secepat kilat, aku menoleh dan melihat Digo yang berada di sampingku. Tapi ternyata Digo tak lagi duduk di jok sopir mobilnya. Digo turun dari mobil tanpa aku tahu. Lalu, aku mencari Kribo yang sedari tadi duduk di belakangku, tapi ternyata Kribo juga telah meninggalkan tempat duduknya.
Mengetahui itu, aku pun celingukan mencari keberadaan mereka. Dan tanpa aku sadari, Digo tengah berdiri di balik pintu mobil tempat aku duduk. Ia berdiri menungguku keluar. Astagaaa, bagaimana bisa aku tak tahu jika mereka keluar dari mobil. Mendengar pergerakan ataupun mendengar suara pintu mobil pun tidak. Seserius itukah aku mengamati orang-orang yang lalulalang di rumahku sampai-sampai aku tak sadar jika Digo dan Kribo meninggalkanku sendiri didalam mobil.

My Love. My Life [ Tuhan, kenapa harus aku!? ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang