cemburu?

123 7 5
                                    

Aku bebas, kamu pun bebas. Kita punya kebebasan. Tapi sebebas apapun kebebasan, kebebasan itu punya batas untuk bebas.
PAGI SAYANG 💜.
- MESSAGE SENT

"Aku nggak tahu ada apa denganku. Jika aku cemburu, kenapa aku merasa begitu takut? Apa aku berlebihan?"
Serasa tak ingin beranjak dari tempat tidur. Pagi itu aku masih bermalas-malasan merasakan hangatnya selimut yang menutupi tubuhku. Sesekali aku menggeliat merasakan kehangatannya. Bukannya aku ingin tidur kembali, hanya saja aku tak ingin bangun yang akhirnya mengharuskanku melakukan rutinitas harian.
Tok tok tok.....
Heningnya ruang kamarku pagi itu tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarku. Aku membiarkannya.
"Neeeng? Neng Sisi udah bangun?" kali ini suara Mbak Santi yang terdengar. Dan aku masih tetap membiarkannya.
"Uugh! Apaan sih Mbak Santi ganggu aja.." gerutuku kesal. Namun aku semakin menggeliatkan tubuhku dalam selimut.
Sejenak suara ketukan pintu ataupun suara Mbak Santi tak ku dengar lagi. Namun suara orang lain yang kali itu dengan semangatnya mencoba membangunkanku.
"SISIII!! BANGUN DONG!! BUBUR AYAM PAK NDUT UDAH MANGGIL NIH!!"
Merasa jika aku mengenal suara itu, akhirnya aku pun bangun dan bergegas keluar kamar.
"Tarraaaaaa....." teriaknya saat aku mulai membuka pintu.
"Kribo!" aku memekik kecewa.
Jauh diluar dugaan. Seseorang yang aku harapkan datang bukanlah Fernando Sugiarto, laki-laki berambut Kribo yang sangat menyebalkan itu. Melainkan Digo, Digo Adyaksa Syarief, seorang laki-laki yang akhir-akhir ini membuatku gelisah.
"Masih pagi, bubur juga masih anget banget, cuuuss santap!" ajak Kribo semangat.
Aku memandangnya heran. Sementara ia tak menghiraukanku, bahkan dia juga tak mempedulikan muka bantalku yang nggak karuan itu.
Dia terus menggandeng tanganku sampai di teras belakang rumah. Aneh. Satu kata yang terlintas dalam benakku tentang perlakuan Kribo pagi itu. Tak seperti biasanya. Bahkan ini tak pernah sekalipun melakukan hal ini padaku.
"Lo duduk! Ini bubur ayamnya. Cepet makan!! Eh ya, gue ambilin teh anget bentar.."
"Kribo!" aku memanggilnya. Namun kemudian aku hanya memandanginya dan terdiam.
"Apaan? Gulanya dikit kan? Nggak manis-manis. Iyaa gue tahuu..."
"Lo aneh!!" ucapku kemudian. Dan kata-kataku itu ternyata membuat Kribo kembali pada posisi duduknya.
Dan sekarang sebaliknya, Kribo memandangku dengan heran. "Lo yang aneh!"
"Kenapa jadi gue?" aku mengernyit.
"Iyalah. Justru gue yang ngerasa kalo lo yang aneh".
Kok aku. Kribo menggeser tempat duduknya untuk lebih dekat denganku.
"Lo bisa jawab, kenapa lo kayak gini? Kusut, muka acakadul, mata sembab, rambut berantakan, hadeh perawan kok kayak gini.. Orang baru bangun tidur nggak kayak gini juga kali, Si. Kenapa lo semalem? Nangisin apaan? Film? Apa pertandingan bola?"
Aku terbelalak mendengar pertanyaan Kribo yang beruntun. Seburuk itu kah aku pagi itu sampai-sampai Kribo tahu jika aku semalam menangis.
"Heii, lo kenapa? Malah diam aja! Lo nggak tidur kan semalem? Mata lo aja merah kelihatan kalo semalem nggak tidur. Kenapa sih lo?" selidik Kribo terus-menerus.
Sesaat keadaan pun hening. Kribo memasang raut wajah menunggu jawabanku. Sementara aku terdiam dalam kebingungan. Dalam benakku berpikir, apa aku harus menceritakan kegelisahanku. Sedangkan kegelisahan ini hanyalah sebuah rasa yang aku sendiri belum yakin jika prasangka burukku itu benar-benar terjadi.
"Kalo lo nggak mau cerita ya udah, gue nggak maksa!" sahut Kribo membuyarkan keheningan. "Udah, gue ambil minum dulu buat lo" lanjutnya.
"Kribo!" aku memanggilnya. Dan kali ini aku benar-benar mencegahnya pergi.
"Kalau gue cemburu wajarkan? Dan kalau gue takut kehilangan Digo, itu wajarkan?"
Kribo mengerutkan dahinya sejenak. Mencoba meminta penjelasan ulang dariku.

Namun aku hanya diam karena ada sebuah beban yang aku rasakan. Sebuah tangis yang tiba-tiba tak bisa lagi aku bendung. Dan akhirnya air mata ini pun perlahan mengalir.
"Si, lo kenapa nangis?"
Kribo mulai terlihat panik. Ia pun segera mengusap air mataku sebelum akhirnya akan mengalir deras. Namun aku tak mempedulikan Kribo yang berusaha untuk mencegah air mataku. Aku tetap menangis.
"Si, lo baik-baik kan?"
Kribo mengelus rambutku dengan lembut yang aku tahu jika ia mencoba menenangkanku.
"Gue ngerasa kalau Digo berbeda. Lebih tepatnya semenjak kedatangan Dira. Dan selama Dira ada di kota ini, selama itu juga gue nggak akan tenang.."
Kali ini Kribo yang terbelalak mendengar penjelasanku. Ekspresi antara bingung dan terkejut terlihat jelas dari setiap kerut wajahnya. Ia menatapku dalam. Dan tatapan itu justru membuatku semakin mengeluarkan air mataku dengan deras.
"Dia ada setiap Dira membutuhkannya. Bahkan dia mengusahakan sesibuk apapun dia, kalau Dira memanggilnya, dia pasti datang. Sampai gue berpikir kalau gue hanya sekedar teman bagi dia, nggak lebih.." dengan parau aku mengeluarkan isi hatiku pada Kribo.
"Baru seminggu, Kribo, baru seminggu Dira tinggal di sini, dia udah bisa ngerubah kebiasaan Digo. Gimana kalau dia tinggal di sini satu bulan, satu tahun, atau bahkan dia akan menetap di sini, pasti dia akan ngebuat Digo bener-bener lupa sama gue!! Lupa sama gue dan Dira akan merebut cinta Digo dari gue!!" lanjutku. Kali ini suaraku sedikit meninggi karena amarah.
"Siii.." sahut Kribo menenangkan. Tapi aku tak mempedulikannya.
"GUE BENCI SEORANG PEREMPUAN DARI MASA KECIL DIGO. GUE BENCI DIRA. GUE BENCIIII..." teriakku histeris.
Setelah itu dengan cekatan Kribo menenangkanku. Ia memegang pundakku agar aku tenang.
"Si, dengerin gue!" sahut Kribo sembari menyentuh pipiku dengan lembut.
"Lo boleh marah. Lo boleh kecewa. Lo boleh cemburu. Tapi coba deh lo inget-inget, gimana perasaan Digo waktu Ega kembali sebagai orang dari masa kecil lo dulu! Waktu itu gue emang belum deket sama kalian, tapi gue yakin kalau Digo pernah ngerasain apa yang lo rasain sekarang".
"Jangan lo samain Ega sama Dira! Ega nggak pernah sekalipun punya niat untuk ngebuat gue lupa sama Digo!" protesku ketus.
"Emang lo tahu apa yang ada dipikiran Dira? Lo tahu maksud kedatangan dia ke sini? Dan lo tahu apa dia bener-bener mau ngerebut cinta Digo? Enggak kan?! Udah lah, Si, berpikir positif! Pelajari semuanya dari hal kecil kayak gini. Nggak usah kayak anak kecil lah!!"
"Oh, jadi lo lebih ngebelain dia dari pada gue? Iya?! Pergi aja sana! Percuma cerita sama lo. Percuma. Nggak membuat semuanya jadi lebih baik. Dira memang lebih baik dari gue. Atau mungkin gue nggak ada baik-baiknya dari dia. Karena gue hanya seorang anak kecil.."
Keamarahanku memuncak setelah mendengar kata-kata Kribo. Aku kesal karena Kribo lebih membela Dira daripada aku sahabatnya sendiri. Dan keamarahan itu sampai membuatku enggan melanjutkan perdebatan dengan Kribo karena Dira. Aku beranjak pergi dari hadapannya dengan marah.
"Si... Sisii.. Bukan gitu maksud gue.. Sisii..." teriak Kribo mencegahku pergi. Tapi aku tak mempedulikan itu.

------------

Haiiii....
Lanjut baca new story ku yahh....
Terima kasiiihhh .....

My Love. My Life [ Tuhan, kenapa harus aku!? ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang