Broken part²

458 22 7
                                    

Jam istirahat...

3 jam pelajaran pertama ternyata serasa sehari aku berada di sekolah. Lammaaaaa banget!! Mungkin satu kelas akan melihat keanehan pada diri aku. Diam, tak banyak bicara seperti biasa, badan lemas seperti tak ada tenaga, pokoknya bukan Sisi yang aktif deh!! Ya itu karena aku merasa jika suhu badanku semakin tinggi. Aku sakit tauuuu... Dan saat jam istirahat, Thea yang sedari tadi melihatku lemas, kemudian ia pun jadi gelisah karena keadaanku.

"Si, badan lo makin panas deh!! Lo pulang aja kali ya.." ucap Thea sambil mengecek suhu badanku dengan tangannya. Mendengar itu, aku hanya menggelengkan kepalaku memberi tanda jika aku tak mau. Tenang, masih bisa ditahan kok sakitnya..

"Ya udah, kalo gitu gue beliin roti atau apa ya di kantin?!" tanya Thea menawarkan. Dan lagi-lagi aku hanya menganggukan kepalaku memberi tanda jika aku mau.

"The',, pinjem ponsel lo ya buat telepon Mama. Ponsel gue lowbatt!!" ucapku saat Thea enggan beranjak pergi. Karena ia tahu jika Mamaku tengah berada di luar kota, ia pun tersenyum yang kemudian memberikan ponselnya padaku. Dan seperginya Thea dari hadapanku, sesegera mungkin aku mencoba untuk menghubungi Mama. Tapi berkali-kali aku menghubunginya, tak satu pun panggilanku di respon oleh Mama. Sesibuk itu kah Mama, sampai-sampai teleponku tak di angkat. Jadi sedih , pasalnya setiap aku merasa tak enak badan, Mama selalu pergi. Bukannya aku manja, tapi kenapa itu selalu??!

Merasa jika badan aku begitu lemah, aku pun meletakkan ponsel Thea di meja yang kemudian aku menaruh kepalaku di atas lipatan tanganku. Tapi belum sampai 1 menit aku menaruh kepalaku di atas lipatan tanganku, tiba-tiba aku tersentak dengan akalku sendiri. Aku bangun dari tidurku yang kemudian meraih ponsel Thea dengan cepat. Tadinya aku tak punya niat, tapi tiba-tiba keinginan itu terlintas begitu saja. Ya, tiba-tiba aku ingin mencari tahu lebih jauh akan hubungan gelap mereka dari ponsel Thea.

"Thea, maaf kalau gue udah lancang!!" gerutuku sembari mengotak-atik ponselnya. Tujuan utamaku kali itu adalah pesan singkat Digo pada Thea. Bukan hal yang sulit untuk mencarinya, karena nama Digo di kotak masuk pesannya berada di atas sendiri. Aku pun segera membuka dan membaca isinya. Dan saat membacanya, rasanya aku ingin menangis, tapi air mata ini enggan untuk keluar. Nyesek!! Isi pesannya membuatku semakin menyalahkan diri aku sendiri. Apa Digo tahu jika aku sakit? Dan apakah sakitku itu menjadi alasan dia untuk memilih pasangan yang lebih sehat? Entahlah, kenapa itu bisa terlintas dalam benakku. Aku memang bukan orang yang 100% sehat, tapi aku berusaha sembuh untuk dia...

Tak berhenti di situ, aku pun kemudian mencari tahu lagi hubungan mereka dari foto-foto yang ada di memori ponselnya. Pasti ada jawaban yang akhirnya mengungkap semuanya, pasti!! Awalnya, aku mengira jika hubungan mereka masih berjalan beberapa hari ini, atau beberapa minggu ini, tapi ternyata aku salah. Aku shok berat saat tahu hubungan mereka telah berjalan beberapa bulan. Atau bahkan lebih dari yang aku duga. Dan foto mereka berdua saat liburan semester 1 lalu adalah jawabannya. Ternyata masa liburan beberapa bulan lalu, mereka berlibur bersama ke Jogja. Beberapa foto yang ada juga menunjukkan jika mereka berlibur bersama selama beberapa hari. Tanggal capturenya nggak akan bisa bohong. Mereka benar-benar telah mengkhianatiku sejauh itu. Ya Tuhan, sebodoh inikah aku? Mereka membiarkanku menangis di balik kebahagiaan mereka. Dan untuk sekarang, apa pantas mereka menjadi orang terpenting dalam hidup aku?! Merasa diri ini benar-benar terpukul, hati ini menjerit karena sakit, tapi kenapa air mata ini enggan untuk keluar? Sedangkan aku tak kuasa untuk menahannya. Tuhan, jika Digo bukanlah takdirku, pisahkan aku secepatnya dengan dia! Karena aku bukanlah perempuan tegar seperti orang tuaku.

Dan beberapa menit kemudian, aku yang masih merasa lemah tiba-tiba tersentak karena kedatangan Digo ke ruang kelasku. Ia menghampiriku yang sedari tadi berada di dalam kelas seorang diri. Sempat merasa bingung dengan sikapnya, sebab paginya ia masih bersikap dingin padaku. Karena aku tahu jika ia masih marah. Tapi siang itu, ia terlihat cemas. Langkah kakinya pun tergesa-gesa saat ia menemukanku tengah duduk sendiri.

"Sayang, barusan ketemu Thea katanya kamu sakit!! Kenapa??" tanya Digo padaku. Ia pun mencoba memeriksa badanku dengan tangannya dengan lembut. Digo cemas dengan keadaanku? Iya?

"Astaga, kamu panas banget!! Pulang aja ya!!?" ucap Digo yang kali itu mendapati badanku dengan suhu tinggi. Mendengar kata-katanya, aku hanya menggelengkan kepalau memberi tanda jika aku menolaknya. Nggak mau pulaang, maunya di goyang.. *eh

"Badan kamu panas banget. Istirahat aja ya di rumah!!" ucap Digo lagi yang terus memaksaku. Tapi lagi-lagi aku hanya menggelengkan kepala untuk menjawabnya. Bukannya aku sok-sokan dengan sakit yang aku rasa bisa aku tahan, tapi sebenarnya aku merasa sedih yang udah tingkat 4 dewa!! Tahu gimana sedihnya aku?!

"Kamu sakit pasti gara-gara aku ya?! Gara-gara aku udah marah banget sama kamu semalam? Iya?! Maafin aku ya!! Ok, aku akui jika aku cemburu. Tapi aku juga nggak suka kalau kamu bilang aku nggak patut cemburu sama Ega.. Maafin aku ya!!" ucap Digo kemudian. Sebenarnya aku tahu jika ia akan menghangatkan hubungan kita kembali saat ada angin yang berusaha membuat kita dingin. Dia selalu melakukan itu setiap kita bertengkar kecil. Tapi selama ini, ia tak pernah semarah itu meski pada akhirnya dia juga yang meminta maaf duluan. Mungkin disini aku egois, tapi keegoisanku beralasan. Dan aku yang kali itu mendengar penjelasan Digo, air mata yang tadinya enggan untuk keluar, kini ia telah siap membasahi pipiku. Ya, aku sedari tadi tak mengeluarkan satu kata pun dari bibirku saat mendengar penjelasan Digo.

"Heii, kamu kenapa nangis??!" tanya Digo yang tahu jika air mataku mengalir tiba-tiba. Sembari mengelus pipiku dengan lembut, ia berusaha mengusap air mataku. Dan masih tak menjawab pertanyaan-pertanyaan Digo, air mataku kian turun deras saat ia mendekatkan tubuhnya padaku. Ia kemudian memelukku bermaksud menenangkanku meski ia tak tahu apa yang tengah terjadi padaku. Merasa jika batin ini tersiksa, tangisku kian menjadi saat aku merasakan hangatnya pelukan Digo saat itu. Tangis ini bukanlah tangis dimana aku tengah tak enak badan. Bukan karena aku terenyuh karena permintaan maaf Digo. Tapi karena hati sebenarnya menjerit karena Digo dan Thea. Kenyataan yang ada membuatku lemah. Rasa sakitnya begitu dalam sampai membuatku menjadi perempuan yang tak berdaya di depannya. Tuhan, sudahi semuanya.. Aku tak kuat, Tuhaan!! (;_・)

My Love. My Life [ Tuhan, kenapa harus aku!? ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang