(ಥ_ಥ) ,, 2

483 28 2
                                    

"Jawab dong!! Thea gimana? Thea baik-baik aja kan?!" tanyaku yang terus mendesak mereka. Entah itu pertanyaan keberapa yang keluar dari bibirku untuk Digo dan Kribo. Tapi mereka hanya terdiam dan terdiam meski nada yang keluar dari bibirku sudah di atas batas sabarku. Aku kesal melihat mereka seperti itu. Tatapan Digo dan Kribo, suasana yang aneh itu membuatku benar-benar tak mengerti. Aku tak tahu maksud dari sikap mereka. Dan bagaimana aku bisa tahu kalau mereka hanya terdiam seperti itu.
Belum sampai mereka membuka mulut untuk mengucap kata apapun padaku, aku merasa jika ada seseorang yang tengah berjalan menuju kamarku. Aku bisa mendengar langkah kakinya itu karena pintu kamarku sedikit terbuka bekas Ega yang membukanya untuk keluar. Semakin jelas langkah itu terdengar semakin yakin pula jika seseorang itu tengah berjalan menuju kamarku. Yakinnya aku karena ia berjalan sembari memainkan gitar yang ada ditangannya. Namun belum sempat aku menebak orang itu, ternyata ia lebih dulu sampai di ruanganku. Sebenarnya aku tahu jika dentingan gitar yang dimainkan dengan lirih itu adalah dari jemari Ega. Yaa karena emang dia kan yang lagi ambil gitar..
"Thea nggak apa-apa. Dia baik-baik kok!! Tenang aja!!" ucap Ega kemudian. Dengan masih terus memainkan senar gitarnya, tiba-tiba Ega menjawab pertanyaanku tentang Thea. Padahal aku bertanya pada Digo dan Kribo, tapi kenapa Ega yang baru aja datang tiba-tiba menjawab pertanyaanku. Bagaimana dia bisa tahu itu?
"Nggak usah bingung! Gue baru aja lihat keadaannya, makanya gue lamaan dikit. Gue juga denger lo teriak-teriak nanyain Thea ke mereka. Di luar sepi, pintu kamar lo juga kebuka dikit, jadi gue ya denger!!" jelas Ega padaku. Layaknya dia punya indra ke tujuh, karena hal sekecil itu dia tahu. Bagaimana ekspresi bingungku, bagaimana rasa cemasku, dan hal-hal apa yang terlintas dalam benakku pun dia mudah untuk mengerti. Dengan mudah Ega memahami itu meski aku tak bersuara. Padahal semua itu terjadi karena adanya ketidaksengajaan.
"Terus, kalau Thea baik-baik aja, kenapa mereka ditanya malah diem?" tanyaku dengan nada yang masih kesal. Ega pun mengangkat pundaknya memberi tanda jika ia tak tahu. Dan dengan cepat ia menoleh memperhatikan Digo dan Kribo.
"Hhmm,, aku dari pagi nungguin kamu disini!! Jadi nggak tahu keadaan Thea gimana. Ketemu Ega juga baru disini tadi..." jawab Digo menjelaskan. Tapi aku merasa ada yang aneh dari dia. Dan jawaban itu juga tak membuatku lega yang mendengarnya.
"Nah gue,, gue baru kesini kali, Si..." sahut Kribo. Astagaaa,, kenapa berasa aneh sih jawaban mereka. Tapi aku juga tak mau berpikiran buruk dengan keadaan Thea. Aku harap dia baik-baik aja.
"Ya udah kali, Si. Thea nggak apa-apa juga. Udah deh!!" ucap Ega kemudian. Ia mencoba menenangkanku untuk tidak memperdebatkan hal kecil seperti itu. Karena dia tahu itu hal yang nggak akan pernah penting untuk dibahas. Menyadari itu, aku juga berusaha mengembalikan moodku seketika. Menghilangkan kekesalanku dan merubahnya dengan senyum selebar mungkin.
Ega kemudian berjalan mendekatiku yang kemudian duduk di atas ranjang tidurku. Kaki kirinya diletakkan di atas kasur dengan sedikit menekuknya. Sementara kaki sebelahnya dibiarkan bergelantungan dengan seenaknya. Dan bagiku itu adalah posisi nyamannya saat ia meletakkan gitar miliknya di atas pangkuannya. Dan setelah itu jari-jemarinya mulai memetik senar gitarnya dan sesekali melantunkan lagu-lagu dengan suara kecil untuk melakukan pemanasan. Aku pun kemudian menata posisi dudukku untuk lebih nyaman menikmati permainan gitar Ega. Sementara Digo dan Kribo juga lebih mendekatkan duduknya untuk lebih mendekati ranjangku.
"Ega, lagu hujan dong!!" ucapku kemudian pada Ega. Terlihat jika Ega tak mengerti dengan maksudku.
"Lagunya siapa??" tanya Ega.
"Lagu terakhir beberapa hari kemarin, waktu lo bawain di cafe yang masih ngamen sama gue itu lhoo..." jelasku. Ega mengehentikan gerakan jari-jarinya dari senar gitar yang kemudian menundukkan kepalanya sejenak. Memutar ingatannya kembali kebeberapa hari kemarin untuk menemukan jawaban akan maksudku. Dan tak butuh waktu lama, ia pun kemudian langsung memulai permainan gitarnya itu. Karena dia tahu lagu apa yang ingin aku dengar.
Dan entah rasa apa yang aku rasakan saat telinga ini mulai mendengar petikan-petikan senar gitar yang mulai dimainkan oleh tangan Ega. Lagu yang dimainkan Ega memang lagu sedih, tapi rasa ini bukan rasa sedih karena mendengar lagu itu. -----
'Kemarin ku dengar kau ucap kata cinta.. Se
----- Aku sedih karena mungkin kebersamaan ini adalah kebersamaan terakhirku dengan mereka. Merasa takut jika semuanya berakhir disaat rasa ini masih menginginkan kebersamaan. Dan mungkin lantunan lagu yang kita nyanyikan bersama kali ini adalah lagu terakhir yang bisa ku nyanyikan.
Tubuh ini benar-benar kehilangan daya tegarnya. Menggerakkan kakiku pun aku tak bisa. Aku juga merasa jika tanganku merasakan hal yang sama. Aku tak bisa menggerakkan tubuhku dengan mudah. Bahkan aku tak bisa duduk dengan tegar seperti sebelumnya. Mata yang tadinya terbuka lebar, kini aku merasa jika ia perlahan menutupi pandanganku. Dan telinga ini, yang sebelumnya begitu mendengar jelas suara merdu Ega, Digo dan Kribo bernyanyi, kini perlahan pendengaranku berkurang. Padahal, mereka bertiga bernyanyi dengan lantang di ruangan itu. Bahkan suara gitar itu juga terdengar dengan keras. Tapi kenapa pendengaranku tiba-tiba menurun. Aku tak bisa mendengar jelas suara mereka. Aku tak bisa melihat dengan jelas wajah-wajah berseri mereka. Suara itu semakin lama semakin terdengar kecil layaknya terdengar sangat jauh. Pandanganku pun juga semakin lama semakin buram. Semua itu membuatku tak mengerti apa yang akan terjadi padaku. Karena semakin lama semua itu tak bisa ku rasakan lagi dengan jelas. Gelap dan sunyi. Suatu keadaan yang kemudian kurasakan dengan teramat jelasnya. Tuhan apa aku akan......

My Love. My Life [ Tuhan, kenapa harus aku!? ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang