Kuatkan aku Tuhan!!

1K 16 4
                                    

Sore itu jam dinding di kamarku menunjukkan pukul 16.00. Sepulang dari sekolah aku sama sekali tak keluar dari kamar. Mama pun tak kunjung pulang dari kerjanya. Berkali-kali ku hubungi tapi tak pernah tersambung.

"Mama, Mamaa kemana?" ucapku lirih. Lirihanku kali itu bukanlah lirihan karena aku anak Mama yang selalu menginginkan ia ada. Namun lirihan itu adalah rasa dimana aku butuh Mama disaat aku merasakan sakit. Ya, aku masih merasakan sakit sejak siang di sekolah. Sakit itu tak kunjung pulih. Meski aku tahu sakit itu butuh waktu kepulihan yang tak sebentar. Namun kali itu terasa amat sakit yang tak biasa. Tuhan, Sisi mohon pulihkan!! Pacar Sisi mau dateng Tuhan!! :D . Namun tak lama kemudian ponselku pun berbunyi. Dan ku lihat jika Mama meneleponku. Sesegera mungkin aku mengangkatnya.

"Haloo Mama! Mama dimana?!" tanyaku.

"Sisi, Mama lagi di luar kota. Ada kerjaan disini. Mama mungkin pulang besok atau besok lusa sayang. Kamu baik-baik ya di rumah!!" jawab Mama yang menjelaskan. Hhuuaaa... Aku sendiri di rumah!? Aku sakit Maa!! Tapi apa iya aku bilang kalau aku tengah sakit? Bagaimana dengan Mama nantinya jika tahu aku sakit!? Ya sudahlah..

"Ya udah, Mama baik-baik juga ya disana!!" jawabku yang dibalik jawaban itu ada sakit yang kusembunyikan.

"Kamu kenapa sayang?! Kedengeran lemes gitu!?" tanya Mama yang tahu akan keanehan suaraku.

"Nggak apa-apa, abis bangun tidur. Oh ya Ma, ntar malem Digo mau kesini. Nggak apa-apa kan kalo nggak ada Mama?! Kan ada yang lain di rumah" tanyaku mencoba mengalihkan perhatiannya.

"Ok nggak apa-apa. Tapi jangan macem-macem yah!! Ya udah Mama lanjut kerja lagi ya sayang!? Muach love you.." jawab Mama yang kemudian mengakhiri telepon.

"Love you Maa!!" ucapku lirih yang kemudian menutup telepon. Sesaat setelah mengakhiri telepon itu, entah kenapa air mataku tiba-tiba turun. Aku menangis, tapi entah tangisan itu karena apa. Aneh, tak pernah merasakan ini sebelumnya. Mungkin terlihat jika sore itu bukanlah Sisi perempuan yang aktif, cerewet, dan nggak bisa diem.

"Tuhan, apa harus sekarang!?" ucapku lirih. Sakiiittt!! Obat pun sudah ku minum sesuai resep dokter. Namun sakit ini kenapa belum pulih!? Tak lama kemudian, aku pun tertidur. Dan saat aku tertidur ternyata jam dinding kamarku berjalan cepat sampai akhirnya menunjukkan pukul 19.00.

Tok tok tok... Ketukan itu pun akhirnya membangunkanku.

"Sisi, kamu di dalem?! Aku masuk ya?!" ketukan itu kemudian di barengi suara dari balik pintu. Aku mendengar jelas jika suara itu adalah suara Digo. Belum sempat aku merapikan rambut dan merubah raut wajahku, Digo pun akhirnya masuk ke kamarku.

"Heii,, kamu masih sakit? Kata Mbak Santi kamu nggak keluar kamar dari tadi?!" tanya Digo yang khawatir akan keadaanku. Aku yang merasa tubuhku lemah, kemudian ia membantuku bangun untuk duduk. Dengan lembut ia merapikan rambutku yang berantakan. Mengelus pipiku manja memberi tanda jikaa,, huaaaa aku suka aku suka. Aku suka diperlakukan dan diperhatikan seperti itu.

"Kamu udah lama datengnya!?" tanyaku lirih padanya.

"Enggak, baru aja kok! Kalo kamu dari tadi di kamar, berarti belum makan dong!? Aku ambilin makan yah?" bujuk Digo. Aku hanya tersenyum menjawab bujukannya. Dan tak lama kemudian Digo pun membawakanku makanan untuk makan. Tanpa mempertanyakan apapun, dengan sigap ia pun kemudian menyuapiku dengan lembut. Nah lo, ada yang pernah disuapin pacarnya!? Nih aku, Sisi Melani Latuconsina lagi pamer disuapin pacar terbaiknya. Ayeeii...

Beberapa menit kenudian..

"Makan udah, disuapin lagi. Minum obat juga udah. Tidur lagi ya, istirahat biar besok bisa masuk sekolah!!" bujuk Digo untuk aku segera istirahat. Namun aku menolaknya, dan memasang raut wajah cem-be-rut, karena aku tahu itu adalah kalimat yang ujung-ujungnya dia akan pamit dan pulang. Yah maksudnya kan biar dia lamaan dikit gitu!!

"Kita ke taman dulu!!" ajakku yang menahan dia untuk pulang.

"Lhoh kok ke taman? Ntar kamu makin sakit karena udara malem! Udah istirahat aja!!" ucap Digo yang terus membujukku untuk istirahat.

"Ayolah!!" rengekku padanya. Salah satu jurus ampuh untuk Digo mengiyakan permintaanku. Dan akhirnyaaaa, ia pun memenuhi permintaanku. Saat berjalan menuju taman belakang rumahku, aku menyelipkan gitar milikku ke tangan kirinya. Digo yang menerimanya hanya menunjukkan senyum manisnya padaku. Hehe, mau romantis-romantisan dulu yee...

Sesampainya di taman, aku dan Digo lebih memilih duduk di ayunan yang ada di pinggir kolam ikan dari pada duduk di terasnya. Malam itu aku memandang langit yang penuh bintang dengan rasa bahagia. Bahagia karena Tuhan masih mengijinkanku merasakan itu semua. Dan perlahan Digo pun melantunkan lagu dengan iringan gitar di tangannya. Malam itu semakin terasa hangat saat aku mendengat suara merdu Digo.

"Andai engkau tahu betapa ku mencinta.. Selalu menjadikanmu isi dalam doaku..

Ku tahu tak mudah.. Menjadi yang kau mintaa.. Ku pasrahkan hatiku takdirkan menjawabnya..." belum usai ia menyanyikan lagu itu, kemudian aku menghentikan lantunan lagunya dengaaann...

Aku mencium pipinya lembut yang kemudian membisikinya kata "I love you more Digo!"

Seketika Digo menghentikan permainan gitarnya dan kemudian menatapku penuh dengan rasa sayang. Aku pun membalas tatapan itu dengan tersenyum.

"Aku mencintai kamu Digo. Aku mencintai kamu mungkin lebih dari yang kamu tahu. Rasa ini hidup, rasa ini semakin besar ku rasa saat akuuu..." ucapku lirih di depannya. Namun kata-kata itu belum selesai ku ucap, karena aku memang sengaja tak melanjutkannya.

"Saat aku apa?" tanya Digo yang ingin tahu lanjutan kata-kataku.

"Saat aku setiap harinya merasa takut jika hari ini adalah hari terakhir aku dipertemukan sama kamu" jawabku kemudian. Namun jawaban itu hanya diri aku yang mendengarnya. Aku melanjutkan kata-kata itu dalam hati sehingga Digo tak mendengarnya.

"Saat aku apa sayang? Lanjutin!" tanya Digo yang mendesakku untuk melanjutkannya. Namun aku hanya melempar senyum padanya memberi tanda jika itu tak penting.

"Intinya aku sangat sangat sangat menyayangi kamu!!" jawabku yang menyembunyikan maksudku. Digo yang mendengar kata-kataku kemudian tersenyum tak merasa jika ada yang tengah aku sembunyikan. Setelah itu, Digo pun melanjutkan nyanyiannya dengan suara yang terdengar romantis di telingaku. Aku pun menikmati petikan gitar dan suara merdu itu dengan menaruh kepalaku di pundaknya. Tuhan, jika aku bisa meminta, aku ingin waktu berhenti saat ini. Berhenti karena aku ingin merasakan kehangatan ini tanpa aku takut hari esok akan mengakhirinya.

Duk,, tak lama kemudian aku merasakan sakit itu datang lagi. Dan kali ini sakit itu membuatku benar-benar lemah. Mengangkat tubuh sendiri pun serasa tak kuat. Bagaimana aku harus menyembunyikan itu dari Digo. Aku tak mau ia melihatku lemah seperti ini. Tanpa menunjukkan ekspresi kesakitanku, aku pun yang dari tadi bersandar di bahunya kemudian memejamkan mata bermaksud untuk memperlihatkan jika aku tertidur. Digo yang ku dengar sesekali berkata dan menanyakan sesuatu padaku, namun aku tak merespon sedikitpun kata-katanya. Sampai akhirnya ia benar-benar tersadat jika aku tertidur.

"Sayang, kamu tidur!?" tanya Digo yang tahu jika aku tertidur di bahunya. Dan lagi-lagi aku tak meresponnya bermaksud agar dia segera membawaku ke kamar dan kemudian meninggalkanku sendiri. Dan akhirnya, tanpa mencoba membangunkanku ia pun akhirnya menggendongku untuk masuk ke kamar. Sesampainya di kamar ia menidurkanku di ranjang tempat tidurku dengan sangat berhati-hati. Aku merasakan itu, sebab aku tahu jika ia berusaha agar aku tidak terbangun. Perlahan ia pun menyelimuti dan dengan lembut ia mencium keningku. Hullaaaa... Aku merasakan itu dengan teramat jelas! Gini aja ya tiap hari, biar adegannya begini tiap hari. Hahaha ngarep banget!!

"Aku juga sayang sama kamu!! Met tidur ya sayang!!" ucap Digo yang kemudian berlalu meninggalkanku. Kata-katanya lirih ku dengar, berbisik lembut di telingaku.

Saat aku mendengar pintu kamarku tertutup, aku pun kemudian membuka mata. Bukan bermaksud untuk tidak pernah jujur akan sakitku, tapi aku tak mau dia melihatku dalam keadaan seperti ini. Sebenarnya ini bukan hal yang mudah untuk aku hadapi sendiri. Tapi aku juga tak mau membagi bebanku ini terhadap orang lain.

"Mamaaaa.... Sakit Maaa!!" lirihku yang semakin merasakan sakit itu menjadi. Tangisku saat itu pun tak akan bisa membuat sakit ini hilang dengan seketikanya. Tuhan, aku pasrah...

My Love. My Life [ Tuhan, kenapa harus aku!? ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang