Tarissa Acasha, perempuan berumur 25 tahun yang suka berpindah tempat tinggal. Dia akan tinggal paling lama setahun pada suatu tempat, setelah itu pindah ke kota lainnya. Menurutnya jika tempat itu sudah berisik, maka lekas pindah. Bukan tanpa alasa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🌇🌇🌇
Waktu berlalu dengan cepat. Selama empat hari ini Tarissa dan pak Ilham semakin dekat. Dalam artian keduanya sering bersama. Seperti berangkat bersama saat pagi, lalu diantar pulang oleh lelaki itu. Dan itu sudah membuat perempuan itu yakin jika pak Ilham menyimpan hal khusus untuknya.
Dia tersenyum tipis saat bayangan lelaki itu muncul di kepalanya. Bos tampan yang galak itu ternyata bisa jatuh cinta juga. Dan seperti yang ia katakan kemarin, jangan sembarangan memijat kepala lelaki lajang. Berbahaya.
Kucing putih yang sedang ia peluk menggeliat, lalu mengeong dengan keras. Mata hitam kucing itu membesar, tangannya yang mungil menggapai-gapai wajahnya sambil terus mengeong. Dia tidak tahu bahasa kucing, tapi yang jelas dia tahu bagaimana kucingnya jika sedang lapar.
"Iya-iya. Ayo makan. Makan yang banyak biar kegemukan. Trus susah gerak. Biar pas dikejar kucing lain gak bisa kabur. Nyaho gak tuh?" katanya sambil menggelitik tubuh kucing putih itu.
Dia bangkit dari posisi tidurnya, lalu berjalan ke dapur dengan buntalan putih berbulu di gendongannya. Saat membuka lemari, terlihat banyak makanan kucing dengan berbagai varian. Dia menurunkan kucing tadi, kemudian mengambil bungkus makanan favorit si putih.
Dengan tidak sabar kucing itu menyentuh kakinya, agar dia segera memberikan makanan padanya. "Dih, gak sabaran."
Setelah memberikan makanan pada kucingnya, dia juga ikut makan beberapa cemilan yang ia beli kemarin. Keduanya makan dengan santai tanpa perlu memikirkan hal merepotkan. Hah! Nikmatnya hidup.
"Lusa kita berangkat, Cing. Siap-siap, ya. Kali ini gak akan bisa setenang sebelumnya. Jujur aja aku deg-degan. Hah! Punya mantan emang nyusahin. Aku udah ngerencanain ini selama 5 tahun. Masa harus mundur. Majulah!" Dia berbicara pada kucingnya sambil terus mengunyah. Hal ini sudah biasa bagi pecinta kucing. Menganggap hewan itu adalah teman curhat.
Tidak ada nama khusus yang ia berikan pada makhluk berbulu itu. Selagi saat lapar dia datang, tidak ada masalah lainnya. Yang jelas begitu suara piring berbunyi, kucing itu pasti akan menghampirinya.
"Aku mau rapiin baju dulu. Kalau udah kelar makan langsung ke kamar. Inget jangan pup sembarangan." Usai mengatakan itu dia beranjak ke kamar. Meninggalkan kucing putih itu yang masih asik dengan makanannya.
Pakaiannya tidak terlalu banyak. Sebab dia selalu berpindah tempat tinggal. Jadi akan sangat merepotkan jika membawa terlalu banyak kain.
Tidak sampai dua jam dia sudah selesai bersiap. Dia hanya memilih baju yang akan dia bawa, sisanya dia berpikir untuk memberikan pada Dina. Bajunya hanya beberapa kali saja dia pakai. Dia sedikit boros karena akan membeli baju baru setiap kali dia pindah.
"Besok tinggal pamit sama yang lain. Setelah itu berangkat," gumamnya.
Dia berjalan menuju cermin, menatap pantulan dirinya. Rambut cokelatnya tergerai bebas. Dia memang tidak memakai jilbab saat di dalam rumah. Hanya keluar saja dia memakainya.