Ditulis, 11 Mei 2022.
🌇🌇🌇
Setelah meninggalkan rumah sakit, Ilham pergi bersama bawahannya menuju tempat percetakan kaos. Di sana, dia menarik tumpukan kain yang ternyata adalah pintu. Begitu masuk, suasana berubah. Temperamennya tetap galak, tapi lebih mengerikan.
Ia duduk di sofa merah, menatap ketiga orang pria di depannya dengan emosi. "Bagaimana bisa tertangkap?"
Ketiga pria itu saling melirik diam-diam, menunduk karena takut pada tatapan ganas itu.
"Katakan!"
"Ya, begini—Martin tertangkap di Babyclub. Namun, bukan oleh polisi. Tapi pemilik club itu. Orang kami menduga karena dia menyinggung mereka." Pria yang berusia 40-an itu menjelaskan. Telapak tangannya basah dan tidak berani menatap ke depan. Sebab, Martin orang yang dibawa olehnya.
Ilham mengerutkan kening. Seingatnya, pemilik club itu tidak suka ikut campur. Kecuali menginjak garis bawahnya. "Cari tau lebih jelas," perintahnya.
"Baik!"
"Lalu, bagaimana dengan yang lain?"
"Tidak tau bagaimana, tapi dua orang sudah ditangkap. Meski hanya anggota tidak penting, tapi tetap membawa kerugian. Kami menduga ini juga ada campur tangan dari pemilik Babyclub," jelas pria yang memakai anting. Usianya terlihat masih dibawah 30-an.
Kening Ilham berkerut lebih dalam. Jika itu benar, sepertinya Martin menyinggung orang ini terlalu dalam. "Siapa pemilik club itu? Aku akan berbicara dengannya secara pribadi," katanya.
Pria yang mengikutinya sejak tadi segera menyerahkan map cokelat. Di dalamnya berisi data umum dan juga foto orang yang dimaksud.
Ilham membuka berkas itu, matanya tidak bisa menahan keterkejutan saat melihat wajah yang ia kenali. "Dia Lorenzo?" tanyanya. Para pria di ruangan itu segera mengangguk.
Pikirannya berputar di sekitar Tarissa dan Archlucky. Dulu, dia pernah meminta Tarissa menggunakan aku-kamu. Namun, perempuan itu menolak. Meski itu hal sederhana, tapi Tarissa menggunakan panggilan itu pada lelaki ini.
Hei, apakah dia menerima kejutan?
"Cari tau juga tentang perempuan bernama Tarissa Acasha. Dia baru beberapa hari di sini dan terlihat cukup dekat dengan Lorenzo," ujarnya.
Mendengar permintaannya, yang lain juga kaget. Hei, siapa itu Lorenzo? Bukankah itu pria yang menganggap wanita menjijikkan? Bisakah dia dekat dengan seseorang?
Dan, siapa Tarissa?
"Kemudian ... Martin? Apakah kita harus melepaskannya?"
Ilham mendengkus. Wajahnya acuh tak acuh saat berkata, "Biarkan saja. Begitu juga dua orang lainnya. Sementara yang lain, sembunyikan agar tidak tertangkap lagi."
Ada 5 tingkat jabatan dalam kelompok. Ilham berada di tingkat ke dua. Hanya tingkat ke tiga yang bisa bertemu dengan tingkat ke dua, sementara tingkat paling tinggi, Ilham saja harus menunggu pihak lain memanggilnya. Tingkat ke dua dan ke tiga bisa dibilang anggota tetap. Sementara ke bawah, bisa dihilangkan jika merugikan.
"Hanya itu." Ilham bangkit, lalu melihat lagi ke arah mereka. "Oh, hanya cari tau latar belakang gadis itu. Jangan menyentuhnya," ujarnya, penuh penekanan.
Setelah dia pergi, para pria di ruangan itu menarik napas panjang. Tidak perlu menekan mereka dengan aura yang begitu kuat. Lagi pula mereka bukan orang yang usil. Namun, hal ini membuat mereka kembali bertanya. Siapa Tarissa?
🌇🌇🌇
Sementara Martin yang membawa dua kemarahan Ilham sedang meringkuk di sudut dengan gemetar. Tubuhnya penuh luka dan cairan lengket. Rantai di lehernya berbunyi saat ingin menghindar dari tangan wanita di depannya.
Wanita itu tertawa sinis. Dia meletakkan makanan dan air di depannya. "Aku membawakanmu makanan. Bukankah aku orang baik?" tanyanya. "Asal kau tau. Bos menyuruh agar kau hanya minum air putih saja. Tapi aku sangat baik. Jadi, jangan coba-coba untuk kabur lagi dari sini."
Martin hanya memeluk kakinya, menghindari tatapan wanita itu. Namun, rantai di lehernya ditarik, membuatnya terpaksa mengangkat kepala agar tidak tercekik.
"Jadilah penurut. Jika tidak, bukan hanya 3, tapi aku akan memberimu 10. Hei, bukankah itu menyenangkan?" Senyum muncul di bibir wanita itu, seolah mengejeknya.
Buru-buru ia mengangguk. Bukan karena dia tidak memiliki tulang punggung. Namun, satu malam membuatnya berada di ujung kehancuran.
"Bagus." Wanita itu melepas rantai dengan jijik. "Lagi pula, siapa yang memberimu keberanian untuk menjadikan wanita Bos sebagai pel*cur? Sungguh bosan hidup. Sekarang, bagaimana rasanya? Indah, bukan? Haha!"
Wanita itu pergi sambil tertawa kejam. Meninggalkan Martin yang menggigil. Entah karena ketakutan, atau kedinginan karena tidak memakai sehelai benangpun.
Dia mendengar kekejaman Lorenzo. Namun, dia belum pernah mendengar jika lelaki itu menghukum orang dengan cara menjijikkan seperti ini.
Ia menatap kosong bubur cair di depannya. Jika punya keberanian, dia ingin mati saja. Namun, dia pengecut.
🌇🌇🌇
Hei, hei. Bukan bermaksud menulis sedikit tiap part. Namun saya hanya menyesuaikan dengan judul chapter. Hehe.
Adegan Martin sedikit dewasa. Jadi saya berusaha agar tidak terlalu menjelaskannya. Biar pembaca nyaman dan saya juga tidak canggung menulisnya.
Tapi sejujurnya, saya ingin menghukum seseorang dengan cara itu. Tapi saya tidak setega itu. Dan juga, dia lebih berkuasa di banding saya. Huhu. Saya takut kebalikannya. Astaghfirullah.
Juga, jangan menanyakan kenapa Tarissa punya mantan pacar seperti itu sementara dia terlihat baik. Yeah, sekarang baik, sebelumnya beda tipis dengan Archlucky. Dhea bilang sih serasi.
Terakhir, terimakasih kepada pembaca sekalian. Hei, kalian. I love you❤.
![](https://img.wattpad.com/cover/266245426-288-k895354.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Nyusahin
ActionTarissa Acasha, perempuan berumur 25 tahun yang suka berpindah tempat tinggal. Dia akan tinggal paling lama setahun pada suatu tempat, setelah itu pindah ke kota lainnya. Menurutnya jika tempat itu sudah berisik, maka lekas pindah. Bukan tanpa alasa...