Berangkat

184 20 5
                                    

Ditulis, 30 April 2021.

🌇🌇🌇

Tarissa sudah siap dengan koper hitam besar dan juga satu kandang kucing. Apalagi jika bukan si putih.

Saat ini dia memakai celana jeans hitam longgar, blouse berwarna merah muda dilapisi jaket kebesaran berbahan jeans. Tak lupa jilbab pasmina berwarna biru tua.

Seseorang yang sejak tadi berdiri di samping mobil hitam tak henti menatapnya dengan senyum tipis. Dia sadar, hanya saja seolah tidak melihat.

Buk Iros dan kedua anaknya berada di sana untuk melepasnya pergi. Wajah wanita itu basah karena air mata. "Kamu jangan main sama anak-anak nakal di sana. Nanti kenapa-napa," pesan wanita itu.

Tarissa terkekeh kecil. "Iyaa. Lagian mereka gak senakal itu, kok," ujarnya. "Kalian jaga diri, ya. Nanti kita pasti ketemu lagi, kok," timpalnya.

"Ya udah. Saya berangkat dulu, ya. Assalamualaikum." Usai berucap, dia menyeret kopernya di tangan kanan, sementara di tangan kirinya menenteng kandang kucing berwarna biru muda.

Pak Ilham mengambil alih koper dan memasukkannya ke dalam mobil. Tarissa sendiri langsung masuk ke lewat pintu samping. Ia meletakkan kandang kucingnya di kursi belakang dengan aman.

"Kamu bawa kucing?" tanya lelaki itu heran.

"Iya. Dia kucing saya. Kasian kalau di tinggal. Jadi selalu saya bawa ke mana-mana," jawabnya.

Pak Ilham manggut-manggut sambil menatap kandang kucing itu dengan tatapan iri. "Nanti beritahu aku, ya, alamat kamu yang baru," pintanya.

"Buat apa?"

"Nanti aku mau mampir."

Tarissa mendengkus pelan. Astaga! Lelaki itu kira Kalimantan dan Jawa itu dekat?

"Iya, nanti saya kirim alamat saya ke Bapak," ujarnya.

Hening sesaat. Pak Ilham kehabisan bahan pembahasan, dan Tarissa yang tidak suka berbicara duluan.

"Eum, Tari ...." Tarissa menoleh ke arah lelaki itu yang terlihat sedang gugup. "Soal tipe kamu yang kemarin itu .... Menurut kamu, aku masih galak, gak?" tanyanya dengan wajah memerah.

Sekuat tenaga Tarissa menahan agar tawanya tidak lepas. Mereka bukan lagi remaja labil yang masih malu-malu saat jatuh cinta. Namun, dari gelagatnya lelaki ini pasti belum berpengalaman dalam hal pacaran.

"Enggak. Bapak manis," katanya. Hal itu langsung membuat pak Ilham menoleh ke kanan. Wajahnya memerah sampai ke telinga.

"A-Aku ...."

"Iya? Kenapa?"

"Nggak jadi."

"Jangan gemesin kayak gini, Pak. Kita cuma berdua di dalam mobil. Nanti saya beneran khilaf, lho," goda Tarissa. Dia tersenyum nakal, melihat ke arah lelaki itu. Tapi tidak benar-benar menatap wajah pak Ilham. Seperti yang dia bilang, dia takut khilaf.

"Kebalik, Tari."

"Ha-ha-ha! Iya-iya."

🌇🌇🌇

"Kalau udah sampai kabarin aku."

Tarissa terkekeh geli mengingat lelaki itu. Bosnya yang super galak itu benar-benar lucu. Ah, nanti judulnya 'Bos galakku ternyata menggemaskan'. Eh, atau, 'Pacarku Bos galak!'.

Dia tidak bisa menahan senyumnya sejak tadi. Tidak peduli jika dikira gila oleh para penumpang di sini.

Sudah 10 menit yang lalu dia duduk dengan nyaman di dalam pesawat. Dan sejak saat itu juga dia terus tersenyum. Dia menyukai lelaki itu. Tapi bukan cinta. Itu yang membuatnya kesal.

Mantan NyusahinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang