Happy readiiiiing. Thanks vote, komennya juga yaaaa
*****
Bosku yang sableng tapi ganteng itu kembali berkeliaran di sekitar kantor menjelang jam tiga sore. Gak munak sih, dia emang ganteng meskipun bagiku rada gendeng. Kami berpapasan di mushola, dia baru selesai wudhu, rambutnya basah, pesona duda rambut basah, damage nya kena di hati kata geng cibi-cibi kantor. Mleyot mereka.
Bara hanya melirik sekilas dan berlalu begitu saja. Songong amat, tadi aja ngajak kencan segala, sekarang pura-pura kek orang gak kenal.
"Ganteng sumpah." Sonia menarikku keluar mushola, memakai sendal jepit, kembali ke ruangan. Sepatu kami di sana. Sementara di belakangku, rekan-rekan cewek jomblo dari berbagai usia dan tergabung dalam geng cibi-cibi maruko chan masih setia menunggu Bara. Padahal mereka sudah sholat Ashar lho, emang mau nambah?
"Iya, gak munak, emang ganteng."
"Ganteng gitu, kok istrinya bisa serong ya?" Sonia berbisik pelan, gak enak emang rasan-rasan pimpinan kalau sampai kedengeran.
"Ya mana kutahu Son, tiap rumah tangga kan pasti punya cerita, ganteng, cantik, rupawan nggak jaminan juga langgeng selamanya."
"Iya sih, kadang itu juga yang bikin aku males berkomitmen untuk saat ini, masih ngeri aja kalau tiba-tiba diduakan, pait Mak."
Aku tertawa kecil, merangkul bahunya, "Masih asyik kek gini kan?"
Dia ikut tertawa, "Iya, bebas, sementara kamu saja yang jadi pacarku."
"Hidih." aku mendorongnya. Bergidik jijik. Sonia tertawa terbahak-bahak.
"Sabtu besok nonton yuk. Kan jum'at gajian."
"Boleh banget," aku cekikikan, "waktunya menghabiskan gaji, jangan lupa nabung, buat jalan-jalan keliling Indonesia."
"Woyajelas, kamu gak pulang ke Batu?"
"Minggu depan aja."
Sonia sumringah. Seperti mendapat teman kencan. Baguslah, jadi aku bisa punya alasan menolak Barakuda.
**
Jam lima sore, aku sudah melangkah keluar ruangan divisi operasional. Memperlambat langkah ketika melewati ruangan Branch Manager. Dia udah pulang belum ya? Dulu Pak Yus, kalau pulang biasanya paling cepet jam tujuh malam.
Kadang sampai jam delapan atau sembilan malam, menunggu teller selesai rekonsiliasi seluruh transaksi hari itu. Apalagi ini menjelang akhir bulan. Sebagai pimpinan cabang, harus memastikan transaksi aman terkendali tanpa selisih kan? Pasti dia juga.
"Lho Sar? Udah mau pulang?" aku terkejut, saat melewati front office dan melihat empat teller tersenyum puas. Sari, Intan, Bagus dan Roni.
"Alhamdulillah Mbak, dikit lagi selesai, no lembur-lembur."
Tumben.
Bagus dan Roni, tampak serius memastikan ulang. Sementara Sari dan Intan siap memasukkan uang ke dalam brankas.
Aku jadi penasaran, biasanya mereka selalu saja selisih, kadangkala melibatkan hampir mayoritas karyawan untuk membantu mencari penyebab selisih kalau gak ketemu-ketemu. Terutama unit internal audit, selalu ketiban sampur membantu mencari selisih.
"Tumben Sar." tanpa sadar, aku berhenti di depan meja teller. Memperhatikan sisa kerjaan mereka.
"Iya, tadi sama Pak Bara sudah diajari biar gak lembur-lembur," jawab Intan. Oh, pantes. Aku melirik ruangan Branch Manager yang tertutup. Dia udah pulang belum ya? Whatsapp nya belum kubalas sih, dia juga gak kirim pesan lagi. Bodo amat ah, pulang aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
serendipity (Terbit)
RomanceSerendipity Usiaku 30 tahun, high quality jomblo, lalu tiba-tiba diminta pertanggungjawaban seorang Duren alias Duda keren? Aku kudu eotteoke miskah? -Kayla, kacung corporate, 30 Tahun- #1-romansakomedi (020821) #1- fiksipopuler (110821) Cover : Ay...