35. 🥨

13.8K 2.5K 120
                                    

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading.
Upload malam-malam gak papa yaaaa.
****

Cerita ranjang goyang pun sampai di keluarga besar Mama Ratih. Bude Tin benar-benar ember, rasanya malu sekali, jadi bulan-bulanan di acara arisan keluarga besar yang diadakan di rumah mertuaku hari ini.

Bude, Pakde, Om, Tante, sepupu, gantian membully. Bahkan Mama Ratih dan Papa sekalipun, ikut-ikutan meledek. Wajahku sudah mirip kepiting rebus, sementara Bara terlihat santai-santai saja. Sejak tadi tak menggubris bully an itu. 

Kampret emang, lagian kenapa gosipnya jadi ranjang goyang sih? Wah gak bener Bude kalau cerita, dikasih bumbu penyedap, pake bon cabe pula. Hot.

"Kerja keras banget ya sampai ranjangnya bunyi," bisik Mbak Retno, anak Bude Tin saat mengambil urap-urap di meja makan. Aku yang tengah memotong puding memutar bola mata. 

"Bully terooooossss." 

Mbak Retno cekikikan, setelah mengambil urap-urap dia mengekor langkahku yang duduk di sofa tak jauh dari meja makan, dekat dengan krucil-krucil,  yang berebut remot TV, satunya minta film kartun doraemon, satunya mau nonton film sponge bob.

Sementara tak jauh dari mereka, anak-anak om dan tante yang masih remaja, sibuk tik tok an. Para orangtua dan sepupu-sepupuku yang sudah dewasa, ada di ruang tamu dan  teras depan.

"Udah pernah ke dokter?" tanyanya. 

"Rencana minggu depan, dulu Mbak Retno ke Puri Bunda ya?" 

Perempuan berambut panjang yang duduk di sebelahku mengangguk, "Iya, sama dokter Ajeng, enak kok orangnya, nanti tanyakan aja semua yang pengen kamu tahu, atau keluhan apa yang kamu rasakan." 

Aku mengangguk. 

"Kalau kata mertuaku gini Kay, anak itu nggak bisa diminta, dia amanah yang dikasih Allah seperti halnya rezeki, semakin kita berharap, biasanya malah nggak hamil-hamil." 

"aku pernah dengar juga sih, mitos bukan?" 

"awalnya, aku nggak percaya, biasalah kadang orangtua kan meyakini sesuatu berdasarkan keyakinan turun temurun tanpa ada dasar logika yang jelas, eh ternyata saat aku konsultasi ke dokter Ajeng, dia juga memberi masukan yang sama." 

"Ohya?" 

Mbak Retno mengangguk, "Dia bilang, nggak usah terlalu kepikiran pengen hamil, jatuhnya nanti stress, apalagi tertekan dengan sekitar kita yang mulai menggunjing ini itu, karena bisa menjadi faktor utama kegagalan proses pembuahan, kalau orang tua kan nggak tahu alasan medisnya, yang beliau-beliau pegang berdasar pengalaman secara turun temurun, pendek kata, sama orang tua, kita disuruh ikhlas, saat ikhlas biasanya malah di kasih. "

serendipity (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang