Happy reading.
****
"Mas Kris sama Ibu sehat Kay?""Sehat." aku menyesap es teh setelah makan malamku tandas. Kami beneran makan malam gulai kepala ikan Mas Agus lho. Gila ini Bos sableng, tiap hari gini, dompetku bisa aman dan makmur.
Meski sebelum berangkat drama pertanyaan dulu dari Izzah, kalau Mbak Rahma memang tak terlalu kepo, karena kerjanya yang pergi pagi pulang petang, begitu sampai kosan sudah masuk kamar istirahat. Tepar.
"udah nikah ya dia?"
"Udah punya anak, tinggal sama Ibu, biar Ibu nggak sendirian di rumah."
Eh tunggu. Kok aku lancar-lancar saja sih jawab pertanyaan dia? Emang dia siapanya aku, kok mau tahu keluargaku?
Mas Krisna adalah Kakak laki-lakiku, usianya sekitar dua tahun diatas Bara. Dulu, setiap dia main ke rumah Batu, mereka cukup akrab dan nyambung ketika ngobrol. Apalagi dari almamater kampus yang sama, meski beda jurusan.
"Ngapain tanya-tanya?"
"Judes banget sih, ya tanya kabar saja Kay." tangannya lagi-lagi menyentil lembut ujung hidungku. Dih, sok akrab.
"Kayaknya, istrimu serong karena tanganmu ramah ke perempuan lain deh Bar."
"Sembarangan!"
"Tuh tadi buktinya." daguku mengarah ke tangannya.
"Lah, kan aku single sekarang Kay."
Iya juga sih. Tapi tetap aja kan tindakannya itu gak bagus buat kaum hawa, bisa bikin jantung gedombrengan. Untung perempuannya modelan kayak aku, gak gampang baper. Kalau yang lain? Biasa saja semapot.
Hmmm, jadi penasaran, sudah berapa cewek yang dimodusin kek gini coba? Modal tampang sama towal-towel, pasti sudah banyak yang kecantol.
"Rumahmu kapan selesai renov?" tanyaku
"Kenapa?"
"Ya biar hidupku tenang Bar, nggak jadi teman makanmu kek gini."
"Bukannya kamu seneng ya? Dompetmu jadi aman."
Ah sialan duda jablai, kok bisa baca pikiranku sih? Bara tertawa melihat wajahku yang sewot.
"Jalan yuk," ajaknya.
"Hah, kemana?ini aja aku pake masker lho Bar." aku menunjukkan masker medis yang kuambil dari saku cardigan, "Nanti kalau ada anak kantor yang lihat bisa berabe, ingat, jaga reputasimu sebagai BM, kerja di bank itu beda dengan kerja kantoran lainnya, banyak aturan."
Bara menatapku, "aturannya jelas Kay, di kantor kita."
"Iya makanya."
"Emang aturannya gimana?" tanyanya, eh dia ini ngetes apa gimana?
"Gak boleh menikah dengan rekan satu kantor." kulipat tanganku di depan dada.
"Kita udah menikah belum?"
Aku terdiam, terjebak argumenku sendiri.
"Atau kamu pengen kita nikah segera saja?" lanjutnya kalem. Kedua netranya menatapku intens.
"Sembarangan Umak!!" (Sembarangan kamu)
Ya emang belum nikah sih, tapi maksudku itu menghindari gosip anak-anak itu lhoooo .Punya hubungan dengan rekan satu kantor itu gak enak, harus bisa benar-benar kuat mental dan memilah mana urusan pribadi dan urusan kantor. Kalau putus, masa iya harus resign biar gak enek liat wajah mantan?Nehi dooong. Tabunganku belum cukup umur.
KAMU SEDANG MEMBACA
serendipity (Terbit)
RomantizmSerendipity Usiaku 30 tahun, high quality jomblo, lalu tiba-tiba diminta pertanggungjawaban seorang Duren alias Duda keren? Aku kudu eotteoke miskah? -Kayla, kacung corporate, 30 Tahun- #1-romansakomedi (020821) #1- fiksipopuler (110821) Cover : Ay...