7. 🥞

24.3K 3.8K 497
                                    

Terima kasih yaa yang sudah mendo'akan aku cepet sembuh dari pilek☺️☺️☺️
Happy reading kesayangan

*****

"Hah? Ponakannya Bu Tin??" Sonia menatap tak percaya. Dia bahkan lupa, kalau dia sendiri datang dengan Roni, lelaki itu terlihat kikuk saat berhadapan dengan Bara, yang terlihat santai saja. 

"Iya, rumahnya renov jadi sementara tinggal di rumah Bu Tin, ya karena dulu Katingku, sekalian kami keluar cari makan dan ngobrol-ngobrol, kamu sendiri, lagi ngapain sama Roni? Kalian kencan?" 

"Enak aja." Sonia salah tingkah, aku jadi pengen ketawa. Susah payah untuk tetap bersikap cool alias kalem, santai, woles, tadi rasanya jantungku udah mencelos, lepas, lari, ucul dari tempatnya begitu kegep sama Sonia, syukurlah, otak ini bisa diajak kompromi buat ngeles.

Dan semoga Sonia percaya dengan jawabanku. Otaknya kebanyakan baca novel dan nonton drama, jadi segala asumsi pasti sudah menari-nari di sana. 

"Ya sama, cari makan aja, ya kan Ron?" Sonia mencari sekutu, Roni hanya mengangguk kikuk, dia sepertinya merasa takut karena pimpinan kami melihat langsung. Kapok!!

"Santai aja Ron." Bara menepuk bahunya, "Kalian mau makan bareng, jalan bareng, nggak masalah, itu hak kalian, tapi kalau kalian memutuskan berkomitmen lebih, aturan kantor tetap berlaku." 

"Pak Bara.." Sonia yang tadi menatap curiga, ganti menatap penuh puja. Alah pret Soon, Sooon. Ngomong aja, merasa aman, karena Bara tak mempermasalahkan. 

"Oke, saya duluan ya." Bara berdiri, menepuk bahu Roni, "Ayo Kay, sudah malam." 

Aku menurut, menatap Sonia yang sepertinya masih tak percaya dengan alasanku. Bodo amatlah, yang penting tetap cool, santai, biar dia juga gak mikir terlalu jauh. 

"Alhamdulillah." aku menyandarkan punggungku begitu masuk ke dalam mobil, dari balik jendela kaca, aku memandang dua sejoli yang masih duduk entah membicarakan apa. Sesekali mereka menoleh ke arah mobil kami.

Kuraba jantungku sendiri, "Semoga dia gak mikir aneh-aneh," 

"Mikir aneh juga gak papa Kay."

"Hadeh, Bara, aku gak mau ribet, pacaran sama Bos sendiri."

"Kalau jodoh?"

"Kukencengin doa'aku biar gak jodoh."

Bara tertawa saja, dia menyalakan mesin mobilnya, aku kembali melirik meja Sonia dan Roni.

"Mereka masa pacaran sih?"

"Ya hak mereka Kay, kalau sekedar dekat, atau makan bareng itu hak mereka, kecuali kalau berkomitmen lebih, aturan kantor tetap berlaku, banyak kok di cabang lain yang seperti itu." 

Aku diam, meliriknya. Kalau berkomitmen lebih? Duda jablai ini bakal ngajak aku berkomitmen lebih gak ya? Kode-kode yang dia pakai jelas banget soalnya. Mau pura-pura gak ngeh juga gak mungkin. Ah bodohlah, sepanjang dia belum datang ke rumah dan minta pada orang tuaku, anggep aja tingkahnya angin. 

Aku menyandarkan punggungku, eh tahu-tahu bablas, mimpi di taman bunga yang indah, berlarian macam kajol dan Bara mengejarku, diiringi lagu kuch-kuch hota hai. Alemooong.

Semakin Bara mengejarku, semakin aku lari, dan kami jatuh berguling-guling, ke semak-semak, untung semaknya gak belukar, bisa babras semua badanku. 

Hah, mimpi apaan sih, bangun dong Kay, ini jelas mimpi, ngapain pakai berguling-guling sama Bara? Bos kamu sendiri, mantan terindahmu. Bangun woy bangun!!! 

"Kay," 

"Hmm?" astaga, suaranya bahkan terdengar nyata, padahal ini mimpi, Ya Tuhaaaaan, wajahnya sangat dekat sekali denganku. Masa iya dia mau cium aku? Posisi berhenti bergulingnya bagus sekali, macem film India betulan.

serendipity (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang