(Masih spesial POV Bara)
"Duluan Mas Bara." Pak RT menepuk bahuku, "jangan lupa, besok datang ke rapat RT, kalau nggak sibuk."
"Siap 86." aku tersenyum, dan berpisah dengan lelaki bersarung kotak-kotak dengan gradasi merah biru, yang sudah lebih dulu sampai rumah, tadi kami berjalan bersisian dari Masjid yang ada di depan gang.
Kuhela napas dalam-dalam, berjalan kaki sendirian menuju rumah yang tinggal beberapa meter lagi, membuat pikiranku kembali melayang pada kedatangan Jonathan kemarin siang.
"Kenapa kamu bertanya soal Siska padaku?"
Jo, lelaki yang dulu pernah kuanggap seperti saudara hanya menghela napas panjang. Duduk di sofa ruang kerjaku dengan dua tangan saling tertaut dan kepala menunduk. Aku tak menduga, dia punya keberanian untuk menemuiku lagi, setelah apa yang sudah pernah dia perbuat padaku setahun lebih yang lalu.
"Aku nggak tahu harus tanya ke siapa lagi."
Mendengar jawaban itu, rasanya aku ingin tertawa sumbang.
"Hubungan kalian tak baik rupanya, setelah kami bercerai." aku menyesap kopiku, tetap bersikap setenang mungkin, untuk begundal seperti dia, hanya buang-buang energi kalau diladeni dengan amarah.
Lagipula, apa untungnya buatku saat ini, jika mengedepankan emosi saat menghadapinya lagi. Hubungan kami adalah hubungan masa lalu, aku sudah memiliki kehidupan baru, dan bagiku mereka berdua —Jo dan Siska— saat ini, bukanlah orang yang penting.
Lelaki di hadapanku mengangkat wajahnya, menatapku dengan nanar, "dia hamil Bar, saat kalian bercerai."
Dahiku mengernyit, mengerjap beberapa kali. Hamil?
"Maksudmu?" aku ingat betul, pengacara yang mengurus perceraianku sudah melampirkan bukti USG, dan hasilnya negatif. "Dia nggak hamil," tegasku.
"Kamu yakin?" Jo menatapku, yang justru membuatku meragukan sesuatu. "Aku tahu Bar, aku pihak ketiga yang tak tahu malu, aku benar-benar mencintai Siska, setelah kalian bercerai, dia hilang, aku benar-benar kehilangan jejaknya."
"lantas, darimana kamu tahu kalau dia hamil?" aku mencoba menekan segala emosi, bukan karena sakit hati karena Siska pernah mendua, hanya saja aku kecewa kenapa sahabatku bisa menikamku seperti ini. Jika dia jujur, aku justru tak mengapa mengalah.
"Proses perceraian kalian dua bulan, jujur, aku menunggu proses itu, aku sudah berniat menikahinya setelah kalian bercerai tapi dia menolak."
"kenapa begitu?"
"Aku nggak tahu." Jo mengacak-acak rambutnya sendiri, wajahnya terlihat lebih tirus, matanya cekung, penampilannya jauh jika dibandingkan tahun lalu. Jonathan yang selalu terlihat tegap dan bersemangat, sekarang tak ubahnya lelaki yang tak punya semangat hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
serendipity (Terbit)
RomanceSerendipity Usiaku 30 tahun, high quality jomblo, lalu tiba-tiba diminta pertanggungjawaban seorang Duren alias Duda keren? Aku kudu eotteoke miskah? -Kayla, kacung corporate, 30 Tahun- #1-romansakomedi (020821) #1- fiksipopuler (110821) Cover : Ay...