Part 8

42 3 0
                                    

Beberapa jam sebelumnya

Seungwoo meringis kesakitan di kamarnya. Ini lutut rasa nyut-nyutannya gak hilang-hilang dari tadi malam. Sempat hilang sih sebentar, terus timbul lagi. Hilang timbul hilang timbul gak nentu. Sekalinya timbul, nyeri banget. Makanya itu tadi setelah mengantar Nadine pulang ke rumahnya, dia langsung nelpon Hyunbin. Minta tolong dibelikan obat pereda nyeri. Padahal sih Nadine udah bilang tadi sebaiknya ke rumah sakit aja, diperiksa. Tapi Seungwoo-nya gak mau. Takut bikin Nadine telat pergi kerja katanya. Padahal mah bodo amat sama Jinhyuk.

Pintu kamar Seungwoo terbuka, anjir, makin jadi aja lututnya berdenyut. Orang minta tolong sama Hyunbin, kenapa kakaknya yang datang.

"Sayang, lutut kamu kenapa lagi sih? Kok bisa kambuh lagi?" tanya Eunbi sambil menyerahkan kresek yang berisi obat pesanan Seungwoo. Dia lalu duduk di sebelah Seungwoo.

"Hyunbin mana?" tanya Seungwoo sambil susah payah membuka tutup gel pereda nyeri.

"Kerja lah. Karena kamu gak masuk, dia jadi gak bisa keluar dan akhirnya nelpon aku, minta tolong sama aku buat beliin pesanan kamu. karena takutnya kamu butuhnya cepet," Eunbi berhenti sebentar. "Kamu ngapain banget sih seharian kemaren? Sampai cedera lagi kayak gini. Udah tahu lututnya suka kumat kalo dibawa kerja berat."

Seungwoo tertawa kecil. "Biasalah."

"Biasalah biasalah apanya?"

"Nge-gym."

Eunbi bingung, lalu dia memencet-mencet lengan Seungwoo. "Ngapain kamu nge-gym lagi? Badan kamu udah bagus gini."

"Lagi pengen aja," kata Seungwoo sambil terus fokus pada lututnya.

"Nge-gym doank tapi hpnya gak aktif seharian."

"Biar gak keganggu."

Eunbi sewot. "Emangnya aku gangguan?"

Seungwoo menoleh pada Eunbi lalu tersenyum. "Iya."

"Han Seungwoo!"

"Bercanda," katanya sambil menepuk-nepuk pelan pipi Eunbi.

"Aku mau keluar kota, tiga hari," kata Eunbi lagi.

"Ya... bagus," kata Seungwoo sambil meletakkan kembali kresek obatnya ke atas nakas.

"Kok bagus sih?" Eunbi bingung.

"Ya bagus donk, berarti kamu masih banyak kerjaannya, masih rame job-nya, orang-orang masih butuh jasa kamu untuk produk mereka." Han Seungwoo memang pandai berkata-kata.

"Terus kita kapan nikahnya?" tanya Eunbi kemudian, membuat Seungwoo menatapnya.

"Saat kamu udah dekat sama Zeline."

Wajah Eunbi berubah males gitu. "Seungwoo, bukan aku yang gak mau deket sama anak kamu. Tapi anak kamu yang gak mau deket sama aku. Gimanapun aku berusaha mendekati dia. Mending kita nikah aja dulu, biar aku jadi lebih mudah untuk ngedeketin dia."

"Kamu tahu sendiri dari awal, kalau aku udah punya anak, dan kalau kamu mau sama aku, kamu juga harus mau sama anak aku. Aku gak bisa cuma memikirkan keinginan aku. Aku pengen nikah, jelas. Tapi kalau anak aku belum nyaman untuk itu, aku bisa apa?"

Eunbi mendengus. Sumpah ya dia kesal banget selalu kalah dari bocah bernama Han Zeline ini.

Seungwoo menatap wajah Eunbi. "Kenapa? Kok sewot?"

"Siapa yang sewot.." jawab Eunbi, dengan nada merajuk. "Anak kamu dimana?"

"Paling di kamarnya."

"Gak sekolah?"

Seungwoo menggeleng. "Setelah gathering kemaren dikasih kompensasi libur satu hari sama sekolahnya. Lagian Zeline juga udah mau kelar sekolahnya. Jadi gak perlu-perlu amat ke sekolah."

ONLY ONE FOR METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang