Adik?

2.7K 166 9
                                    

Setelah selesai mengajar, Andin menelpon Al. Rencananya sore ini Andin ingin mampir ke kedai kopi milik sang papa, selain rindu dengan papanya ia juga ingin menikmati espresso, entahlah tak biasanya ia seperti ini.

"Halo, mas, masih di kantor?"

"Halo, Ndin, iya ini masih di kantor, kamu udah selesai ngajarnya?"

"Udah, ini baru keluar kelas,"

"Ya udah sebentar lagi mas jemput, 15 menit lagi sampai,"

"Oke, aku tunggu suamiku, assalamualaikum," tutup Andin dengan suara menggemaskan namun pelan.

"Iya waalaikumsalam, tadi gak salam," sahut Al diseberang.
"Hehehe, lupa," balas Andin.
Merekapun menutup telepon dan Andin mengemas meja kerjanya bersiap untuk pulang.

"Sudah dijemput Bu Andin?" Tanya rekan kerjanya.

"Iya Bu, sebentar lagi, ibu masih ada jam malam?" Sahut Andin.

"Iya, sampai jam tujuh nanti," timpal Bu Ratna.

"Kelas pegawai ya bu?" Tanya Andin.

"Iya Bu Andin bahkan ada yang ibu rumah tangga juga,"

"Wah,, seru sepertinya bisa ketemu dengan orang dari berbagai kalangan,  sebenarnya dari dulu saya ingin mengambil jadwal malam juga tapi gak boleh sama suami,"

"Gak papa Bu, lagipula anak ibu juga masih kecil, kasihan kalau ditinggal terus, nanti gak ada waktu sama mamanya," timpal Bu Ratna.
"Iya juga Bu, ya sudah saya syukuri saja, kalau gitu saya permisi pulang dulu Bu, sepertinya jemputan sudah datang," pamit Andin

Andin menyusuri koridor kampus, sesampainya di loby ia melihat mobil Al terparkir di depan loby.

"Assalamualaikum" salamnya sambil mengecup punggung tangan sang suami.
"Waalaikumsalam"

"Udah lama mas?" Tanya Andin.

"Belum, baru aja sampai, tadi lumayan macet,"

"Mas aku pengen ke kedai kopi papa, aku pengen espresso tiba-tiba,"

"Tumben kamu, biasanya late kalo gak moka Cino," sahut Al.

"Gak tau tiba-tiba kepikiran itu," Andinpun sedikit heran.

”hmm.. pasti kamu yang mau ya?" Tanya Al sambil mengusap perut Andin.
Andin tersenyum sambil mengusap perutnya.
"Iya nih mungkin, sehat-sehat ya nak,"

Merekapun mengisi dengan obrolan ringan sambil mengamati jalanan yang mulai dipenuhi lautan kendaraan.

Sementara di rumah Reyna masih memikirkan ketakutannya jika memiliki adik.

"Ncuuss..." Panggil Reyna.

"Iya cantik, kenapa?" Mirna bisa merasakan raut kegelisahan Reyna.

"Kira-kira kalau aku punya adik mama sama papa masih sayang gak ya sama aku?" Ia sudah beberapa kali menanyakan hal ini kepada sang mama, namun ia hanya ingin memastikan.

"Ya sayanglah, kan mama papa sayang banget sama Reyna," jawab Mirna dengan penuh keyakinan.

"Tapi kalau gak sayang lagi gimana cus? Kalau nanti aku dimarah-marahi? Aku sayang sama mama papa cus," kata Reyna.

"Dimarahin kenapa dulu? Kalau Reyna gak salah pasti gak akan di marahin, kalau Reyna salah, itu baru, tapi itu namanya bukan dimarahin, diingetin, di tegur,di kasih tau, biar kamu tahu kalau salah, terus belajar biar gak salah lagi," terang Mirna.

"Gitu ya encus?"

"Iya sayang, papa mama kan sayang banget sama kamu, jadi mana mungkin mereka tega marahin anaknya yang gemoy ini," kata Mirna
Reyna tersenyum mencoba meyakinkan dirinya.

Di kedai kopi papa Surya. Andin, Al, papa dan mama tampak berbincang-bincang.

"Ndin, tumben kamu pesen espresso?"
Tanya pak Surya.
"Gak papa, pah lagi pengen aja,"

Sementara Al hanya tersenyum melihat sang istri, lalu mencium pipi Andin tanpa malu-malu.

"Mas, kamu apaan sih, ada papa mama juga," protes Andin yang malu-malu.

"Gak papalah, kenapa emang? Udah halal juga, papa mama juga bisa kalau mau," sahut Al.

"Kalian ini," kata mama Sarah sambil geleng-geleng kepala.

"Biasa ma, pencitraan dia,"
"Kok dibilang pencitraan sih?"
Sahut Al.
"Ya terus apa?"

Al memilih tak menyahuti Andin.

"Kalian ini, menikah udah hampir lima tahun masih aja kayak anak kecil," kata mama Sarah sambil tersenyum gemas sendiri.

"Oh ya pa, ma, besok rencananya kita mau ngadain acara di rumah, kumpul keluarga aja," kata Al. "Papa mama bisa hadir kan?"

"Pastilah, papa mama pasti datang, udah kangen juga sama Reyna pengen main," timpal papa Surya.

"Ya udah ma, pa, udah sore kita pulang dulu, Reyna pasti udah nungguin, ini tadi nurutin ibu..." Al hampir keceplosan.
"Mas..." Potong Andin.

"Kita pulang dulu ya ma, pa," pamit Andin.
"Ya hati-hati," pesan papa.

"Ndin.. ini buat Reyna," panggil mama Sarah sambil menyerahkan makanan dan minuman.

"Makasih banyak ma," sahut Andin.

"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"

Andin dan Al menuju mobil.

"Mas.. gimana sih? Hampir aja," Andin kesal dengan Al.

"Maaf," kata Al.

Sesampainya di rumah mereka disambut oleh putri kesayangan mereka.

"Mama, papa, kok lama pulangnya?"

"Maaf,  sayang nungguin dari tadi ya, nih, dikasih sama oma Sarah," kata Andin.

"Mama sama papa habis dari tempat opa Oma? Aku gak diajak?" Reyna sedih.

"Maaf sayang, tadi mama dari kampus langsung, tapi besok Oma opa  mau kesini main sama Reyna, jangan sedih dong," jelas Andin.

"Mama mandi dulu ya, nanti kita main,"

Indah Pada WaktunyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang