Ngidam

2.1K 153 9
                                    

Saat ini Andin dan Al masih berada di ruang rawat Andin, hati perempuan itu semakin tidak tenang memikirkan keadaan putri semata wayangnya selain itu ia juga merindukan gadis kecilnya.

"Mas kapan aku bisa keluar dari sini? Aku mau nemenin Reyna," ucap Andin ditengah kegelisahannya.

"Sabar dulu, kita tunggu dokter ya, kamu yang tenang, pikiran yang positif jangan mikir yang gak-enggak,"

"Gimana aku bisa tenang kalau aku belum ketemu anakku dari pagi, aku udah baik-baik aja kok mas, gak papa,"
"Iya, tapi kamu juga harus mikirin dede, jangan terlalu stress, kasihan dia,"
"Kamu pikir aku gak mikirin dia juga? Aku juga khawatir mas sama dia," ucap Andin berlinang air mata.
"Ini sulit buat aku, Reyna sakit, aku gak bisa selalu disampingnya, kondisi ku juga kayak gini sekarang," tangis Andin semakin pecah.
Al memeluk erat sang istri, ia sangat paham keadaan istrinya saat ini, apalagi hormon kehamilannya yang membuat semakin sensitif.

Terdengar suara pintu terbuka.
"Assalamualaikum," ucap sang pelaku.
"Waalaikumsalam,"
"Andin, gimana kondisi kamu nak?" tanya sang papa.
"Alhamdulillah Andin dan kandungannya baik-baik saja pa," jawab Al mewakili.
"Lalu kenapa Andin menangis? Dan kenapa sampai bisa pendarahan?"
Al dan Andin terdiam sejenak.
"Maaf pa, bisa kita bicara diluar?"
Pak Surya semakin bingung dengan kondisi ini namun akhirnya ia tetap mengikuti Al.

Keduanya pun keluar, tersisa Andin dan mama Sarah.
"Ma, Reyna ma,"ucap Andin terbata-bata. "Reyna terkena leukemia," sambungnya.
Mama Sarah syok, ia tak percaya cucunya itu terserang penyakit ganas.

Ia pun segera memeluk putrinya itu. Menyalurkan semua energi yang ia punya. Saat ini Andin sangat membutuhkan dukungan.
"Kamu yang sabar ya sayang, yang kuat, mama tahu ini berat, berat sekali, tapi bukankah kita tidak punya pilihan selain sabar dan ikhlas menerima semua ini? Kamu juga harus inget kamu gak sendiri, ada calon cucu mama disini," ucap sang mama sambil mengusap lembut perut Andin. "Dia pasti juga akan sedih kalau mamanya seperti ini terus, apapun yang kamu rasakan tumpahkan semua ke mama sayang, bagi ke mama, tapi setelah itu kamu harus bangkit, Andini kharisma Putri harus kuat, agar bisa menopang kedua malaikat kecil kamu nanti," sambungnya, diakhiri kecupan dan pelukan hangat.

Sementara diluar, papa Surya menanyakan kronologis Andin kepada Al.

"Al sebenarnya gimana? Kenapa Andin bisa sampai pendarahan? Habis jatuh atau gimana?"
"Enggak pa, Andin gak jatuh,"
"Terus?"
Al menceritakan semuanya ke papa mertuanya itu. Sang papa terlihat syok mendengar penjelasanya.
"Sekarang reyna dimana?"
"Masih dirawat pa, ada mama saya dan Mirna,"
"Ya udah, papa mau ke sana,"
Pak Surya masuk ke ruangan Andin. Lalu ia memeluk putrinya itu.
"Kamu yang kuat ya nak, papa tau kamu bisa lewati ini semua, terus berdoa untuk Reyna karena doa ibu itu mustajab dan papa yakin Reyna pasti sembuh,"
"Makasih pa, doain Reyna juga ya pa,"

"Itu pasti sayang, papa selalu doain anak-anak papa, cucu papa dan calon cucu papa, sehat-sehat di dalam ya nak," timpal pak Surya sambil mengusap perut Andin.

"Ma, kamu temenin Andin dulu ya, aku mau liat Reyna,"
"Iya pa,"

"Mas, kapan aku bisa keluar? Aku kangen Reyna,," rengek Andin.
"Sabar... Kita tunggu dokter dulu,"
"Iya sayang, kamu yang tenang, lagipula udah ada Bu Rosa yang jaga Reyna, kamu, pulihkan dulu kondisi kamu," timpal Bu Sarah, ia tahu betul perasaan Andin tetapi ia berusaha memberi ketenangan, karena tidak mau terlalu berdampak pada kandungan sang putri.

Dug...

Senyum terbit di paras cantik Andin, ia bersyukur ditengah kekalutan hatinya, ada calon buah hati keduanya yang menguatkannya.

"Sayang," ucap Andin sambil mengusap perutnya. "Maafin mama ya, mama belum nyapa kamu, yang kuat ya nak,"
Mama Sarah juga bisa merasakan tendangan itu karena tangannya mengusap perut Andin.
"Tuh bilangin ke mama kamu, jangan sedih terus ma, aku ada di sini, kalau mama sedih aku juga sedih nanti, ya sayang," ucap mama Sarah seolah mewakili perasaan sang cucu didalam sana.

Tak lama kemudian dokter datang memeriksa keadaan Andin, dengan sedikit paksaan akhirnya ia diperbolehkan untuk rawat jalan, namun dokter mengingatkan untuk tidak terlalu stress dan kelelahan.

Al mendorong kursi roda untuk Andin.
"Kamu ngapain bawa kursi roda mas? Aku bisa kok jalan,"
"Andini kharisma Putri bisa nurut gak? Kamu belum sembuh betul," tegas Al. "Kamu mau ketemu Reyna atau mau di sini aja? Kalau gak mau pakai udah disini aja,"

"Iya sayang, udah nurut aja, buat kebaikan kalian juga," timpal Bu Sarah.
Akhirnya ia menuruti kata Al.

Sesampainya di kamar Reyna terlihat Reyna sedang disuapi papa Surya.

"Akhirnya Reyna mau makan," mama Rosa menghela nafas lega.
"Iya, ya bu hampir aja gak makan gara-gara Andin gak dateng," timpal Mirna.
"Mama," gumam Reyna sambil berderai air mata. Mirna jadi merasa bersalah karena mengingatkan Reyna.
"Assalamualaikum," ucap Andin yang didorong oleh Al.
"Waalaikumsalam,"
"Mama," ucap Reyna.
Al mendorong kursi roda Andin untuk mendekat lalu Andin dan Reyna berpelukan menyalurkan kerinduan.

"Mama katanya sebentar kok lama banget?"
"Iya sayang, maaf ya mama kemarin kecapean terus ketiduran deh dirumah, padahal kan anak mama mau di temenin mama ya," ucap dengan nada lucu Andin sambil mencubit gemas Reyna.
"Iyah, mama disini aja, jangan kemana-mana. Nanti aku gak bisa bobo lagi kaya kemarin,"
"Hmm kenapa gak bisa bobo? Bobo dong biar cepat sembuh"
"Aku kan pengen bobo sama mama,"
"Dah, sekarang mama udah disini, jangan sedih lagi, oh iya, kakak udah makan belum ini?" Tanya Andin.
"Udah kok,"
"Udah tapi cuma sedikit," timpal papa Surya.
"Lho? Kok cuma sedikit? Yang banyak dong sayang, biar cepat sembuh. Mama suapin ya,"
Reyna mengangguk.
" Mama kenapa kok pakai ini?" Tanya Reyna sambil menunjuk kursi roda.
"Gak papa kok sayang, biar mama gak kecapean,"
Lalu Reyna makan sambil memperhatikan tangan Andin.
"Kalau tangan mama kenapa?"
"Gak papa sayang ini tadi cuma kena pintu terus di obatin sama papa,"

Semua orang yang ada di sana hanya memandang haru interaksi ibu dan anak itu yang berusaha baik-baik saja dihadapan masing-masing, seolah mereka telah menemukan penawar satu sama lain.

                             ***
Waktu berlalu begitu cepat kini purnama telah bertengger di bawah kaki langit, menggantikan tugas surya sebagai pelita di tengah gelapnya malam. Sepasang ibu dan anak itu masih setia mendekap erat satu sama lain, seolah mereka telah berpisah sekian lama. Al ngilu sendiri melihat pemandangan itu, jika saja di rumah, ia tak akan merasa sewas-was ini.

"Ma, dedeknya gerak," kata Reyna merasakan pergerakan makhluk didalam perut Andin.
"Iya sayang, dede kangen sama kakaknya itu,"  timpal Andin.
"Hay dede kamu lagi apa didalam? Aku gak sabar ketemu kamu," ucap Reyna sambil mengelus perut mamanya.
"Halo kakak, aku lagi dengerin kakak cerita dari dalam," timpal Andin sambil menirukan suara anak kecil.
Reyna pun tertawa mendengarnya.
Sementara mama Sarah yang sibuk merapikan barang gemas mendengarnya, begitu juga Al yang sejak tadi sibuk mengerjakan laporan keuangan.
Mama Rosa sudah pulang tadi sore bersama papa Surya dan Mirna. Karena Al pikir kasihan mamanya itu pasti kelelahan.

Tiba-tiba saja Andin mengalami ngidam.
"Mas," panggilnya.
"Hm.. kamu udah laper? Bentar ya, ini dikit lagi," Al tetap fokus mengerjakan laporan.
"Mas aku pengen durian," rengek Andin.
"Hah durian? Malem-malem gini emang ada, lagian ini juga udah gak musim Ndin, terus durian itu panas kalau perut kamu kenapa-napa gimana?" Timpal Al.
"Tapi aku pengen mas, anak kamu lho yang minta,"
"Susah carinya Ndin, besok ya mas minta tolong Rendy, sekarang mas beli makan dulu,"
"Pengennya sekarang dicari besok, lagian ini anak kamu apa Rendy?" Andin kesal.
Reyna dan mama Sarah hanya menyaksikan perdebatan keduanya.
"Udah Al daripada semalaman gak bisa tidur," timpal sang mertua.
"Iya, aku cari dulu, semoga dapat," Al pun keluar.
Setengah jam kemudian Al kembali membawa bungkusan makanan. Mata Andin berbinar tak menyangka sang suami kembali secepat itu.
Namun saat tau yang dibawa Al bukan idamannya, binar itu kembali redup.
"Makan dulu, kamu belum makan," ucap Al.
Andin kembali menekuk wajahnya.

Indah Pada WaktunyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang