LDR

1.6K 167 13
                                    

Saat ini Andin sedang menikmati kebersamaan kedua anaknya. Tak terasa hari berganti begitu cepat walau amat terjal dan penuh liku namun ia berhasil melaluinya tentunya karena sang suami tercinta yang selalu disampingnya dan keluarga yang selalu ada. Kini ia bahagia menyaksikan canda tawa kedua malaikatnya.

"Ciluk... Baa.." canda Reyna sambil menutup kedua matanya.
"Baa.." celoteh bayi yang kini berusia enam setengah bulan itu.
"Do..mi.. kado.. eska.. eskado.. pea.. peo..pea.. peo.." kata Reyna..
"Ea..eo..." Celoteh bayi itu sambil menggoyang-goyangkan tangan menirukan sang kakak. Dan bayi laki-laki itu menjatuhkan diri diatas kasur yang ia duduki lalu ia memegang kedua kakinya layaknya tepuk tangan sambil berceloteh khas bayi.

Terang saja sang kakak gemas melihat tingkah sang adik yang amat lucu itu. Ia mulai menciumi seluruh wajah sang adik saking gemasnya hingga bayi itu kesal kepada sang kakak.
"Kamu lucu banget sih... Chubby.." kata Reyna sambil mencubit gemas pipi sang adik. Ahsan langsung saja teriak minta dilepaskan.reyna segera melepaskan pipi adiknya namun aksinya tentu saja tidak berhenti sampai disitu. Ia beralih ke perut sang adik dan menciumi berkali-kali hingga bayi itu merasa kegelian. Tawa mereka lepas memenuhi isi rumah. Andin yang sedang sibuk didapur begitu bahagia menyaksikan canda tawa keduanya.
"Na..na..na.."teriak Ahsan yang kesal karena kakaknya.
Reyna tertawa mendengarnya.
"Hahaha... Udah ayo bangun sini, main lagi" Reyna mendudukkan adiknya.

Andin sangat bangga kepada Reyna. Putrinya itu telah tumbuh menjadi seorang kakak yang baik untuk adiknya. Ia selalu membantu sang mama menjaga adiknya jika Andin sedang sibuk seperti saat ini.
Andin sedih jika mengingat beberapa bulan lalu. Ia harus rela berpisah jauh dari suami dan anak pertamanya itu.

Flashback

Beberapa hari setelah dokter mengatakan kondisi Reyna saat ini. Kondisi Reyna tidak ada peningkatan bahkan semakin memburuk. Reyna harus dirawat di ruang ICU untuk beberapa hari. Tentu saja hal ini sangat berat untuk Al dan Andin. Mereka harus secepatnya mengambil keputusan.
"Dok, bagaimana prosedur donor sumsum tulang belakang untuk bayi?"

"Jika pendonornya masih bayi maka resikonya pun lebih besar pak selain itu pembentukan sumsum tulang pada bayi juga masih kecil dan tentunya resikonya sangat tinggi"

"Kalau begitu dengan kondisi Reyna saat ini apa ada kemungkinan untuk dibawa ke luar negeri dok?"
"Bisa pak, kami akan memberikan rujukan sembari menunggu kondisi Reyna stabil,"

"Baiklah dok, apapun caranya saya mau yang terbaik untuk anak saya"

Al pun mendiskusikan hal ini dengan Andin, awalnya Andin bersikeras untuk itu hingga terjadi ketegangan antara keduanya. Al hanya tidak mau terjadi sesuatu pada bayi mereka yang masih kecil dan ia juga belum dapat memastikan keadaan disana.

"Ndin kamu yang realistis dong, aku tau perasaan kamu, tapi kamu juga harus ingat, Ahsan masih kecil, aku juga belum bisa memastikan disana gimana, aku janji selalu kasih kabar kamu"

Setelah perdebatan keduanya yang cukup sengit akhirnya Andin mengalah. Ia harus menahan rindu kepada anak dan suaminya, walau setiap hari bersua melalui jejaring namun tidak dapat dipungkiri rindu hanya mampu terobati dengan temu terutama dengan Reyna.
Dua Minggu bahkan seminggu sekali Al pulang untuk melepas rindu dengan istri dan jagoannya juga memeriksa pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan jarak jauh. Selama empat bulan lamanya keluarga kecil itu terpisah. Selama itu pula rindunya tertahan walau setiap jam bersua.

"Halo mama" ucap Reyna melalui jaringan video call.

"Hai anak mama, salamnya mana?"

"Assalamualaikum mama,"

"Waalaikumsalam sayang, lagi apa ini anak cantik?"

"Aku lagi siap-siap mau periksa ma,"
"Oh gitu, lagi makan apa itu?"

"Makan buah ma,"

"Disuruh sarapan gak mau, nanti aja katanya," sahut mama Rosa.

"Lho kok gak sarapan sayang? Sarapan dong,"

"Belum laper ma,"

"Makannya yang bener ya kak, nurut sama papa dan Oma,"

"Siap bos mama, adik mana ma?"

"Adik tadi tidur sayang, mama cek dulu ya,"

"Halo kakak, aku baru bangun nih, terus aus," ucap Andin menirukan suara anak kecil.
"Adik.."
"Kakak, yang semangat ya, selalu senyum gak boleh nangis,"

Mama Rosa ikut nimbrung
"Hai gantengnya Oma, cayang, gembul banget kamu,"

"Iya Oma, aku tambah endut"

"Aku udah mulai guling-guling Oma, tapi belum bisa balik,"

"Mama aku kangen" ucap Reyna,
Andin berusaha menahan kesedihannya dengan mengarahkan kamera ke Ahsan.

"Iya sayang mama juga kangen" sahut Andin dengan suara tangis yang ditahan.

"Reyna.. berangkat yuk," suara Al terdengar di seberang.

"Mama, aku berangkat dulu ya, dada mama dada adik,"

Andin menutup panggilannya. Dan menangis sambil menyusui anaknya. Reyna memang hebat dia selalu ceria didepan Andin walau anak itu tidak tahu yang sebenarnya terjadi padanya. Ditambah lagi di negeri singa itu dia juga mendapat teman-teman baru dan bermain selayaknya saat di Jakarta. Sesekali ia mengeluh kepada sang mama namun papa dan Oma sangat baik memberi pengertian.

Suatu malam saat hendak tidur ia bercerita ingin pulang dan sudah jenuh berada di sini.
"Ma, aku mau pulang, pengen sama mama,"

"Sayang, kamu harus sabar ya, Reyna harus diperiksa sama dokter dulu biar sehat, kata Reyna dokternya ganteng ya, ganteng mana sama papa?"

"Ganteng dokternya ma," Andin dan mama Rosa hanya menahan tawa mendengarnya sementara Al tampak kesal.

"Oh ya, ganteng banget emang?" Tanggap Andin.

"Iya ma, dokternya juga baik, kalau mama disini mama pasti suka,"
Mama Rosa semakin menahan tawanya sementara Al, kalian bayangkan sendiri.

"Sekarang kakak bobo ya udah malem, biar besok pagi fresh,"

"Iya ma, kata papa besok mau ajak jalan-jalan,"

"Nah sekarang bobo,"

"Dada mama, good night ma, i love you,"
"Good night sayang, i love you so much,"

Flashback off

Indah Pada WaktunyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang