DAPAT 65 Vote [Total jadi 635 vote], UPDATE LAGI Selasa.
Kalau enggak, ya Rabu!
KENAPA NGGAK ADA YANG NYOLEK SHIREI BELUM UPDATEEEE? T_T
Shirei bener-bener lupa gara-gara si Tengah bagi rapor, wisuda, sssakit, dll
Ketika kesadaran perlahan kembali, aku merasakan kepalaku berdentam tak karuan. Cahaya mulai terasa menerangi mata yang terpejam. Aku ingin membuka mata, tapi ternyata begitu berat. Bulu-bulu mataku seolah dilekatkan ke bawah. Aku menarik napas dan berusaha bersuara memanggil seseorang. Akan tetapi, ternyata hanya lenguhan yang terdengar di telingaku sendiri.
"Bu Raya? Bu Raya?"
Suara rendah seseorang memanggilku berulang kali. Rasanya kenal. Namun, kemampuan berpikirku belum sepenuhnya kembali. Rasanya kepalaku masih sakit sekali. Aku kembali memaksakan diri untuk membuka mata.
Cahaya menyergap lebih kuat. Ada sosok yang tadi kulihat dengan samar ternyata sedang berdiri di tepi tempatku terbaring. Aku memusatkan penglihatanku yang ternyata masih sedikit kabur.
"Pak Bram?"
"Alhamdulillah Bu Raya suda sadar." Tanpa menungguku membalas, Pak Bram menyibak tirai dan keluar.
Aku memandangi sekitar. Jarum infus tertanam di tangan kananku. Kulihat punggung tangan kiriku yang memiliki beberapa plaster yang menutupi beberapa bagian. Ruang sempit berbatas tirai warna krem, aroma antiseptik menguar kuat dengan kasur tanpa sprei.
Ini pasti ruang IGD.
Ingatanku kembali. Berapa lama aku pingsan? Aku tak menemukan ponselku dan tas. Mungkin disimpan Pak Bram. Entahlah. Kerongkonganku terlalu kering untuk bicara.
Tiba-tiba tiraiku kembali disibak. Seorang suster masuk ke dalam dan melakukan pemeriksaan sederhana. "Tunggu sebentar, ya, Bu. Dokter spesialis sedang turun ke sini."
"Eh? Spesialis?" Namun, pertanyaanku tidak mendapat jawaban ketika suster langsung pergi.
"Mau minum?" Pak Bram menawarkan segelas air kemasan bersedotan padaku. Aku menerimanya perlahan. Suster membantu menegakkan kasurku. Selintas kulihat Pak Bram meletakkan ponselku ke nakas.
Kusesap perlahan air yang disuguhkan. Ah, lega rasanya. "Terima kasih banyak," bisikku lirih. "Bapak yang membawa saya ke sini?" Aku merasa sangat bersalah. Jarak kafe dengan rumah sakit lumayan jauh. Lalu dengan cara apa dia membawaku yang pingsan. Ambulan?
"Iya, pakai mobil. Maaf, saya tadinya mau panggil ambulan, tapi tidak tahu caranya. Jadi saya bopong saja ke mobil yang parkir di dekat kafe."
Jantungku berdebar. Pak Bram yang tidak pernah menyentuh wanita terpaksa harus membopongku ke mobil karena darurat. Ya Allah, aku semakin merasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
END Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang Janda
Spiritual[21+] Adnan meminta Raya melahirkan anak pertama laki-laki. Raya menyetujuinya dengan santai. Akan tetapi, perjanjian itu ternyata berakibat fatal karena Raya kini mengandung anak perempuan. Ketika Adnan menjatuhkan talak dan akan menceraikan Raya...