Senin-Jumat Depan, Shirei mau mudik ke Jawa Timur dari Depok.
Jadi tolong 100 vote kalau mau Shirei update saat mudik.
Kalau enggak, mohon bersabar sampai tanggal 4 September, yaaa.....
Malam ini adalah malam pertamaku dengan Mas Bram. Tentu saja, aku sudah pindah ke kamar Mas Bram dan Mbak Titi kembali ke ruangannya di belakang. Dengan gugup aku duduk di tepi ranjang seusai membersihkan dengan memakai gaun tidur berbahan sutra yang sangat halus. Daffa tidur dengan nyenyak di kasur ayun yang ada di samping kasur utama.
Jemariku terasa sangat dingin. Tentu saja aku gugup memikirkan apa yang akan aku lakukan bersama Mas Bram malam ini. Kami sudah sah menjadi suami istri, meski aku masih nifas, tapi aku percaya, tidak ada laki-laki yang tidak menyentuh istri barunya sedikitpun.
Mas Adnan pun masih sering memelukku meski aku sedang haid. Aku percaya, Mas Bram pun akan memelukku meski belum bisa memilikiku seutuhnya. Membayangkan begitu saja, jantungku sudah naik-turun tidak karuan. Aku khawatir apa aku bisa memberikan cinta sebesar cintanya padaku?
Mas Bram pria yang sangat baik. Sangat luar biasa! Sangat bodoh kalau menolak cinta yang dicurahkan kepadaku. Hanya saja, aku merasa tidak bisa membalas semua kebaikannya. Apa aku terlalu egois? Atau aku yang ternyata masih menyimpan luka?
Kutepuk kedua pipiku dengan keras. "Semangat, Raya! Kamu harus bisa! Bismillah! Fokus saja menjadi istri dan melayani Mas Bram dengan baik!" Aku mensugesti diriku sendiri.
Suara kunci pincu terbuka memacu jantungku semakin keras. Aku tidak bisa berkata apa-apa ketika dia dengan santai keluar dari kamar mandi yang ada di dalam kamar hanya dengan berbalut handuk di pinggang. Tubuh Mas Bram luar biasa indah. Ototnya terpahat sempurna dan wajahnya yang tidak memakai kacamata itu terlihat berbeda. Air dari rambut yang jatuh membasahi bahunya entah kenapa membuat Mas Bram terlihat begitu seksi.
Tanpa sadar aku mengucap MasyaAllah dan langsung menunduk salah tingkah. Bagaimana bisa aku mengucap terang-terangan di depan Mas Bram. Astagfirullah! Aku malu sekali! Aku bahkan terlalu takut untuk mendongak dan melihat reaksinya.
Hingga akhirnya aku bisa melihat tubuhnya berdiri di depanku. Tangannya maju dan mengangkat daguku untuk memandangnya.
"Kamu suka?" Suara rendah itu terdengar begitu menggoda di telinga.
Wajahku memanas. Pasti warnanya merah sekali. Dia terkekeh pelan sebelum mendekatkan wajahnya padaku. "Tenang saja, aku tidak akan menerkammu." Sudut bibirnya bergetar menahan tawa.
Aku langsung memukul pelan dada bidangnya mengusir rasa malu yang menyergap. "Apaan, ih."
Tiba-tiba, Mas Bram menahan tanganku dan mengecupnya lembut. "Terima kasih sudah mau menerimaku. Terima kasih sudah berjuang mengatasi rasa takut dan menyetujui semua ide gilaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
END Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang Janda
Spiritual[21+] Adnan meminta Raya melahirkan anak pertama laki-laki. Raya menyetujuinya dengan santai. Akan tetapi, perjanjian itu ternyata berakibat fatal karena Raya kini mengandung anak perempuan. Ketika Adnan menjatuhkan talak dan akan menceraikan Raya...