Bab 12 - Syarat Mengejutkan

4.8K 639 79
                                    

TERIMA KASIH UNTUK 97 vote!! Sayangnya tidak dalam 24 jam.

Jadi, masih sama, ya!

DAPAT 88 Vote [Total jadi 416 vote], UPDATE LAGI Kamis.

Kalau enggak, ya Jumat!

--Jauh banget jumlah total vote-nya sama bab sebelumnya, ya?--

Raya terpaku menatap wanita cantik dengan senyum teduh yang kini sudah di anak tangga terbawah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raya terpaku menatap wanita cantik dengan senyum teduh yang kini sudah di anak tangga terbawah. Senyum tipis menghias wajah yang tampak begitu bercahaya. Kebaya brokat asimetris warna kopi susu yang dipadu dengan kain batik panjang berwarna cokelat gelap terlihat begitu anggun. Jilbab warna senada ditata sedemikian rupa hingga terkesan modis meski tidak menutupi dada.

Inikah Mami? Wajahnya terlalu muda untuk wanita yang seharusnya berusia enam puluhan. Ini lebih mirip seperti kakaknya Mas Bram.

"Assalamualaikum, Mi." Mas Bram langsung mencium punggung tangan wanita itu dengan takzim.

Aku mengerjap kaget. Wajahnya hanya memiliki kerut-kerut halus. Riasannya tampak tidak terlalu tebal, tapi sungguh mampu memancarkan pesona dan keanggunan.

"Assalamualaikum, Bunda." Aku mengangsurkan tangan dan langsung disambut baik. Aku pun mencium punggung tangannya seperti yang kulakukan pada ibuku.

"Jadi ini yang namanya Raya?" Mami memandangku penuh selidik. "Cantik juga."

"Salam kenal, Bunda. Perkenalkan, saya Raya." Aku berusaha tersenyum senatural mungkin meski hatiku berdebar tak karuan.

"Ah, ayo duduk dulu." Sedikit di luar dugaan, meski tidak banyak tersenyum, tapi aku tak merasakan aroma permusuhan menguar.

"Kenapa bengong?" Mas Bram tampaknya sadar akan kegugupanku yang tak juga bergerak duduk.

"Ah, maaf. Tadinya Raya pikir, Bunda itu kakaknya Mas Bram." Aku mengubah cara bicaraku agar lebih sopan.

Ada tawa kecil terdengar renyah dari Mami. "Banyak yang mikir begitu. Soalnya Bram tuh mukanya boros!" Wanita itu tertawa lebih keras saat menggoda putra bungsunya.

"Mami aja yang kayak vampir." Mas Bram terdengar sedikit merajuk.

Wah! Aku melihat sisi lain seorang pria yang ternyata begitu akrab dengan ibunya. Humoris di rumah, tapi di kantor terlihat begitu tegas. Aku semakin kagum.

"Oh iya, Raya. Panggil saja Mami Lena. Semua orang memanggil seperti itu."

Aku mengangguk. "Baik, Mami Lena."

Kami pun duduk bertepatan dengan datangnya minuman dan toples camilan yang dibawa beberapa pelayan ke meja. Setelah para pelayan pergi, kami pun mulai berbincang.

"Mami sudah dengar banyak tentangmu dari Bram sejak lama." Mami Lena mulai angkat bicara. "Jujur saja, Mami heran kenapa dia masih ingin menikahimu yang sedang hamil dari suami pertamamu. Padahal banyak sekali gadis yang antri untuk mendapatkan putra bungsuku ini."

END Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang