BAB 10 - Keputusan Raya

6.7K 764 181
                                    

Target masih sama. DAPAT 88 Vote [Total jadi 534 vote], UPDATE LAGI Kamis.

Kalau enggak, ya Jumat!

Terima kasih untuk 70 vote di bab lalu. Semoga suka, yaaaa...

"Mungkin ini bukan hal baik untuk dilakukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mungkin ini bukan hal baik untuk dilakukan. Kalau dipikir-pikir, aku seperti stalker." Dia tertawa kecil.

"Tapi, aku tidak merasa dikuntit sama sekali," balasku jujur. Ataukah aku yang begitu tidak peka?

Pria itu menyandarkan tubuhnya ke belakang. Meski dia berusaha terlihat santai, tapi aku bisa merasa kecemasan yang menguar. "Aku memang berusaha agar kamu tidak sadar. Pada kenyataannya, aku sering turun ke kantin sekadar untuk melihatmu makan siang. Mengamati bagaimana kamu tertawa bersama teman-teman, bagaimana kamu menjadi pendengar yang baik bagi mereka." Mas Bram tersenyum begitu manis.

Dia menaikkan kacamatanya lagi. "Dan ternyata, dekat dengan anak buah memberiku banyak insight tentang perusahaan. Mereka jadi tak ragu memberikan usulan, bahkan bekerja lebih giat. Aku pun jadi memberikan banyak bonus atas prestasi para pekerjaku. Aku juga melihat kinerjamu dan tim melalui laporan HRD. Kamu memang wanita cerdas, Raya!"

Aku membuka mulut penuh keterkejutan.

"Semua berkat dirimu, aku jadi turun dan mendengar semua keluh kesah mereka."

Aku tak mampu membalas semua ucapannya. Sebegitukah Mas Bram menilaiku yang bahkan tidak menyadari memiliki semua keistimewaan itu?

"Aku yakin kamu tidak sadar, Raya. Karena kamu terlalu baik. Kamu menolong, lalu melupakan. Kamu adalah wanita paling ikhlas yang pernah kutemui."

"A-aku ...." Aku bahkan tak mampu membantah semua pujiannya. Semoga Allah tidak menghukumku jika sifat-sifat itu ternyata tidak ada padaku karena telah membuat seorang pria salah paham dan begini jatuh cinta.

"Karena itu, aku mohon sekali lagi. Menikahlah denganku setelah masa iddah-mu selesai. Aku akan menjagamu, juga buah hatimu. Bayi itu akan menjadi bayiku juga. Bayi kita berdua."

Ya Allah, beginikah kebaikan-Mu pada hamba yang bahkan belum menutup aurat? Aku memohonkan ampun pada-Mu atas semua kesalahan. Aku berjanji akan menjadi muslimah yang terus belajar menjadi lebih baik.

"Masyaallah, aku benar-benar terharu, Mas." Namun, masih ada satu yang mengganjal. "Kalau dari pihak keluargaku, mereka pasti tidak akan keberatan. Ibuku malah sudah bertanya apa aku punya gebetan yang bisa dicari." Aku terkekeh pelan saat mengingat seolah Ibu ingin aku bergegas menikah lagi dan tidak kalah dari Mas Adnan. "Namun, bagaimana dengan keluarga Mas Bram? Ibu? Ayah?"

Raut wajah Mas Bram tiba-tiba berubah sedih. Dia menarik bibirnya ke dalam sejenak.

"Memang ... ini akan sedikit bermasalah. Papi sudah tiada, sementara Mami sudah menyerahkan banyak data calon istri untuk kupilih. Semua dari kalangan atas dan masih gadis." Namun, Pak Bram menegakkan tubuh dan menepuk pahanya dengan kedua tangan seolah memantabkan dirinya untuk tidak menyerah.

END Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang