Bab 15 - Keanehan Irina

4.3K 612 134
                                    

Shirei lagi sediiiiih. Bisa tolong kasih EMOTIKON Hugs or heart or senyum apa aja.....

Jadi inget lagi kenapa dulu sempat left Wattpad.... T_T

Semoga ga kejadian lagi..... Orz

Mas Bram menoleh ke arahku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mas Bram menoleh ke arahku. Wajahnya tidak terlihat ada secuil amarah. Alis Mas Bram yang tegas sedikit naik seolah memberiku tanda untuk menjelaskan mengapa proposal itu tidak dikirim pada Bu Irina.

"Saya sudah taruh di meja kecil dekat pintu sesuai perintah Bu Irina." Aku berusaha menjelaskan dengan tenang.

"Barang sepenting itu tidak diserahkan langsung pada saya?" Bu Irina menyilangkan tangan di dada tak suka.

Aku tetap bersabar. "Ibu tadi sibuk sekali. Meja dipenuhi kertas berserakan. Jadinya Ibu meminta saya meletakkan di meja kecil."

"Enggak ada apa-apa kok di sana!" Dia berkukuh. Ya, Allah, gini amat GM sebiji ini! "Pak Bram berpikir saya berbohong?" Bu Irina menatap Pak Bram dengan memelas.

"Kita tak punya waktu." Mas Bram melihat jam tangannya. "Bu Raya, tolong print dokumennya lagi. Harusnya tidak akan makan waktu. File-nya masih ada, 'kan?"

Aku mengangguk dan bergegas menyiapkan dokumen yang perlu dicetak.

"Tapi kalau kesalahan seperti ini dilakukan terus, bisa gawat, Pak! Memang Bu Raya pernah melalui pelatihan sebagai sekretaris sebelumnya?" Bu Irina masih saja mengoceh selagi aku menunggu kertas kembali tercetak dengan huruf dan angka seperti sebelumnya.

"Bu Raya sudah memahami sistem perusahaan kita. Dia pernah menjabat sebagai SPV selama setahun di sini sebelum resign. Lagipula, Bu Raya hanya bekerja sampai melahirkan saja."

Bu Irina terlihat kaget.

"Iya. Ibu waktu itu belum masuk. Namun, Bu Raya sudah lebih dulu tahu bagaimana perusahaan ini bergerak." Mas Bram menambahkan. Tidak ada nada kesal maupun emosi dalam nadanya. Aku sungguh kagum.

"Ini dokumennya, Bu." Aku mengangsurkan dokumen persis seperti sebelumnya tak sampai lima menit kemudian. Printernya memang berkualitas dan bisa mencetak dengan cepat.

"Kecerobohanmu kali ini tidak bisa saya tolerir!" Bu Irina menyambar map berisi dokumen dengan sedikit kasar.

"Baik, Bu. Saya minta maaf. Lain kali, saya akan memastikan kalau Ibu mau mendengarkan penjelasan saya tentang proposal ini dan tidak akan meletakkannya di meja selain meja utama Ibu meskipun Ibu perintahkan begitu. Saya akan duduk menunggu sampai Ibu menyelesaikan semua pekerjaan yang sedang menumpuk."

"Oh... jadi kamu berkata kalau saya berbohong?"

Aku sudah malas berdebat. "Pukul berapa Ibu harus menyerahkan dokumen itu? Atau mungkin malah harus presentasi?" Kupasang ekspresi paling bersimpati yang pernah kupunya. Aku tak ingin berdebat dengan orang dengan jabatan General Manager.

END Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang