BAB 30 - Pembicaraan Besan

4.8K 484 111
                                    

Lihat memori, lihat judul2 KBM-ku mo ngakak. WAKAKAKAKAKAKAK

Isinya sama, cuma judulnya emang disesuaikan sama platform. Lol

Aku tersenyum melihat Mas Reza yang wajahnya begitu mirip Mas Bram

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku tersenyum melihat Mas Reza yang wajahnya begitu mirip Mas Bram. Hanya lebih pendek, gempal, dan sedikit lebih gelap. Mungkin karena pengaruh sering bepergian ke mana-mana.

Mas Bram menggerakkan tangannya memperkenalkan kakak kandungnya itu. "Ini anak pertama keluarga Bimantara, Reza Fazuar Bimantara."

Aku mengatupkan tangan di depan dada membalas uluran tangan Mas Reza. Ipar bukan mahram. Aku tidak boleh bersalaman dengannya. Itu yang diingatkan Mas Bram tadi pagi.

Namun, Mas Raza justru mengerutkan kening heran. Tak tahukah dia kalau ipar bukan mahram?

Aku mengulurkan tangan pada istrinya. Namun, justru dia berbalik membalasku dengan mengatupkan tangan di dada. Kali ini aku yang mengerutkan alis bingung. Apa dia membalas perlakuanku pada suaminya? Aneh sekali pasangan ini.

Namun, Mas Bram keburu mendorongku menjauh dari wanita itu seolah memahami kebingunganku. Mami memilih maju menggantikan posisi Mas Bram. Pantas saja Mas Bram jarang membicarakan keduanya. Berbeda denganku yang sering menceritakan tentang Mbak dan Ibu.

Mbak Laura, itu yang Mami katakan saat memperkenalkan kami. Wanita dengan tubuh semampai itu kuperkirakan lebih tinggi dariku yang saat ini mengenakan heels lima senti. Tubuhnya sintal dan baju yang dikenakannya hari ini seksi sekali. Berbeda dengan Mami yang tampil anggun dengan gamis model kebaya putih berenda.

Laura memamerkan bahu mulus, juga sedikit paha yang tersingkap dari rok ketat pendek dua jari di atas lutut. Bahkan dia tidak malu menggunakan lower V neck style yang memperlihatkan lekuk payudaranya yang berukuran cukup besar. Riasan wajahnya sangat sempurna dan mungkin lebih heboh daripada riasan yang kukenakan. Seolah Mbak Laura lah yang akan menikah hari ini. Rambutnya digulung ke atas memperlihatkan leher panjang dan seksinya. Memang, kalau kuperhatikan, banyak mata pria di ruangan ini memandangnya penuh kekaguman. Padahal hanya keluarga dekat, tapi ternyata cukup banyak. Mungkin sekitar tiga puluh orang tamu.

Mungkin ini alasan pernikahan yang benar-benar Islami harus memisahkan tamu laki-laki dan tamu perempuan. Akan tetapi, rencana Mas Bram ini ditolak tegas oleh Mami dan kabarnya atas bujukan Mas Reza. Aku pun bisa maklum. Memang tidak mudah untuk menjalankan sunnah jika ada keluarga yang jelas-jelas masih tidak berjilbab padahal muslimah. Apalagi Mas Bram statusnya adik yang biasanya harus menurut pada kakaknya.

Namun demikian, jujur, aku masih penasaran kenapa PT Sakana justru diserahkan pada Mas Bram sebagai anak kedua. Padahal, biasanya anak sulung laki-laki lah yang akan mewarisi perusahaan keluarga. Apa ada hubungannya dengan istrinya? Aku berusaha mengenyahkan rasa penasaranku sejenak. Tidak ada gunanya berpikir lebih jauh. Itu tidak akan mengubah kenyataan kalau Mas Bram dianggap lebih kompeten mengurus perusahaan.

END Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang