Bab 61 - Keputusan Vital

1.8K 185 40
                                    


DAPAT 131 Vote dalam 24 jam, UPDATE LAGI Kamis.

Kalau enggak, ya sampai jumpa Jumat!

Hal pertama yang kurasakan setelah kegelapan pekat adalah aroma antiseptik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hal pertama yang kurasakan setelah kegelapan pekat adalah aroma antiseptik. Mataku terasa berat ketika kucoba untuk membukanya. Aku mencoba memanggil siapa pun, tapi hanya erangan yang bisa keluar dari mulut. Tiba-tiba tempat aku terbaring bergoyang sedikit dan tanganku terasa direngkuh hangat.

"Alhamdulillah, kamu sudah sadar? Kamu pingsan hampir satu jam." Mas Bram memandang selintas jam yang tergantung di dinding. Nada suaranya sudah lebih lembut dari sebelum aku tak sadarkan diri.

"Ma-af," bisikku lirih. Baru itu yang mampu kuucapkan.

Tiba-tiba kulihat mata Mas Bram berkaca-kaca dan dua bulir kristal bening meluruh jatuh di pipinya.

Akan tetapi, aku belum sempat menanyakan apa yang terjadi tiba-tiba suara pintu terbuka terdengar. Mas Bram langsung menyeka wajahnya kasar untuk menghapus semua air mata yang sempat jatuh.

Suster masuk bersama dengan seorang dokter muda. Tampaknya masih dokter jaga. Suster langsung memeriksa tekanan darah, laju infus, juga membantuku duduk untuk minum teh manis hangat dengan sedotan.

"Masih mual?" Dokter bertanya sambil memeriksa mata dan dadaku dengan stetoskop.

"Sedikit. Rasanya telinga berdenging kayak naik gunung," balasku pelan. Aku sudah cukup bisa bicara setelah minum air teh manis hangat tadi.

"Tensi Ibu lumayan rendah. Harus banyak makan dan minum vitaminnya, ya, nanti," terangnya lagi.

Aku mengangguk. "Akhir-akhir ini gampang banget capek, Dok," keluhku. Aku tidak boleh sampai sakit.

Dokter itu tersenyum tipis. "Mengenai itu, hasil tes darah lab sudah keluar. Nanti akan saya rujuk ke dokter spesialis untuk pastinya." Dokter muda itu memberikan map ke arah Mas Bram.

Napasku tertahan. Apa aku memiliki penyakit gawat? Apa usiaku tinggal sebentar lagi? Bagaimana dengan Daffa?

"Ada masalah dengan hasil tesnya, Dok?" Mas Bram tampak lebih khawatir daripada diriku saat membuka lembaran hasil lab yang pastinya tidak dia mengerti.

Akan tetapi, senyum yang mengembang di wajah dokter perempuan muda itu membuat perasaanku sedikit lebih tenang.

"Level HCG Bu Raya adalah 23mlU/Ml. Memang nanti harus dipastikan dulu dengan USG. Kalau di atas 25, sudah pasti hamil soalnya."

Mulutku langsung menganga lebar. Aku langsung menoleh ke arah Mas Bram yang membeku tak bergerak.

"Sekarang Ibu istirahat saja dulu. Nanti mungkin Ibu akan dibawa ke klinik atau dokter yang bawa USG portable ke sini. Tergantung bagaimana nantinya." Dokter itu tersenyum lagi. "Namun, InsyaAllah Ibu beneran hamil. Gejala pusing, mual, juga mudah capeknya mulai terlihat."

END Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang