Bab 32 - Kehebohan di Hari Besar

3.2K 300 89
                                    

Ruangan mendadak kembali hening setelah para undangan membalas salam yang diucapkan Bram

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ruangan mendadak kembali hening setelah para undangan membalas salam yang diucapkan Bram. Tidak ada keraguan di wajah pria itu. Begitu berani mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. Dagunya terangkat tegak, terlihat gagah. 

Tangan kanannya memberi kode dan layar seukuran 120 inci memantulkan gambar dari proyektor. Video realtime Daffa yang tengah tertidur pulas di stroller-nya. 

"Mungkin Bapak dan Ibu sekalian bingung kenapa di hari resepsi pernikahan ini, kami sekaligus melaksanakan akikah putra pertama kami." Bram bisa mendengar riuh rendah suara saling berbisik. Spekulasi demi spekulasi pasti langsung tersebar dengan liar. 

Ekspresi Bram sama sekali tidak berubah ketika dia melanjutkan ucapannya. "Keluarga Bimantara sudah turun-temurun menjaga harkat dan martabat diri serta menjunjung tinggi nilai moral dan kesopanan. Karena itu, segala bentuk gosip bahwa Daffa adalah hasil hubungan haram di luar pernikahan, adalah salah." Bram sengaja menekan kata salah dengan tegas dan jelas. 

Dengung langsung mengudara. Beberapa wartawan langsung memusatkan perhatian ke panggung dan mengabaikan sejenak para selebritis undangan. Suasana menjadi lebih tegang. Banyak wartawan yang bersiap untuk merekam peristiwa selanjutnya. Bahkan ada yang sudah merekam sedari tadi.

"Daffa adalah anak kandung Raya, istri saya, dengan suaminya terdahulu. Istri saya ditalak tanpa tahu sedang mengandung. Mengenai alasan perceraian mereka, biar kami saja yang tahu." Bram mengedarkan pandangan menanti reaksi yang ternyata masih juga hening. 

"Saya sudah mencintai Raya jauh sebelum dia menikah. Karena mengetahui dia telah menjadi janda, saya pun melamarnya.” Bram melirik sejenak ke arah Raya yang salah tingkah. Pria itu kembali menghadap ke para wartawan dan tamu undangan yang menunggu kalimat selanjutnya. “Awalnya, tentu saja dia menolak. Berbagai alasan sudah istri saya kemukakan untuk menolak lamaran saya. Tentu saya percaya kalau istri saya melakukan itu karena mengingat status sosial kami yang berbeda. Tapi saya tahu bahwa pilihan saya tidak pernah salah. Setelah beberapa waktu, saya merasa bersyukur akhirnya dia berkenan menerima saya." 

Bram melebarkan senyum ramahnya. "Jadi, mulai sekarang, saya mengharapkan doa restu dari Bapak dan Ibu semua pada pernikahan kami agar selalu menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah. Saya sangat mencintai istri saya dan bersyukur bisa menikahinya. Jika memang ada yang ingin ditanyakan, khususnya bagi para wartawan yang hadir, saya persilakan."

Para wartawan langsung menyerbu mikrofon yang disediakan.

"Apa alasan suami Bu Raya menceraikan beliau saat hamil?"

"Seperti yang sudah saya katakan, biarlah itu hanya diketahui oleh pihak-pihak yang terlibat. Yang jelas, Raya sudah menjadi istri sah saya baik dalam agama maupun negara." Senyum Bram tidak putus sama sekali.

"Apa sekarang suaminya tahu kalau dia memiliki anak?"

"Tahu."

"Apa Daffa dan ayahnya diizinkan untuk bertemu?"

END Putra yang Tak Kupunya x Ketabahan Seorang JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang